EkonomiTidore Kepulauan

Setelah Tol Laut Hadir di Tidore

×

Setelah Tol Laut Hadir di Tidore

Sebarkan artikel ini
Aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Laut Tri Kora Kota Tidore Kepulauan. Foto: UPP Kelas III Soasio Tidore

Mitra Pelni Pun “Terusir” dari Pelabuhan

HARIANHALMAHERA.COM–Polemik rebutan pengelolaan Pelabuhan Tri Kora di Kota Tidore Kepulauan (Tikep) yang merupakan pelabuhan tol laut antara Pemkot Tikep dengan PT Amasing Lintas Ekspedisi selaku mitra PBM (Perusahaan Bongkar Muat) yang ditunjuk PT Pelni, ternyata menyeruak aroma tak sedap. Dugaan kuat, kasus pengiriman mobil pribadi Wali Kota lewat tol laut 2019 pun diduga pemicu dibalik polemik yang belum berakhir ini.

“SURAT ini salah alamat,” kata Ibrahim Albanjar, Kepala Cabang PT. Amasing Lintas Ekspedisi, kepada Harian Halmahera, Jumat (3/4) pekan lalu. Surat yang dimaksud Ibrahim adalah surat pembekuan PT. Artha Jaya Logistik (AJL) dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemkot Tikep.

DPMPTSP menduga, Ibrahim adalah penanggung jawab PT. AJL. “Padahal saya hanya pelaksana biasa di lapangan. Bukan penanggung jawab perusahaan,” katanya, seraya mengirim surat pembekuan itu kepada Harian Halmahera via Whatsapp.

Sementara, sesuai surat perihal izin operasional yang dikeluarkan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Soasio ke PT. AJL pada 13 Maret 2018 itu, tertera penanggung jawab PT AJL adalah Afandi A. Hamza Wali. Sedangkan Direktur Utama (Dirut)-nya, Arham Abbas. Tak ada nama Ibrahim Albanjar.

Belakangan, pembekuan perusahaan yang beralamat di Ternate itu diduga kuat berkaitan dengan kasus temuan pengiriman mobil pribadi Wali Kota Tikep, Ali Ibrahim, lewat kapal tol laut pertengahan November 2019 melalui PT Tal Agung Langgeng.

Kasus ini awalnya bermula saat MS seorang karyawan PT. AJL yang bertugas mengawasi container di pelabuhan, terkejut ketika melihat sebuah mobil baru merek Triton merah dengan kode wilayah Jakarta, keluar dari kontainer.

Padahal, dalam daftar muatan, tertera ‘besi baja konstruksi’. Kejanggalan itu pun sempat diunggah MS di media sosial facebook. Namun mendadak dihapus setelah didesak salah seorang pejabat di Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Aman Mandiri.

Gegara postingan itu, MS sampai dipanggil Wali Kota. Di hadapan orang nomor satu di Tikep itu, MS tak bisa membantah. Saran dari beberapa pegawai, mohon maaf adalah solusi. “Padahal saya bertanggung jawab memberikan keabsahan dari laporan itu,” ujar MS yang kini telah berhenti dari PT. AJL saat ditemui Sabtu (4/4).

Belakangan Wali Kota mengakui kalau mobil itu adalah miliknya pribadi. Pernyataan itu kontras dengan isi surat rekomendasi yang dikeluarkan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Tikep yang tertulis ‘mobil operasional pemerintah daerah’ dan ditandatangani sendiri olehnya.

Kasus yang menghebohkan publik Tidore itu, membuat PT. Tal Agung Langgeng, perusahaan ekspedisi pengirim mobil tersebut yang berkedudukan di Surabaya, ditangguhkan selama tiga bulan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Dari peristiwa itu, nuansa sentimental terhadap Ibrahim kian menguat. Perusahaan Bongkar Muat (PBM) PT. Amasing Lintas Ekspedisi yang ditunjuk dia datangkan ke Tidore, kena imbas.

Ibrahim ditolak Pemkot lewat surat pemberhentian operasional, yang dikeluarkan DPMPTSP pada 27 Maret 2020. Karena surat itu ditujukan ke PT. AJL. Bukan PT. Amasing Lintas Ekspedisi. Sementara, alasan pembekuan PT. AJL, karena sejak mulai beroperasi pada 2017 hingga 2020, PT AJL tidak pernah memasukan laporan ke DPMPTSP.

Ibrahim pun membantah alasan itu. Selaku mantan pelaksana PT. AJL kala itu, ia mengaku setiap bulan selalu mengirim rincian kegiatan dan keuangan ke KUPP dan Disperindagkop. “Ke Disperindagkop untuk kepentingan program tol laut, dan itu berjalan setiap bulan. Termasuk pembayaran jasa-jasa di pelabuhan. Semua selalu saya lunasi,” tuturnya.

Saat kabar pembekuan itu berhembus, mantan Kepala KUPP Kelas III Soasio, Rosihan Gamtjim, meminta Ibrahim mencari perusahaan baru, agar dapat kembali beraktivitas di pelabuhan. “Pak Rosihan minta saya buka cabang di Tidore,” katanya.

Pada 25 November 2019, Ibrahim pun memperoleh PT. Amasing Lintas Ekspedisi, dan menyewa sebuah ruangan di area pelabuhan untuk kantor. Namun saat gedung yang disewa direhabilitas, Ibrahim pun pindah ke Kelurahan Tomagoba. “Tapi Pak Rosihan minta saya berkantor di area pelabuhan. Katanya biar lebih dekat,” katanya.

Atas permintaan itu, Ibrahim pun mendatangkan material bangunan untuk persiapan pembangunan kantor baru. Bahkan, 2 Desember 2019, dia membuat surat permohonan pembukaan kantor cabang, sekaligus sewa lahan untuk kantor di area Pelabuhan Trikora.

Apesnya, sebelum kembali ke Tidore, Rosihan ternyata dipindahtugaskan ke Papua. Sementara, Soleman yang menggantikan posisi Rosihan sebagai Kepala KUPP Kelas III Soasio, tidak pernah menindaklanjuti permohonan tersebut. “Seharusnya Pak Soleman panggil saya untuk menjelaskan, mungkin ada kekurangan apa begitu, yang harus saya penuhi. Tapi itu tidak pernah sama sekali,” ucapnya.

Akibatnya, PT. Amasing yang berkantor pusat di Bacan, Halmahera Selatan, tak diizinkan beroperasi di Tidore. “Tapi saya tidak pernah dapat surat pencabutan, baik dari KUPP maupun DPMPTSP. Mereka hanya menyampaikan secara lisan,” katanya.

Ibrahim mengaku sempat memperlihatkan data-data perusahaan barunya itu ke Kepala DPMPTSP Tidore, Yunus Elake. “Tapi dia (Yunus, red) bilang, banyak persyaratan yang masih kurang. Tapi tidak dijelaskan kekurangannya apa,” ujarnya.

Ibrahim menduga, upaya “pemblacklistan” PT Amasing ini tak lepas dari kasus pengiriman mobil Wali Kota kala itu. Bukan semata-mata pada persyaratan. “Itu disampaikan langsung oleh Kepala KUPP, Pak Soleman. Di bilang, karena ada nama saya dari dua perusahaan ini,” jelasnya.

Langkah DPMPTSP melarang Ibrahim untuk tidak lagi beraktivitas di pelabuhan Trikora, ditantangnya. “Saya bilang, kalau begitu harus ada surat resmi dari KUPP. Karena ini bukan wilayah DPMPTSP, tapi otoritas pelabuhan,” ujarnya.

Ibrahim sempat mengadu ke Kepala KUPP, Soleman. Namun Soleman tetap bersandar pada keputusan DPMPTSP. “Pak Soleman bilang, kenapa harus KUPP lagi. Kan sudah ada surat dari DPMPTSP,” kata Ibrahim.

Seharusnya, jika syarat-syarat administrasi perusahannya belum lengkap, KUPP berwenang memberikan arahan. “Minimal dia kasih petunjuk, saya harus berkoordinasi dengan instansi apa, tapi ini kan tidak pernah,” tuturnya.
Sementara, Kepala DPMPTSP Tikep, Yunus Elake mengaku surat pembekuan tersebut ditujukan ke PT. AJL. “Bukan PT. Amasing,” tandasnya.

Namun pernyataan Yunus seakan pukul rata, ketika disebut nama PT. Amasing. “Mereka belum ada izin operasional dari KUPP. Kantor cabang di Tidore juga tidak ada. Pak Ibrahim tidak pernah melaporkan, jadi kami tidak tahu,” tuturnya.

Yunus mengaku sudah mengecek di KUPP. “Katanya PT. Amasing ini sudah pernah diarahkan untuk bentuk kantor cabang sesuai persyaratan, tapi sampai sekarang tidak ada,” tuturnya.

Disebutkan bahwa Ibrahim tidak pernah diarahkan oleh Kepala KUPP, Yunus terhenyak. “Oh begitu?. Oh. Itu masalahnya Pak Soleman itu, seharusnya dia koordinasi,” ucap Yunus.

Menurut Yunus, biasanya izin di pelabuhan dikeluarkan DPMPTSP Provinsi. DPMPTSP Kota hanya mengeluarkan izin usaha. “Bukan izin operasional di pelabuhan. Nanti kalau izin usahanya apa dan di mana, itu urusan Perumda. Bukan kami,” tukasnya. (kho)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *