Kolom

Apa Nilai Positif dari Mereka yang Positif Tertular Covid-19?

×

Apa Nilai Positif dari Mereka yang Positif Tertular Covid-19?

Sebarkan artikel ini
ILUSRASI: Dav, karyawan mitra NHM saat menjalani perawatan tim medis di RS Darurat Covid-19, Tobelo, Halut beberapa waktu lalu.(foto: Dav for Harian Halmahera)

Oleh: Jubhar C. Mangimbulude

 

SETAHUN sudah kita belajar dari fakta hidup di tengah pandemic COVID-19. Ada banyak pengalaman berarti yang diperoleh. Walapun demikian, masih sulit untuk menakar tingkat kesadaran masyarakat (secara umum) dalam menerapakan protocol Kesehatan.

Pertanyaanya adalah apakah mereka tidak mengerti? Belum cukupkah informasi dan fakta covid yang mereka terima? Rasanya dalam setahun lewat (2020) negara telah mengeluarkan biaya banyak untuk penanganan covid termasuk di dalamnya edukasi masyarakat.

Faktanya, covid masih saja meningkat, belum ada tanda tanda berhenti?  Lalu apa yang harus dilakukan? Jika pemerintah bertanggng jawab untuk memutuskan matarantai covid di masyarakat maka objek yang menjadi target adalah masyarakat atau corona virus?

Mengawalai tulisan ini, saya ingin menyampaikan suatu fakta antropo-medis sekaligus menurut hemat saya adalah dasar strategi penanganan covid.  Fakta antropo-medis tersebut adalah sebagai berikut

  1. SARS-COV-2 (virus corona) adalah partikel tidak hidup, tetapi, dapat menjadi hidup apabila bertemu sel inang (manusia).
  2. Penyebaran SARS-COV-2 melalui orang ke orang.  Dengan demikian pola bergerakan orang (masyarakat) adalah gambaran tentang pola penyebaran SARS-COV-2 itu sendiri. Fakta ini tentunya menjadi jelas perlu pengaturan perilaku pergerakan masyarakat agar memperkecis proses transmisi (penularan) dan distribusi (penyebaran).

Pembuktian ilmiah telah menjadi dasar pijak pemerintah untuk membangun kebijakan pengaturan pergerakan masyarakat, namun itu belum cukup, butuh kepatuhan masyakarat terhadap kebijakan tersebut, dan agar masyarakat menjadi patuh, butuh kemauan individu untuk membentengi diri dengan sejumlah pengetahuan dalam  membangun kesadaran diri sehingga terjadi kematangan pengetahuan yang terukur melalui kesedaran berperilaku.

Tentunya pandangan ini masih dapat diperdebatkan (debatable), apapun itu soal penyebaran covid kritical pointnya ada di perubahan perilaku individu (masyarakat).  Penulis ingin mengajak kita persempit pembahasan dari skala global ke skala local khususnya di Kabupaten Halmahera Utara.

Fakta Penderita Covid yang tersembunyi di Halut

Monitoring pertamabah kasus COVID di Kabupaten Halmahera Utara sempat tidak terekspos luas dimasyarakat dalam beberapa bulan terakhir, karena terkendala dengan kecepatan alur informasi hasil pemeriksaan sampel  laboaratorium.

Kita semua tau bahwa sampai dengan bulan Desember 2020 hasil pemeriksaan sampel di Halmahera Utara harus di kirim ke ke Ternate untuk diperiksa dan memerlukan waktu 4-5 hari untuk mengetahui hasilnya.

Mengawali tahun 2021, Pemerintah Halmahera Utara telah mempunyai 1 unit Mesin RT-PCR yang baru pertama kali dioperasikan sejak tanggal 11 Januari 2020. Sepuluh hari sejak tangga beroperasi (tanggal 21) sudah hampir 500 sampel yang diperiksa.

Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui ada 107 yang dinyatakan positif. Sampel tersebut sebagain besar berasal dari masyarakat dari kecamatan padat pendduk seperti Tobelo,Tobelo Utara, Tobelo Tengah dan Tobelo Selatan, dari pasien di RSUD maupun pasien dari beberapa puskesmas.

Fakta bahwa ada yang positif covid, tidak harus dimengerti bahwa ada peningkatan kasus di wilayah ini, tetapi pembuktian adanya covid di wilayah ini karena semakin cepat terdeteksi dengan kehadiran mesin PCR di wilahah ini. Itu artinya jumlah positif yang diketahui akan meningkat jika makin banyak sampel yang dideteksi. Kasus ini sama kejadiannya dengan pendataan angka positif covid di  kota-kota besar.

Apapun itu, fakta 100-an sampel positif dari 500 sampel yang diperiksa mengindikasikan kuat tingkat kerapatan penyebaran covid (khususnya di kawasan dimana sampel tersebut diambil) tergolong tinggi dan perlu mendapat perhatian tindak lanjut. Secara statistik fakta tersebut dapat diintepretasi bahwa 1 dari 5 orang dicurigai telah positif covid.

Apakah Vaksin menjadil  Pilihan Menghentikan Penyebaran?

Prinsip dasar dalam kajian imunologi (salah cabang mikro-biologi yang mempelajari system kekebalan tubuh mahkluk hidup) system kekebalan tubuh terdiri dari sejumlah protin khusus yang membantu untuk mengenal adanya antigen (penyusup dari luar tubuh seperti virus, bakteri, jamur, ricketsia, khamir dan protozoa parasit) dari luar tubuh ke dalam tubuh.

Ada dua system kekebalan tubuh, yaitu system kekebalan yang diwariskan sejak lahir (inate immune) dan system kekebalatubuh yng terbentuk seelah berhadapan dengan antigen terntu (adaptive immune).

Dalam sejarah epidemiologi, penerapan imun adaptif sudah lama dipraktikan, dalam mengehentikan penyebaran penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Kemajuan ilmu pengatahun telah berhasil dikembangkan berbagai Teknik untuk membangun system kekebalan tubuh manusia secara adatif dan gradual (perlahan-lahan). Proses ini kemudian di kenal dengan istilah vaksin.

Secara teoritis, pemberian vaksin bertujuan untuk mengstimuli (menginduksi/merangsang) tubuh mengenal adanya antigen sehingga berkoordinasi membangun system pertahanan tubuh guna melawan antigen. Prosuk kekebalan yang dibentuk tubuh kemudian disimpan dan system memori tubuh, sehingga suatu waktu ada antigen yang sama masuk ke dalam tubuh, maka secara otomatis tubuh langsung membentuk system kekebalan.

Seperti Covid-19 penyebabnya adalah SARS-COV-2 adalah kelompok virus genus corona, tetapi spesies (jenis) nya baru. Para ahli baru berhasil menemukan vaksin dan telah diuji cobakan (uji klinis) dengan tingkat keberhasilan mencapai 65 %.  Pemerintah Indonesia telah menginstruksikan untuk wajib vaksin. Tujuan pemberian vaksin adalah memberikan sekaligus mendistribusikan kekebalan tubuh secara kolektif sehingga menghambat penyebaran COVID secara masih.

Tentunya, sebagai hal baru (vaksin covid-SINOVAC) ada banyak rumors bahkan hoaks yang berkembang sehingga menimbulkan ketidak tenagan dikalangan masyarakat. Memang respons tubuh tiap orang terhadap vaksin tidaklah sama. Itu sebabnya pemerintah telah menetapkan beberapa kriteria dalam vaksinasi. Salah satu diantaranya adalah bagi mereka yang pernah sembuh dari covid tidak pelu/wajib divaksinasi, karena diduga kuat mereka telah memiliki system kekebalan tubuh terhadap covid.

Dengan demikian sangatlah beralasan bahwa masyaraakat tidaklah perlu cemas apabila dirinya positif terkonfirmasi covid, karena ada nilai positifnya yaitu, dirinya tidak wajib di vaksin karena telah memiliki system kekebalan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *