OpiniPolitikTidore Kepulauan

Bawaslu; Antara Integritas dan Pilkada yang Tertunda

×

Bawaslu; Antara Integritas dan Pilkada yang Tertunda

Sebarkan artikel ini

Oleh: Bahrudin Tosofu

Ketua Badan Pengawas Pemilu Kota Tidore Kepulauan

 

CORONA virus disease 2019 atau disingkat Covid-19, yang oleh lembaga kesehatan dunia (WHO) diberi status pandemi [sebuah wabah yang terjadi secara global], memaksa seluruh aktivitas terhenti. Termasuk agenda Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 – 2024 di Kota Tidore Kepulauan (Tikep), Provinsi Maluku Utara.

Perhelatan demokrasi itu disepakati ditunda selama tiga bulan, sehingga pemungutan suara akan dilakukan pada 9 Desember 2020. Namun apabila pandemi Covid-19 masih belum teratasi hingga batas waktu tahapan kembali dimulai, maka akan dibuka peluang penundaan selambat-lambatnya 2021.

Kesepakatan itu muncul dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan, dan perwakilan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), pada Selasa 14 April 2020.

Dalam rapat itu, ada tiga opsi penundaan pilkada yang diusulkan KPU, yakni Desember 2020, Maret 2021, dan September 2021. Adapun pilkada 2020 sedianya berlangsung 23 September. Salah satu bagian kesimpulan itu juga menyebutkan, sebelum dimulainya pelaksanaan lanjutan tahap pilkada serentak 2020, Komisi II DPR bersama Mendagri dan KPU akan melakukan rapat kerja.

Ketua Bawaslu Abhan sendiri lebih berpendapat, pilihan yang paling aman adalah melaksanakan pilkada pada September 2021. Ini berhubungan dengan sejumlah hal. Seperti anggaran pemilu dan kepastian hukum.

Seiring surat edaran dari Bawaslu RI Nomor: 0252/K. BWS/PM.00.00/3/2020 tentang pengawasan penundaan tahapan penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota tahun 2020 dalam upaya pencegahan penyebaran covid-19 yang ditindaklanjuti dalam rapat via video conference oleh Bawaslu Provinsi Maluku Utara dengan komisioner Bawaslu Kabupaten/Kota se Maluku Utara, kami di Bawaslu Kota Tikep pun langsung menonaktifkan 24 komisioner  panitia pengawas kecamatan lewat surat keputusan penonaktifan Panwascam dan Sekretariat se-Kota Tikep yang terhitung sejak 31 Maret 2020 hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Ini juga berimbas pada penundaan pelantikan panitia pengawas desa dan kelurahan (PDK) yang sebelumnya diundur pada April, tapi kemudian ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Penundaan itu membuat hampir seluruh pihak menerimanya tanpa terkecuali. Maklum, ada pertimbangan medis yang menyangkut kesehatan dan keselamatan jiwa seseorang. Sebab rangkaian pilkada adalah satu di antara agenda yang melibatkan banyak orang.

Social distancing [jaga jarak] hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar [PSBB], menjadi aturan yang ketat. Tujuannya untuk memutus rantai penyebaran virus yang bermula dari Cina, negara dengan julukan tirai bambu tersebut.

Persoalan sekarang, di balik virus penumonia berat itu, ada riak-riak kecil yang ikut hadir di baliknya. Saling sindir. Penundaan pilkada dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk saling menjatuhkan. Berbagai opini liar hingga tuduhan yang tak berdasar, turut mewarnai merebaknya virus tersebut.

Pada kelompok oposisi, ada kampanye terselubung di balik penyaluran bantuan, hingga jualan citra semata yang tersemaikan di antara masyarakat, bertebaran sana sini. Pada kelompok petahana, terlontar sindiran di antara pendukung petahana dan pendukung oposisi. Aksi balas-pantun itu menghiasi jejaring media sosial.

Musibah yang seharusnya dijadikan cerminan dalam melihat sisi kemanusiaan kita seakan tercoreng. Harapan saling bahu-membahu dalam penanganan virus, jauh dari harapan hanya karena persoalan kepentingan yang semu. Lalu bagaimana posisi Bawaslu ?.

Integritas

Seperti yang sudah disentil penulis di atas, bahwa kalimat ‘penundaan’ adalah suatu hajatan yang dihentikan sementara waktu dengan alasan tertentu. Tunda bukan berarti dihilangkan atau dihapus. Tapi ada pertimbangan medis yang mengharuskan segala kegiatan dengan melibatkan banyak orang, dihentikan.

Berhenti – lawan katanya – berlanjut. Sedangkan lanjutannya tergantung keputusan dari pemerintah pusat. Tentu jika kondisi sudah berangsur pulih. Maka pada konteks ini, sikap integritas yang tertanam dalam tubuh Bawaslu beserta struktrur-strukturnya, tak harus ikut ditunda.

Semakin jelas bahwa dari berbagai opsi penundaan pilkada, tidak ada poin secara khusus yang menyebutkan, bahwa sikap-sikap integrsitas atau fungsi-fungsi pengawasan di tubuh Bawaslu harus ditiadakan, dihapus, apalagi dihilangkan.

Sebab integritas adalah nilai yang wajib dipertahankan dalam kondisi apapun dan di manapun. Integritas bukan objek, yang dipandang sebagai sesuatu yang bisa ikut ‘dipending’ atau ditunda. Sebagaimana dikatakan Jack Welch, dalam bukunya berjudul “Winning”, disebutkan bahwa integritas adalah sepatah-kata yang kabur atau tidak jelas.

Analogi ini kemudian melahirkan pertanyaan. Bagaimana menguji sikap netralitas Bawaslu, terutama di tengah dinamika baku balas pantun yang ditunjukkan para pendukung dari masing-masing kandidat, dengan backround penanganan “covid-19”.

Bagi penulis, netralitas tidak perlu diuji. Sebab netralitas adalah fungsi. Yang diuji adalah integritas. Karena integritas-lah yang menentukan netral dan tidaknya seseorang. Netral dalam arti tidak didikte. Juga bukan berarti berdiri di tengah sebagai wasit event olahraga. Karena di tengah-tengah justru membuat kita tidak mampu bersikap.

Kesimpulannya, fungsi pengawasan harus tetap jalan. Dalam arti, sikap intelegensia dalam melacak setiap pelanggaran-pelanggaran yang tercantum pada poin-poin yang telah diatur, harus tetap dijalankan. Walau skemanya tak seperti dalam kondisi normal.

Mengakhiri pandangan singkat ini, penulis kembali ingatkan, bahwa Integritas merupakan salah satu atribut terpenting. Sebuah kunci yang harus melekat dalam diri seseorang. Integritas adalah sebuah konsep yang berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan, nilai, metode, ukuran, prinsip, serta ekspektasi dalam berbagai hal.

Integritas sendiri berasal dari kata Latin “integer” yang berarti, sikap yang teguh dalam mempertahankan prinsip, sekaligus sebagai sifat yang menunjukan kesatuan yang utuh. President dari Reflections Ministeries, Atlanta, menggambarkan integritas sebagai lawan dari kemunafikan. Artinya, Integritas dibutuhkan oleh siapa saja. Tidak hanya pemimpin, tapi juga yang dipimpin. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *