Kolom

Kerja Besar Gugus Tugas

×

Kerja Besar Gugus Tugas

Sebarkan artikel ini
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/hp.

Oleh: Andre Rahadian

Ketua Tim Koordinator Relawan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Ketua Umum ILUNI Universitas Indonesia

 

SEJAK menandatangani Keppres pada 13 April 2020 dengan No 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional, Presiden Jokowi langsung menugaskan Kepala BNPB merangkap sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Sebelumnya, Presiden Jokowi juga telah menerbitkan Keppres No 9/2020 tentang Perubahan atas Keppres No 7/2020. Di Keppres No 9 itu, Kepala Negara menugaskan kepala daerah menjadi Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah. Namun, dalam menetapkan kebijakan di daerah masing-masing harus memperhatikan kebijakan pemerintah pusat.

Tidak mudah merangkul semua e lemen untuk kerja bersama mengatasi persoalan bencana kesehatan yang menjadi bencana nasional. Gugus Tugas pun merangkul para relawan yang bersedia membantu pekerjaan besar ini. Maka, terbentuklah kelompok relawan di Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Tugas kelompok relawan ini membantu segala persoalan yang tengah dan akan dihadapi Gugus Tugas yang dibentuk pemerintah pusat. Dalam organisasi itu, banyak orang kompeten untuk membantu Kepala Gugus Tugas Letjen Doni Monardo. Dalam perjalanannya, saat bahumembahu melawan virus covid-19 dengan fungsi sebagai Ketua Koordinator Relawan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, kami menemukan banyak persoalan, terutama soal akurasi data dari berbagai instansi baik pusat maupun daerah.

Masalah data soal penanganan virus ini awalnya terlihat sepele. Namun, menjadi serius tatkala data itu menjadi acuan dalam mengambil kebijakan menangani pandemi ini. Sangat berbahaya jika dalam proses menyajikan informasi ada data yang tidak terbuka. Lebih berbahaya lagi jika data yang disajikan ke publik tidak akurat karena persoalan koordinasi yang tidak baik.

Persoalan menyajikan data memang bukan perkara mudah meskipun harus ada protokol yang mesti dijalankan dalam mendapatkan dan mengolah data. Data yang dimaksud adalah data positif covid-19, sembuh, dan meninggal dunia. Meskipun bukan melulu pada perkara kasus covid-19, melainkan juga dalam segala hal terkait dengan pendataan penyebaran covid-19.

Contoh, saat pertama terbentuk 13 April 2020, bagaimana sulitnya Gugus Tugas mendapatkan data akurat dari RS di daerah khusus penanganan covid-19. Dalam hal ini Gugus Tugas mesti melakukan hal-hal sedikit memaksa RS agar bersedia memberikan data pasien positif, sembuh, dan meninggal untuk dikirim ke Kemenkes. Namun, cara yang dilakukan Gugus Tugas tidak lantas berhasil karena rupanya RS masih enggan memberikan data lantaran struktur dinas kesehatan tidak di bawah langsung Kemenkes, tetapi di bawah pemerintah provinsi atau kota/kabupaten.

Dinkes di daerah tidak berani memberikan data itu, apabila pemprov/kota dan kabupaten belum menyetujui. Inilah yang membuat proses pengambilan data dari RS di daerah menjadi sangat panjang dan lama. Sampai akhirnya Gugus Tugas mengambil alih proses pelaporan langsung ke pusat data Gugus Tugas agar bisa lebih tepat memprediksi kesiapan dan kebutuhan sektor medis menghadapi korona ini.

Tidak Terpusat

Bukan saja soal pengambilan data pasien positif, sembuh, dan meninggal, persoalan lain juga muncul terkait dengan kesiapan laboratorium tes polymerase chain reaction (PCR) yang tidak terkoordinasi satu pintu. Banyak instansi yang melakukan tes PCR, sebagian di bawah Kemenkes.

Ada juga di bawah BPPT, sebagian di bawah Kementan. Padahal, kita ketahui bahwa tes PCR ini penting untuk memetakan penyebaran covid-19 yang manfaatnya bisa diambil pemerintah pusat dan daerah, dalam menentukan kebijakan penanganan covid-19. Barulah, tujuh minggu setelah Gugus Tugas terbentuk pada 13 April 2020 persoalan tes PCR bisa disatukan di bawah komando Gugus Tugas.

Banyak yang mengatakan data penderita positif terus bertambah dari hari ke hari masih tetap belum mencerminkan tren yang sebenarnya, hal mana perlu diketahui sebelum mulai mengambil kebijakan untuk melonggarkan PSBB. Menghadapi virus korona ini seharusnya kita paham, ini virus berbahaya yang mengancam nyawa manusia.

Apalagi, mengutip WHO sebagai Organisasi Kesehatan Dunia yang terbiasa meneliti soal wabah di seluruh dunia, virus korona ini sulit hilang. Terbukti, sudah hampir lima bulan virus masih terus hinggap di manusia.

Berkaca dari ini semua, Gugus Tugas membenahi satu per satu masalah di lapangan agar data dari daerah ke pusat menjadi sinergi dan konsisten. Gugus Tugas membuat berbagai panduan atau protokol resmi agar bisa dipahami dan ditaati sektor masing-masing, supaya sinergi jalan terbaik untuk menenangkan masyarakat terutama soal data akurat.

Peran relawan cukup penting mulai mengumpulkan sampai melakukan data entry mendukung tim pakar di Gugus Tugas agar rapi dan akurat. Bayangkan, betapa penting data yang disajikan Gugus Tugas untuk kemudian, pemerintah membuat kebijakan dalam rangka menyelamatkan kehidupan masyarakat dari pandemi ini. Kita juga tahu bahwa rakyat sudah banyak berkorban untuk melawan pandemi ini. Bahkan, sudah ada ratusan atau jutaan yang terkena PHK karena pandemi ini tak juga usai.

Mengutip data Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang baru dirilisbahwa sudah ada 15 juta jiwa terkena PHK karena kebijakan work from home (WFH). Data itu memang lebih besar jika dibandingkan dengan data Kemenaker yang menyatakan ada 2,8 juta jiwa yang di PHK per 20 April lalu. Namun, data PHK baik 15 juta maupun 2,8 juta itu tetap menyedihkan. Maka dari itu, dalam Gugus Tugas ini mesti ada prosedur yang ketat dalam menjalankan tugas masing-masing.

Dari data yang akurat akan timbul kebijakan yang baik. Kebijakan yang baik bisa membuat rakyat selamat dari ancaman virus korona sehingga kita bisa cepat kembali ke kehidupan normal yang baru atau disebut the new normal. Lihat saja Jerman sudah membuka lagi beberapa aktivitas bisnis dan olaharaga. Bahkan, tim Bundesliga sudah bertanding meskipun tidak ada penonton yang melihat.

Setidaknya, dengan kebijakan sesuai protokol dan panduan yang jelas bisa membuat ekonomi kita cepat pulih. Namun, jika kita masih abai dengan hal terkait data, jangan bermimpi virus akan lenyap dari Indonesia. Bahkan, bukan tidak mungkin bisa lebih parah jika kita tidak taat yang akan mengakibatkan kita sulit menjalani the new normal. Relawan berperan penting membantu Gugus Tugas menyampaikan protokol dan panduan ini di tengah masyarakat yang merupakan garis depan dalam memutus penyebaran virus.

Kita lihat masih sangat banyak masyarakat yang abai atas protokol dan panduan yang disampaikan pemerintah atau Gugus Tugas. Ketidakpedulian ini sangat berbahaya dalam upaya kita melakukan percepatan penanganan penyebaran covid-19. Memang banyak kekurangan ketika kita memulai usaha memutus penyebaran pandemi ini.

Namun, kita juga punya kelebihan besar, yaitu semangat gotong royong dari para relawan, perusahaan, akademisi, dan media dalam menyokong usaha pemerintah dan Gugus Tugas. Kita harus berani memecah semua kebuntuan dan ego yang dulu membatasi kemampuan kita bergerak cepat.

Mengutip kalimat Ironman, ini saatnya kita jalankan clean slate protocol. Mulai dengan paradigma baru di mana kita semua bersatu siap menjalankan protokol dan panduan yang dibuat berdasarkan data yang akurat, agar bangsa kita bisa Jangan biarkan usaha Gugus Tugas dan para relawan yang telah berjuang siang malam, 24 jam, menjadi sia-sia. Kita belum terlambat, kita pasti bisa, asal kita bisa kerja bersama!(*)

(Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/317488-kerja-besar-gugus-tugas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *