Opini

Pengelolaan Hutan di Halmahera Utara

×

Pengelolaan Hutan di Halmahera Utara

Sebarkan artikel ini

Oleh: Desyana M L, Jerikho F S, Denma C D

Mahasiswa Fakultas Bioteknologi UKDW Yogyakarta

 

HALMAHERA Utara merupakan kabupaten yang memiliki keanekaragamann hayati yang yang tinggi. Nelayan dan bertani merupakan sumber pendapatan keluarga sehingga untuk sampingannya mereka menjadikan tempat wisata sebagai sumber ekonomi.

Berdasarkan interpretasi citra landsat 2010 oleh burung Indonesia, diketahui bahwa areal kabupaten Halmahera utara oleh kelas tutupan hutan primer dapat mencapai seluas 20.493 ha atau 59% yang sebagian besar terletak di bagian selatan berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Aketajawe Lolobata.

Kawasan Halmahera Utara juga memiliki potensi sumber daya ikan cukup besar. Luasnya pesisir dan laut dengan kondisi atau kualitas perairan tenang, memungkinkan pengembangan budidaya laut terutama ikan kerapu, lobster, rumput laut, moluska (kerang-kerangan) dan mutiara.

Telah banyak dibuat sedemikian rupa kebijakan – kebijakan pemerintah mulai dari kebijakan publik dan kebijakan pemerintahan dangan tujuan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan untuk membangun kota Halmahera Utara menjadi lebih baik lagi.

Setiap kebijakan yang dibuat berfungsi untuk pemanfaatan hutan dan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut, kegiatan demi kegiatan dirangkai oleh pemerintah agar dapat berjalan baik. Namun, kegiatan ini dapat berjalan bila masyarakat dapat bercampur tangan untuk kegiatan tersebut.

Adapun ada regulasi yang dibuat untuk menjaga dan mengelola hutan dengan baik. Apa fungsi dari regulasi yang dibuat pemerintah? Adapun fungsinya Untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, maka setiap pelaksanaan komponen pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan harus memperhatikan nilai-nilai budaya, aspirasi, dan persepsi masyarakat serta hak-hak masyarakat.

Oleh karena itu, dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan harus melibatkan masyarakat. Peraturan pemerintah no 6 tahun 1999 tentang pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan pada hutan produksi dipandang tidak sesuai lagi dengan pengembangan pembangunan kehutanan dan oleh sebab itu perlu diperbaharui dan disempurnakan.

Adapun beberapa larangan yang dibuat oleh pemerintah dilarang mengerjakan atau menggunakan ataupun menduduki kawasan hutan secara tidak sah, dilarang melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan, dilarang membakar hutan.

Tidak diperbolehkan memanen atau memungut hasil hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang, tidak melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri, mengangkut, menguasai, memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH).

Tidak diizinkan membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau keberlangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan, tidak diperbolehkan mengambil, membawa, dan mengangkat tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dasri kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

Setiap daerah pasti memiliki program untuk membuat daerahnya menjadi baik. Baik dalam lingkup lingkungan atau dalam bentuk kesejahteraan masyarakatnya. Kondisi lapangan yang berat dalam pembangunan infrastruktur untuk mendukung pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang produktif, efisien, dan berkelanjutan.

Kurangnya sumber daya manusia yang profesional dan berdedikasi tinggi menjadi kendala yang berat dalam kehutanan, aparatur pemerintah dan dunia usaha masih belum banyak yang memahami tentang pentingnya pelestarian hutan dan belum melaksanakan upaya untuk fungsi hutan tersebut.

Hambatan lain yang sangat berpengaruh terhadap wilayah atau tempat adalah dana atau uang unntuk pembangunan infrastruktur lapangan dan biaya untuk membayar sumber daya manusan dengan tenaganya.

Hutan rakyat sebagian besar dikelola secara agroforestri. Salah satu jenis tanaman yang banyak dikembangkan di hutan rakyat adalah pala (Myristica fragrans). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prospek pengembangan pala di lahan hutan rakyat.

Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran data sekunder, wawancara terbuka dan mendalam. Narasumber dipilih secara sengaja (purposive sampling) yaitu petani yang menanam pala di lahannya sebanyak 20 orang.

Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pala memiliki prospek yang baik sebagai salah satu jenis tanaman untuk pengembangan hutan rakyat karena terdapat faktor-faktor yang mendukung pengembangannya yaitu: 1) lahan secara bio fisik sesuai untuk pertumbuhan tanaman pala, 2) secara sosial dapat diterima oleh masyarakat karena jauh sebelumnya sudah banyak petani yang membudidayakan pala di lahannya.

3) secara ekonomi memiliki harga yang cukup tinggi dan stabil sehingga memberikan tambahan pendapatan, 4) kondisi pemasaran baik buah maupun bibitnya sangat mudah, dan 5) perhatian pemerintah terhadap pengembangan pala pada tingkat produksi hingga pengolahan pasca panen cukup besar yang telihat dari adanya beberapa program yang berkaitan dengan pengembangan tanaman pala di wilayah ini.

Harga cengkeh dan pala tersebut sangat menunjang kebutuhan ekonomi masyarakat. Cengkeh dan pala mempunyai manfaat yang sangat tinggi sehingga menjadi  incaran para wisatawan untuk dapat dibudidayakan di luar pulau Halmahera.

Masyarakat Halmahera masih kurang peduli akan perlindungan tanaman cengkeh ini, sehingga yang mereka pikirkan hanya bagaimana cara mengelolanya menjadi uang tanpa berpikir bahwa wisatawan dari luar pun dapat mengambil harta yang ada di Halmahera tersebut.

Kelebihannya yaitu: a) dapat dijadikan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (semua telah diizinkan oleh lembaga kehutanan). b) pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya.

Kelemahannya  yaitu: a) adanya kelemahan aspek kelola hutan diantaranya yaitu perencanaan tata ruang yang tidak efektif dan tenurial yang lemah. b) manajemen hutan  yang kurang efektif. c) kelemahan tata kelola di sektor kehutanan serta penegakan hukum yang masih lemah pada pengelolaan hutan.

Untuk itu diperlukan solusi sebagai berikut; mengaitkan seluruh warga sekitar hutan untuk menjalankan program nasional: pengelolaan hutan, aktor pentingnya melibatkan pemerintah, swasta, masyarakat adat (usaha), mengendalikan penebangan yang merusak hutan, penebangan kayu secara illegal atau legal tapi melampaui batas perizinan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *