Halut

Perjuangan Hasbullah: Dari Lembaga Kajian, Sanggar Tari, Hingga Rumah Baca

×

Perjuangan Hasbullah: Dari Lembaga Kajian, Sanggar Tari, Hingga Rumah Baca

Sebarkan artikel ini
Hasbullah Dahlan bersama anak-anak komunitas literasi Satoe Mama di kampung halamannya, Desa Mailoa, Kecamatan Malifut, Kabupaten Halmahera Utara. Foto: Istimewa

“Cita-cita harus dikejar. Tak peduli apapun tantangan dan hambatan di depan. Justru di balik itulah ada harapan. Berikut perjuangan Hasbullah Adnan dalam mengejar impiannya untuk membangun desa”.

Peliput: Muammar Ternate

Redaktur: Nurkholis

 

DUNIA literasi seakan sudah melekat dalam diri seorang Hasbullah Adnan, pria berusia 34 asal Desa Mailoa, Kecamatan Malifut, Kabupaten Halmahera Utara (Halut).

Saat ini, alumnus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Kota Ternate itu, menjabat sebagai Ketua Pemuda Desa Mailoa, sekaligus Ketua Forum Literasi Halut.

Di 2010, terbesit cita-cita membangun rumah baca di desanya. Dalam mewujudkan niatnya itu, Hasbullah hanya melakukan seorang diri. Tak ada keterlibatan dari siapapun. Alasannya, ditakutkan akan muncul sifat ego atau perpedaan pendapat ketika kelompok literasi terbentuk.

Bermodal semangat dan dana yang seadanya, pria yang disapa Apul ini akhirnya membangun sebuah lembaga kajian di desa yang diberi nama Forum Kajian Siswa atau Forkasis. Tujuan pembentukan lembaga itu untuk meningkatkan minat baca dan menulis.

Lembaga Forkasis ini hanya difokuskan untuk siswa SMA sederajat. Dalam proses pengembangannya, Apul kerap memotivasi anak-anak didikannya. “Kalian harus menjadi diri sendiri. Jangan pernah mau menjadi orang lagi,” demikian petikan kalimat motivasi tersebut.

Bagi dia, keberhasilan orang lain cukup dijadikan sebagai motivasi. Sebab ketidaktahuan bisa membuat kita dibodohi hingga diasingkan. Tapi semua itu bisa dilawan dengan membaca.

Sebab, menurut dia, tanpa membaca, kita tidak akan tahu tentang perkembangan sebuah zaman. Sedangkan tanpa menulis dapat membuat kita dilupakan oleh zaman.

Foto bersama para anak-anak komunitas literasi Satoe Mama. Foto: Istimewa

Dalam mewujudkan cita-citanya itu, Hasbullah kerap mendapat tekanan dari sebagian orang-orang di desanya. Melihat dinamika itu, Hasbullah pun berangkat ke Jawa. Memasuki 2012, ia pun kembali ke Desa Lelilef Bailulef, Kabupaten Halmahera Tengah, dan membangun Sanggar yang diberi nama Loga-Loga Kreatif.

Sanggar yang dibentuk Hasbullah itu berjalan hingga April 2013. Kala itu, dalam hajatan Legu Gam, pihak panita dari Kesultanan Ternate mengundang Sanggar Loga-Loga untuk tampil membawakan tarian.

Setelah tampil di acara Legu Gam, Sanggar Loga-Loga kembali diundang oleh pihak Kedaton Kesultanan Ternate, untuk tampil membawakan tarian Lala Gendong. “Lala Gendong ini adalah tarian perdana yang ditampilkan Sanggar Loga-Loga di Kesultanan Ternate pada 2013 silam,” tuturnya.

Sukses pembawa harum nama sanggar Tari Loga-Loga Kreatif, Hasbullah memilih kembali ke tanah Jawa hingga pulang ke Mailoa, tanah kelahirannya pada 2015. Di situ, ia membentuk satu Sanggar Tari bernama ‘Mohonas’ yang berarti ‘sakit’ dalam bahasa Suku Makian.

Kala itu, dalam pembentukan Sanggar Tari Mahonas, lagi-lagi Hasbullah mendapat tekanan dari tokoh masyarakat setempat. Hasbullah pun kembali memutuskan berhijrah ke tanah Jawa.

Sebab sebelum ia kembali ke desanya, Hasbullah sempat membentuk Sanggar Tari di 2014 yang diberi nama Rumah Anak Sebuah Bangsa atau Ranseba.

Termasuk membentuk Sanggar Tari di Kampong Inggris pada 2015 yang diberi nama Teater Anak Nusantara atau TAN. Sedangkan di 2016, ia kembali membentuk Sanggar di Kota Malang, yang diberi nama Malaka.

Selain aktif mendirikan Sanggar Tari, Hasbullah juga sempat membangun rumah baca yang didirikan di dekat Gunung Kelut, yang diberi nama Dewa Ruci yang berarti Desa Wahana Rumah Ceria. “Dari rumah itu saya sering melampiaskan kesendirian di rumah, atau paling tidak ke makam Tan Malaka,” ungkap Apul.

Memasuki 2019, terjadi peristiwa gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kala itu, Hasbullah turut berangkat ke lokasi gempa. Namun bukan Hasbullah namanya jika tidak mendirikan komunitas literasi.

Dalam kesempatan itu, ia membangun satu rumah baca di Dusun Lenggorong, berbatasan dengan Lombok Utara dan Lombok Timur. Dari Lombok, Hasbullah bertolak ke Desa Langaleso, Palu, Sulawesi Tengah.

Hanya seorang diri, pemuda Desa Mailoa itu mencoba mempengaruhi pemuda desa setempat untuk kembali mendirikan sebuah rumah baca yang diberi nama Papulere atau Banua Pembaca Langaleso Kreatif.

Dalam wawancara, Hasbullah teringat, suatu ketika, diadakan pertemuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Nusantara. Saat itu, dengan tegas dirinya menegaskan bahwa pesatnya perkembangan pendidikan bukan di tanah Jawa, tapi Maluku Utara.

“Saya punya bukti, bahwa di Jawa masih banyak orang yang buta aksara. Sebab di Jawa pendidikannya hanya difokuskan di wilayah perkotaan,” katanya.

Setelah malang melintang di negeri orang, Hasbullah akhirnya memutuskan pulang ke desanya dan membentuk Sanggar Tari Satoe Mama. Kali ini, cita-cita Hasbullah menuai respon positif dari pemerintahan desa, dan tokoh masyarakat setempat.

Tepat 1 Mei 2019, Hasbullah akhirnya mendeklarasikan kehadiran Sanggar Tari tersebut. Itu berawal dari pertemuan antara pemuda linggar tambang dan Presiden Direktur (Presdir) PT. Nusa Halmahera Mineral (NHM), H. Robert Nitiyudo.

Dalam kesempatan yang berlangsung di apartement milik Robert Nitiyudo di Jakarta, pada September 2020 itu, sepak terjang Hasbullah pun sampai ke telinga H. Robert Nitiyudo. Hasbullah pun diapresiasi penuh oleh H. Robert.

Dengan sikap ringan tangannya, Presdir PT. NHM pun memberikan donasi secara pribadi kepada Hasbullah. Bukan atas nama perusahaan. Hal tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap Hasbullah dalam mewujudkan cita-citanya itu.

Dari donasi itu, Hasbullah pun membangun rumah baca, yang diberi nama seperti Sanggar Tari yang sempat didirikannya, yakni Satoe Mama. Rumah baca tersebut akhirnya diresmikan pada 26 September 2020.

Dalam acara peresmian tersebut turut dihadiri Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Halut, Camat Malifut, Departemen Corporate Social Responsibility (CSR) PT. NHM, Kepala Desa Mailoa, beserta tokoh-tokoh masyarakat desa lainnya.

Namun bentuk apresiasi Presdir PT. NHM tidak berhenti sampai di situ. H. Robert Nitiyudo pun akhirnya membelikan satu unit mobil untuk mempermudah aktivitas Hasbullah dalam mengembangkan cita-citanya itu.

Dari serangkaian perjuangan dan bentuk apresiasi dari orang nomor satu PT. NHM tersebut, Hasbullah bertekad agar tidak ada lagi buta aksara di negeri ini. Dengan begitu, tentu harus ada gerakan literasi yang dihidupkan di masing-masing daerah.

Mengutip penuturan dari Tan Malaka, seorang tokoh nasional yang dikaguminya, bahwa “Ilmu yang kita punya adalah milik bangsa, maka harus berbagi kepada bangsa.”

 “Kalimat ini yang selalu saya ingat dalam setiap perjalanan saya yang penuh rintangan. Karena Tan Malaka adalah salah satu tokoh bangsa Indonesia yang saya andalkan. Bahkan saya kerap menyebutnya tete (kakek) Tan,” pungkas Apul.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *