Nasional

Nakes tanpa APD Diimbau Tak Layani Pasien Covid-19

×

Nakes tanpa APD Diimbau Tak Layani Pasien Covid-19

Sebarkan artikel ini
Petugas medis dari Bidokkes Polda Malut mengenakan jas hujan saat turun menjemput pasien postifi Cobid-19 sore tadi (23/3). FOTO ISTIMEWA

HARIANHALMAHERA.COM – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama sejumlah organisasi profesi seperti Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia, dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengeluarkan pernyataan tertulis soal tuntutan ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan (nakes).

Dalam surat yang dikeluarkan pada Jumat (27/3) itu disebutkan, jika hal tersebut tak dipenuhi, nakes diminta sementara tidak ikut merawat pasien Covid-19. Surat yang ditandatangani Ketua IDI Daeng M. Faqih itu menjelaskan tiga hal yang tengah terjadi.

Pertama, dalam kondisi pandemi saat ini, setiap pasien yang diperiksa mungkin adalah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), atau pasien Covid-19. Kedua, setiap nakes berisiko tertular. Ketiga, jumlah nakes yang terjangkit makin meningkat, bahkan sebagian meninggal dunia.

Karena itu, organisasi profesi meminta terjaminnya APD yang sesuai untuk setiap nakes. Apabila hak itu tidak terpenuhi, anggota profesi dari setiap organisasi terkait diminta untuk sementara tidak ikut menangani pasien Covid-19. Selain demi melindungi diri, juga untuk menjaga keselamatan sejawat. Sebab, dengan tertularnya sejawat, selain mereka akan jatuh sakit, pelayanan penanganan pada pasien bakal terhenti. Selain itu, mereka dapat menularkan kepada pasien.

Daeng menegaskan bahwa surat tersebut merupakan imbaun kepada nakes. Bukan ancaman. ”Jadi, yang pakai APD boleh merawat pasien Covid-19, yang tidak pakai APD tidak diperkenankan merawat pasien Covid-19,” ujarnya.

Baca Juga: Karantina Wilayah Diterapkan Terbatas

Dia mengakui, jumlah APD saat ini tidak cukup. Masih dibutuhkan dalam jumlah banyak dan kontinu. Sebab, APD idealnya hanya dipakai sekali. Apalagi, pasien terus bertambah. Artinya, kebutuhan pun terus bertambah.

Dikonfirmasi tentang kondisi APD yang menipis, Syafak Hanung, direktur utama RSUP Fatmawati Jakarta yang menjadi salah satu RS rujukan pasien Covid-19, tidak banyak merespons. Dia hanya mengungkapkan akan melakukan pengecekan terlebih dahulu karena baru ada tambahan. ”Tadi ada tambahan dari DKI dan donasi,” katanya.

Namun, diakui, secara garis besar, kondisi ketersediaan APD sempat langka. Pihaknya sempat membeli dengan harga selangit. ”Alhamdulillah, ada donasi dan pemberian dari Kemenkes. Serta mulai ada di distributor,” ungkapnya.

Direktur Utama RS Paru dr H.A. Rotinsulu Bandung Edi Sampurno memastikan, APD di rumah sakit yang dipimpinnya masih cukup. Dia menegaskan bahwa APD sangat penting untuk melindungi nakes.

Sementara itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memilih Malaysia sebagai salah satu negara untuk uji coba efektivitas Remdesevir. Itu adalah obat yang diklaim paling efektif untuk menangani pasien yang terkena virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

Badan Keamanan Nasional (NSC) Malaysia mengungkapkan bahwa negara tersebut terpilih karena kemampuan Kementerian Kesehatan dalam melakukan penelitian. ”Kementerian Kesehatan akan memberikan Remdesevir kepada pasien Covid-19 dan memonitor semua efek samping serta efektivitasnya,” ujar Dirjen Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah seperti dikutip The Straits Times.

Malaysia bukan satu-satuya negara yang dipakai sebagai tempat uji coba. Ada 45 negara yang ditunjuk. WHO menyebut itu sebagai solidarity trial alias uji coba solidaritas. Pasien di Oslo University Hospital, Norwegia, menjadi orang pertama yang menjalani terapi tersebut.

Ada empat jenis yang digunakan untuk uji coba WHO tersebut. Yaitu, Remdesivir, obat malaria Chloroquine dan Hydroxychloroquine, serta kombinasi obat HIV Lopinavir dan Ritonavir. Yang terakhir adalah kombinasi Lopinavir dan Ritonavir ditambah dengan Interferon-beta. Setidaknya satu di antara pengobatan di atas diharapkan ampuh. Pasalnya, hingga detik ini antivirus untuk SARS-CoV-2 belum siap. Dibutuhkan sekitar setahun lagi jika harus produksi masal. (jpc/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *