Nasional

Imawan Mashuri, Dari Malang Raya Untuk Indonesia

×

Imawan Mashuri, Dari Malang Raya Untuk Indonesia

Sebarkan artikel ini
PRESTASI: Imawan Mashuri menerima Anugerah PWI Award 2019 oleh PWI Jawa Timur di Gedung Grahadi Surabaya, Rabu (27/3) malam bersamaan dengan penutupan Hari Pers Nasional. (foto: ist/harianhalmahera)

HARIANHALMAHERA.COM— Satu lagi pengakuan kepeloporan nasional, lahir dari daerah, dari arek Malang. Yaitu pelopor lahirnya TV lokal Indonesia. Pengakuan yang diberi atribut pejuang dan pionir itu diberikan dalam bentuk anugerah PWI Award 2019 kepada Imawan Mashuri.

Penghargaan PWI yang diserahkan saat penutupan Hari Pers Nasional (HPN) di Gedung Grahadi Surabaya, Rabu (27/3), sekaligus menjadikan Imawan Mashuri pelopor lahirnya media konvergensi satu pintu, yang menggabungkan berbagai platform media; untuk eksistensi dan peran media di tengah arus perubahan, serta pencerdasan bangsa.

Imawan Mashuri adalah mantan Pemimpin Redaksi (Pemred) Manado Post yang kini menjadi Komisaris Indonesian News Network (INN) group yang menghimpun Sembilan media di Sulawesi Utara (Sulut), Maluku Utara (Malut), Gorontalo, dan Sulawesi Tengah (Sulteng).

Penilaian kelayakan pemberian PWI Award 2019 didasarkan pada kesuksesan Imawan melahirkan dan membangun tv lokal JTV Surabaya beserta grupnya yang dimulai pada 2001. Kini melahirkan lagi dan membangun konvergensi media satu pintu, bernama AMeG; Arema Media Group di Malang Raya mulai 2018.

Kedua grup itu berkembang dan berkiprah sangat mengesankan dengan segala peran medianya di daerah. Termasuk titik berat perhatian kepada kepariwisataan, karena basis salah satu grup medianya dibangun di Malang Raya, yaitu daerah tujuan wisata.

Imawan memulai karir kewartawannya pada usai 19 tahun. Bergabung dengan Dahlan Iskan mengembangkan berbagai media, dimulai dengan membangun Jawa Pos. Dia kemudian selalu diberi kepercayaan membuat, membangun dan memimpin puluhan media di berbagai daerah di Indonesia. Di mulai dari Manado, terus menyebar ke berbagai daerah lain.

Dalam catatan manajemen grup Jawa Pos era Dahlan, ia selalu tercatat sukses, menjadikan media-media lokal berkiprah layaknya media nasional.

Pemegang penghargaan life time achievment KPI Award Jatim dan press card number one PWI itu,  menerima anugerah PWI award 2019 bersama beberapa tokoh yang juga penerima anugerah untuk masing-masing bidangnya, yaitu; Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Muhammad Iqbal, Rektor Unair Muhammad Nasih, dan Bupati Lamongan HM Fadeli, serta sejumlah pengusaha nasional dari Jawa Timur.

JTV Pioner
Melahirkan televisi lokal pertama di Indonesia, bukan hal mudah. Setidaknya demikian catatan pada Komisi Penyiaran Indonesia Jatim, ketika memberikan penghargaan tertinggi bidang penyiaran kepada Imawan pada tahun 2013; life time achievment.

Pada 2001, UU penyiaran sedang mati suri akibat kementerian penerangan dibubarkan oleh Presiden Gusdur. Pada saat itu, JTV dilahirkan oleh Imawan, dari keprihatinan  bahwa orang daerah sulit bisa tampil di televisi swasta, karena semua tv terpusat di Jakarta.

Menggunakan UU otonomi daerah, terutama PP no 25 tahun 2000 yang izinnya diberikan oleh Gubernur Jatim, JTV mulai bersiaran 8 November 2001. Tapi tidak mulus. Ditjen Postel menganggap JTV melanggar. Maka Imawan diadili. Jaksa menuntutnya penjara 3 bulan.

“Tapi Alhamdulillah, vonis hakim onslag, artinya; ada perbuatan, tapi bukan pidana, dan saya bukan pelaku pidana,” kata Imawan.

Dengan vonis itu, maka izin JTV seolah menjadi dua, satu dari gubernur, satu lagi penegasan dari pengadilan itu. Kemenangan itu kemudian membuka peluang lahirnya TV lokal se Indonesia.

“Lahirlah Bali TV, diikuti sejumlah tv lokal lain, tumbuh seperti jamur,” kenang Imawan.

Dia kemudian bersama para tokoh pers daerah mendirikan ATVLI (asosisasi Televisi Lokal Indonesia). Dua periode ia sebagai ketua umum. Kini ATVLI eksis sebagai organisasi terpandang.

Imawan kemudian bersama ahli hukum media Hinca Panjaitan, anggota DPR RI Djoko Susilo, Effendy Choiry, Paulus Widianto, Bambang Sadono, akademisi Henry Subyakto, tokoh pers Satria Naradha dan lain-lain membantu mengkontribusi pasal-pasal pada RUU penyiaran, yang lantas diundangkan sebagai UU dengan nomor 32 tahun 2002, tentang penyiaran. Inti UU itu adalah, adanya keragaman kepemilikan media dan keragaman isi siaran yang wajib mengangkat kearifan lokal. Hingga kini.

Konvergensi Media
Imawan yang pernah dua tahun bersama pengusaha muda Erick Tohir dan Tomy Winata membesarkan JAK-TV Jakarta itu, tercatat pula pernah kolaborasi usaha media digital bersama pengusaha besar Wahyu Sakti Trenggono di bawah payung TRG.

Kemudian dua tahun lalu pulang kampung ke Malang, untuk mewujudkan gagasan membangun konvergensi media satu pintu, menggabungkan berbagai platform media.

“Tidak boleh media didikotomikan. Harus saling memberi peran sesuai jenis masing-masing media. Jadikan strategi saling mengait. Harus kolaborasi. Bukan lagi kompetisi. Sudah bukan zamannya lagi,” katanya.

Imawan kemudian masuk mengakuisi sejumlah media dan mengolaborasi berbagai platform, yaitu; koran harian Malang Post, radio City Guide 911 fm, Arema TV,  berbagai online yaitu: klikapa.com, malang post media online, malangpost.com, arema media online, kemudian media luar ruang dan EO; Arema Communication serta Arema Foundation.

Sektor ekonomi kerakyatan; UMKM dan ekonomi kreatif juga dikuatkan oleh media-media itu dengan mengangkat dan memberi iklan gratis pada setiap hari jumat. Semuanya satu pintu. Nesw-nya digarap oleh newsroom, yang mengolah satu materi menjadi materi jadi untuk berbagai platform. Sehingga, kalau orang yang tidak baca koran, bisa dengar radio, nonton tv, buka online dan seterusnya. Maka, informasi pasti akan sampai karena semua dijaring melalui berbagai platform media.

Cara mainnya, media digital ibarat striker, menggiring, lalu goalnya dilakukan oleh media mainstream. Begitu seterusnya, termasuk menggarap isu-isu baru. Media digital andal pada kecepatan dan jenis medianya. Sedangkan media mainstream masih trushted.  Kata Imawan.

Media-media itu dibuat supaya berperan sangat aktif pada pembangunan dan pencerdasan. “Dan karena konvergensi median ini di Malang Raya, kiprahnya memilih berpihak pada wisata dan pendidikan. Malang destinasi wisata. Mahasiswanya juga berjumlah 600 ribu lebih.

“Inilah media dari Malang Raya untuk Indonedia,” tegas Imawan seraya mengatakan, model konvergensi ini kelak silakan dicopy untuk daerah lain untuk membangkitkan bisnis media di tengah keterpurukan.

“Saya banyak menengok sukses New York Times, yang bangkit dari keterpurukan setelah mengolaborasi media mainstream dengan media digital,” ujar Bapak dari dua orang anak ini.

“Terimakasih kami dihargai sebagai pelopor,” tambah master hukum lulusan Unisma Malang itu, beberapa saat setelah menerima penghargaan di Gedung Grahadi Surabaya.(fir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *