Nasional

Buka Sumbat Komunikasi Publik

×

Buka Sumbat Komunikasi Publik

Sebarkan artikel ini
Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin (Foto : Net)

HARIANHALMAHERA.COM–GELOMBANG demonstrasi pasca pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja seperti menjadi puncak tidak lancarnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat dalam setahun terakhir. Seolah ada jarak sehingga suara publik cenderung tidak mendapat tempat sebagaimana mestinya.

Sejumlah produk kebijakan publik acap kali diikuti berbagai kontroversi, baik berskala sedang maupun besar. Itulah yang terlihat jelas dari reaksi masyarakat terhadap sikap pemerintah terkait dengan perubahan UU KPK, perumusan UU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), ketidakpuasan publik soal penanganan pandemi dan penyelamatan ekonomi, serta yang terbaru pengesahan UU Cipta Kerja.

Pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, selama setahun kepemimpinan pada periode kedua menjadi presiden, Jokowi makin berjarak dengan rakyat. Ada proses komunikasi yang tersumbat antara lingkaran inti presiden dan dinamika sosial politik di tengah masyarakat. ”Tidak ada dialektika yang memadai antara pemerintah dan masyarakat,” ulasnya kepada Jawa Pos kemarin (20/10).

Presiden Jokowi, kata Umam, seolah bergeming menghadapi berbagai tekanan politik publik. Hal itu bisa saja dilatarbelakangi surplus kepercayaan diri Jokowi yang merasa bahwa gerakan sosial yang muncul belakangan ini hanya bersifat temporal, mudah terfragmentasi, dan gampang dijinakkan.

Namun, tersumbatnya komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat akan berimbas pada menumpuknya kekecewaan publik. ”Pemerintah harus sadar bahwa investasi kekecewaan publik ini bisa berubah menjadi self-delegitimation yang berdampak pada menurunnya kredibilitas pemerintah itu sendiri,” papar direktur eksekutif Romeo-Strategic Research & Consulting (RSRC) tersebut.

Menurut dia, presiden harus membuka ruang komunikasi politik publik. Dengan begitu, kebijakan-kebijakan publik benar-benar sesuai aspirasi dan ekspektasi masyarakat.

Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan juga menyoroti problem komunikasi dalam pemerintah. Bahkan, masalah itu terjadi di internal pemerintah, yakni antara pusat dan daerah. ”Saya lihat pemerintahan Jokowi belum maksimal membangun komunikasi dengan pemda,” terang Hinca. Terutama, pada awal penanganan pandemi, terdapat perbedaan antara pusat dan daerah.

Sementara itu, Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia Remy Hastian menuturkan, dalam setahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, Indonesia layaknya negeri dongeng. Banyak aturan yang dibuat kejar tayang. Bahkan jelas merugikan masyarakat. Teranyar, UU Cipta Kerja.

Menurut dia, pada masa pandemi, pemerintah seharusnya berfokus menangani Covid-19. Bukan malah bermanuver mengesahkan UU Cipta Kerja yang di dalamnya terkandung pasal-pasal yang dinilai bakal merugikan rakyat dan cacat prosedural.

Di bidang hukum dan HAM, Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menegaskan bahwa banyak yang harus dituntaskan pemerintah. Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah malah menunjukkan upaya pelemahan penegakan hukum dan HAM. Misalnya, soal KPK. ”Realisasi misi Jokowi-Ma’ruf jauh panggang dari api,” katanya. (jpc/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *