Maluku UtaraTernate

DIBUTUHKAN SEGERA MESIN PCR

×

DIBUTUHKAN SEGERA MESIN PCR

Sebarkan artikel ini
MINTA KEPASTIAN: Aksi protes yang dilakukan puluhan pasien Covid-19 di Sahid Bela Hotel Ternate beberapa waktu lalu. FOTO ELFA/HARIAN HALMAHERA

HARIANHALMAHERA.COM–Lamanya penantian hasil swab test yang tak kunjung keluar, membuat para pasien Covid-19 yang tengah menjalani karantina di Sahid Bela Hotel Ternate, mulai hilang kesabaran.

Tak pelak, berbabagi aksi protes kepada pihak Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Malut pun mereka lakukan. Jika sebelumnya, aksi itu dilakukan dengan cara kabur
dari hotel, kali ini tidak demikian.

Pantauan Harian Halmahera, aksi protes puluhan pasien positif yang digelar sekitar pukul 08.54 pagi itu berlangsung di kawasan hotel bintang lima, tepatanya di areal kolam renang.
Sambil membawa pamflet, para pasien memprotes sikap GTPP Covid-19 Malut yang terkesan lamban dan tidak tranparan terkait dengan hasil pemeriksaan swab test.

SJ, salah satu pasien postifi asal Kelurahan Akehuda, Ternate misalnya, menuturkan sudah sebulan menanti hasil swab testnya. “Sampel sudah diambil sejak tanggal 17 Mei, tapi sampai tanggal 18 Juni, hasilnya tidak pernah disampaikan,” kata SJ.

Dia bersama rekan-rekan yang tengah berjuang di lokasi karantina pun meminta agar pihak tenaga medis yang menangani penyakit mereka memberikan sosialisasi mengenai hasil swab test sehingga pasien dapat memahaminya.

Y, salah satu rekan SJ, juga mengutarakan hal yang serupa. Ia mengaku saat dilakukan swab test awal memang berlangsung cepat. Sebab, saat sampel diambil pada tanggal 8 dan 9 Mei,
dia sudah menerima hasilnya pada tanggal 13 dengan hasil negatif.

Namun begitu, dia belum juga kunjung diberi izin pulang berkumpul bersama keluarganya. Karena itu, Y pun meminta jika pihak RSUD CB terlalu lama mengumumkan hasil uji specimen para pasien, setidaknya mereka diberikan pilihan untuk bisa melakukan swab tes secara mandiri. “Supaya torang tara perlu tunggu lama,” kesalnya.

Begitu juga dengan pasien positif berinisial F yang sudah sebulan dikarantina di Sahid Hotel. Ada beberpa hal yang dia keluhkan diantaranya jam makan yang telat hingga ancaman depresi. “Jangan-jangan kita ini bukan pasien Covid-19, tapi malah depresi dan lama-lama kami bisa gangguan jiwa,” cecernya seraya mengaku telah mengikuti semua protokol kesehatan selama di karantina.

Terpisah, dr. Handoro, salah satu dokter yang menangani pasien Covid di RSUD CB Ternate mengatakan, kondisi yang diderita pasien adalah wabah. Artinya tidak kelihatan, tetapi efeknya cukup jelas. “Kita akui ada beberapa kekurangan, ada yang 14 hari dan ada yang 20 hari ini merupakan kendala yang kami hadapi karema laboratorimun yang jauh,” tuturnya.

Karena itu dia pun meminta maaf kepada para pasien atas kondisi yang ada. Handoko pun mengaku meski lelah, namun dia dan para tenaga medis tetap memberikan pelayanan terbaik
untuk para pasien. “Namun disaat perawatan ini ada yang positf dan ada yang negativ, dan hari ini bakal ada dua orang yang sembuh,” ungkapnya.

Handoko juga mengaku merasa jenuh sama seperti pasien lainya. “Tapi jika karantina dirumah takutnya tidak maksimal, dan malah wabah ini tidak pernah berakhir,” ungkapnya.

Tidak hanya para pasien, reaksi yang sama juga datang dari panitia khusus (Pansus) Covid-19 DPRD Provinsi Malut. Pansus mempertanyakan tidak adanya langkah yang dilakukan Pemprov untuk mengadakan mesin PRC (Polymerase Chain Reaction). Padahal, anggaran penanganan Covid-19 yang dialokasikan cukup besar yakni Rp 163 miliar.

Sementara itu, dari hasil penelusuran Harian Halmahera, harga satu unit mesin PCR dengan kapasitas 70 sampel per hari dibaderol dengan harga Rp 1,5 Miliar.

Apalagi, disaat kasus postifi yang terus bertambah, ketersediaan fasilitas tersebut sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses penanganan pasien sehingga tidak lagi perlu menunggu hasil swab terlalu lama.

Ketua Pansus Ishak Naser menilai, dengan penyerapan anggaran yang baru mencapai Rp 40 miliar bagaimana penanganan bisa efektif, sementara di Malut saat ini mulai tahap awal menuju puncak pandemi. “Dengan tingginya angka OTG, ODP, PDP dan pasien positif, mengindikasikan bahwa harusnya kegiatan lebih banyak dilakukan oleh gustu dalam
penanganan” ujarnya.

Disisi lain, pencegahan dampak dengan jangka waktu sudah sekian lama berlangsungnya pandemi ini paling tidak sudah mempengaruhi aktifitas ekonomi kondisi sosial di Malut.

Olehnya, seharusnya ada program – program yang terlihat secara nyata dan lebih masif dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota Provinsi dalam hal ini GTPP Covid-19. “itu yang
harus dilakukan tapi kita melihat seprtinya ditangani tidak terlalu serius kalau hasil tidak efektif sudah pasti” ungkapnya.

Ishak lalu menyentil dampak dari tidak dijalankannya rekomendasi Pansus yang meminta dilakukan penutupan pasar serta akses transportasi selama 14 hari. “Perkiraan kita kalau tidak segera dipotong tidak menutup pasar- pasar dan sebagainya berati kita akan sulit mengendalikan transmisi lokal dan sekarang akibatnya semua terjadi transmisi lokal dalam
waktu singkat,” ucapnya.

Tanpa adanya alat swab, maka kunci untuk mengendalikan laju penularan adalah penerapan protkol kesehatan secara ketat. “Tidak ada tawar menawar dalam menerapkan protokol
kesehatan itu menjadi penting disamping harus ada upaya lebih intensif dan maksimal untuk memotong mata rantai,” tegasnya.

Disisi lain, meningkatnya pasien positif maka kapasitas karantina dan rumah sakit harus diperhitungkan. Namun yang menjadi ancaman saat ini adalah kapasitas RSUD CB. “Maka
jangan kita menunggu situasi yang terjadi, tapi kita antisipasi semenjak awal, itu yang Pansus inginkan kepada pemerintah” terangnya.

Deprov lanjut dia bukan pada posisi pengambil kebijakan namun, Deprov berwenang untuk menyampaikan pikiran-pikiran. Terutama GTPP Covid-19 terkait pengadaan alat swab. “Itu anggaran yang tersedia Rp 163 miliar, pengadaan kenapa mau ditahan-tahan. Masak sekarang masih ada ratusan orang yang hasil swab tergantung-gantung. Soal banyak orang yang sudah negatif satu kali tetapi harus menunggu hasil swab harus berapa lama menunggu di karantina.

Kalau anaknya harus menjadi tanggungjawabnya terus siapa yang mau mengurus pemerintah emangnya membantu?. Inilah hal – hal yang perlu didiskusikan secara bersama” kesal ishak.

Dikatakan, upaya pencegahan saat ini memang jauh lebih berat dari sebelumnya mengingat sudah terjadi transmisi lokal menyusul dibuka lagi pintu masuk udara (bandara). Padahal,
berkaca dengan pegalaman sebelumnya, harus dilakukan evaluasi untuk melihat apa yang masih kurang dan segera dibenahi. “Karena itu harus diawasi secera ketat. itu dua pekerjaan yang menjadi agenda proritas, karena itu kalau kemrin hanya satu jaga dipintu masuk sekarang harus jaga lagi didalam berarti beban kerja semakin besar di Gustu,” terangnya.

Bukan hanya dari Pansus, desakan kepada Pemprov untuk segera pengadaan mesin PCR juga datang dari Wali Kota Ternate Burhan Abdurahman. Sebagai daerah dengan jumlah kasus positif terbanyak, Burhan meminta Gubernur Abdul Gani Kasuba untuk segera merealisasikan janji pengadaan mesin PCR agar pemeriksaan sampel lebih cepat.

Dia menilai, tidak tersedianya mesin PCR, menjadi biang dari aks-aksi protes yang dilakukan pasien Covid di tempat karantina. “Penyebabnya pasien jadi jenuh. Selain itu, ini juga bisa membuat imun pasien naik dan juga turun, karena kondisi menunggu yang terlalu lama,”ungkap, Burhan usai rapat virual wakil presiden KH Ma’ruf Amin kemarin.

Ia mengaku, usulan agar RSUD CB segara miliki mesin PCR juga telah disampaikan sebulan yang lalu, pada saat mengikuti rapat virtual bersama Gubernur. “Namun tidak direspon dan
jadinya seperti sekarang ini semuanya dalam posisi masih menunggu,” katanya.

Sebelumnya, pihak RSUD CB Ternate beberapa waktu lalu dikabarkan telah menerima bantuan satu mesin PCR dari pemerintah pusat. Bahkan, kabar gembira itu juga dibenarkan sekretaris GTPP Covid-19 Malut Samsuddin a Kadir. Namun, belakangan, tumpukan kardus yang sudah tiba di RSUD tersebut ternyata bukan berisi mesin PCR melainkan APD (alat pelindung diri). (lfa/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *