Kep SulaNasional

Ini Kronologi Korupsi Lahan Bandara Bobong Menurut Jaksa

×

Ini Kronologi Korupsi Lahan Bandara Bobong Menurut Jaksa

Sebarkan artikel ini
SIAPKAN PLEDOI: Zainal Mus (kiri) dan AHM saat menerima berkas tuntutan dari jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (14/3). (foto: antaranews.com)

HARIANHALMAHERA.COM— Dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pembebasan lahan bandara Bobong, dengan terdakwa Ahmad Hidayat Mus (AHM) dan Zainal Mus, jaksa turut mengurai modus korupsi yang dilakukan kakak adik itu.

Menurut jaksa Lie Setiawan, dugaan korupsi ini bermula pada tahun 2009. Pada waktu itu dilakukan pengadaan lahan untuk pembangunan Bandara Bobong di Kecamatan Bobong, Kabupaten Kepulauan Sula.

Pengadaan tanah tersebut masuk pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kepulauan Sula 2009.

Dalam tuntutan jaksa dijelaskan, kasus ini bermula ketika AHM bersama Zainal dan pihak konsultan dari PT Arsikona Bangunprima,  meninjau lahan untuk menjadi lokasi bandara di Desa Bobong.

Kemudian oleh AHM, Kadis Perhubungan Kabupaten Sula La Musa Mansur diminta untuk memproses persiapan terkait lahan Bandara Bobong.

(lihat: Lebih Ringan, Adik AHM Dituntut 8 Tahun Kurungan Penjara)

Jaksa memaparkan, pada 26 Juli 2009, AHM bersama Zainal melalukan pertemuan dengan aparat Pemkab Sula untuk menentukan harga tanah yang menjadi lokasi bandara.

Pertemuan dilakukan di rumah Hidayat di Desa Mangon, Kecamatan Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula.

Pertemuan itu dihadiri Zainal, Lukman Umasangadji, staf sekretaris Panitia Pengadaan Tanah Djamin Kharie, Kadishub La Musa Mansur, dan Plt Kabag Umum Kabupaten Sula Ema Sabar.

Selanjutnya, terjadi kesepakatan. Tanah dekat pemukiman dihargai Rp 8.500 per meter persegi. Sedangkan yang jauh dari pemukiman Rp 4.260 per meter persegi. Nilai total anggaran pembebasan lahan tersebut sebesar Rp3,4 miliar.

Jaksa KPK Lie merinci, pembebasan lahan itu terjadi dua tahap. Saat pembebasan lahan tahap satu, AHM mencairkan uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada Kepala BPD Maluku saat itu, Hidayat Nahumrury.

“Uang tersebut kemudian ditransfer ke rekening Zainal sebesar Rp 650 juta atas perintah AHM,” sebut jaksa.

Tahap kedua uang yang dicairkan senilai Rp 1,9 miliar. AHM saat itu memerintahkan Zainal untuk mengirimkan uang Rp 1 miliar ke beberapa pihak.

Adapun para penerimanya, yakni rekening atas nama Andi Arwati sebesar Rp 500 juta dan  rekening Azizah Hamid sebesar Rp 100 juta. Sisa uang Rp 294 juta diterima Zainal.

“Bahwa uang sejumlah Rp 1,05 miliar tersebut ditarik tunai oleh Ema Sabar dan diserahkan ke beberapa pihak, sebagaimana arahan Zainal yang menindaklanjuti petunjuk terdakwa Ahmad Hidayat Mus,” ucap jaksa Lie.

Dari tahap kedua pencairan uang itu, Rp 1,53 miliar telah ditarik tunai oleh Ema Sabar untuk kemudian dibagi ke beberapa orang atas perintah AHM dan Zainal.

Diantaranya, ke Kapolres Kepulauan Sula (saat itu, red) sebesar Rp 75 juta pada 9 Oktober 2009. Kemudian ke Kabag Kesra Pemkab Sula Rugaya Soleman sebesar Rp 210 juta yang ditransfer pada tanggal 10 September 2009.

Ditransfer juga kepada 15 orang lainnya, diantaranya anggota Dewan Kabupaten (Dekab) Kepulauan Sula Sudin Lucupa, Kadishub La Musa Mansur, Kejari Kepulauan Sula, jaksa Sihombong.

Juga Diterima Camat Bobong Misba Wamnebo, Kades Bobong Muhdin Soamole, dan pihak-pihak lain. Total dana sebesar Rp 715 juta ditransfer pada 11 September 2009.

Usai mendengar tuntutan yang dibacakan Jaksa, AHM dan Zainal didampingi pengacaranya, mengaku akan menyampaikan nota pembelaaan (pledoi) yang akan dibacakan dalam sidang 28 Maret mendatang. (cnn/ant/dtc/pur)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *