EdukasiNasional

Target Minimalis Peta Jalan Pendidikan 2020–2035 Disorot

×

Target Minimalis Peta Jalan Pendidikan 2020–2035 Disorot

Sebarkan artikel ini
KAMPANYE: Para siswa di Desa Kawasi berkampanye kelilung desa membawa pamflet berisi ajakan budaya membaca

HARIANHALMAHERA.COM – Kemampuan anak Indonesia dalam memahami bacaan mengacu pada Programme for International Student Assessment (PISA) terbilang rendah, yakni di angka 371 poin. Coba bandingkan dengan Singapura yang memiliki 549 poin. Atau, dengan negara tetangga Malaysia (415 poin) dan Thailand (393 poin)

Namun, itu tak lantas membuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memasang target tinggi dalam peta jalan pendidikan Indonesia 2020–2035. Sejumlah kalangan pun menilai target capaian Kemendikbud yang tertuang dalam peta jalan itu minimalis alias rendah.

Misalnya, terlihat dari target kenaikan skor PISA hingga 2035. Bahkan, target kenaikan skor PISA yang dipatok Kemendikbud berada di bawah nilai rata-rata skor PISA periode 2018 yang diumumkan Desember 2019. Untuk skor literasi atau bahasa, contohnya, periode 2020–2025 ditargetkan naik menjadi 396 poin. Padahal, rata-rata dunia ada di angka 487 poin. Begitu pun untuk indikator numerasi atau matematika dan sains. Semuanya di bawah nilai rata-rata pemeringkatan PISA 2018.

Pengamat pendidikan Indra Charismiadji prihatin dengan target capaian nilai PISA dalam dokumen peta jalan itu. ’’Urusan membaca kan paling sederhana dalam pendidikan,’’ katanya. Menurut Indra, skor yang dipatok Kemendikbud harus bisa lebih tinggi. Misalnya, di angka 500 poin.

Dia mengingatkan bahwa negara lain pasti juga berpacu meningkatkan skor PISA masing-masing. Dengan begitu, ke depan nilai rata-rata capaian PISA ikut naik.

Jika nilai yang dipatok Kemendikbud terlalu rendah, Indra mengkhawatirkan posisi Indonesia konsisten di ranking bawah. ’’Mengamati target yang ditentukan pemerintah, jelas-jelas belum bisa dikatakan unggul,’’ tuturnya.

Kemendikbud tidak memberikan komentar banyak terkait target kenaikan skor PISA yang minimalis itu. ’’Kami menggunakan estimasi moderat,’’ kata Plt Dirjen PAUD-Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad kemarin (7/5).

Dia menuturkan, estimasi moderat itu berdasar tren skor PISA yang diperoleh siswa Indonesia sejak periode 2000 lalu. Terkait strategi apa yang akan ditempuh Kemendikbud, Hamid tidak memberikan penjelasan mendetail.

Namun, dari dokumen peta jalan pendidikan Indonesia Kemendikbud yang masih berupa draf tersebut, Kemendikbud akan menerapkan asesmen atau penilaian kompetensi minimum kinerja sekolah berdasarkan literasi dan numerasi siswa. Melalui cara itu, siswa dan guru menjadi familier dengan model soal berstandar internasional seperti yang dipakai saat penilaian PISA. Dengan begitu, skor PISA Indonesia bisa meningkat.

Dalam dokumen tersebut juga disimpulkan capaian Indonesia dalam penilaian PISA. Yaitu, Indonesia konsisten sebagai salah satu negara dengan peringkat hasil PISA terendah. Kemudian, skor PISA Indonesia cenderung stagnan dalam 10 hingga 15 tahun terakhir.

Analisis lainnya adalah perundungan yang dialami siswa di Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan rara-rata perundungan di negara-negara anggota OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) selaku penyelenggara PISA. Pada 2018 rata-rata 41 persen siswa di Indonesia mengalami perundungan. Sementara itu, rata-rata di negara anggota OECD hanya 23 persen. Siswa yang sering mengalami perundungan memiliki skor 21 poin lebih rendah dalam membaca.

Faktor lainnya adalah pola pikir untuk berkembang. Kemendikbud menuliskan hanya 29 persen siswa Indonesia yang memiliki pola pikir berkembang. Mereka adalah yang setuju bahwa kepandaian adalah sesuatu yang bisa berubah banyak. Sementara itu, rata-rata di negara OECD adalah 63 persen siswa memiliki pola pikir berkembang.

Nilai PISA Indonesia sempat dibahas dalam rapat khusus yang dipimpin Presiden Jokowi pada awal April lalu. Jokowi meminta dilakukan perbaikan proses belajar. Terutama dalam hal penggunaan teknologi informasi dan komunikasi serta perbaikan lingkungan belajar siswa. ’’Termasuk (perbaikan, Red) motivasi belajar, menekan tindakan perundungan di sekolah,’’ katanya saat itu. (jpc/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *