Catatan Dahlan Iskan

Mute Efektif

×

Mute Efektif

Sebarkan artikel ini
Oleh : Dahlan Iskan

 

Debat terakhir Calon Presiden Amerika Serikat kemarin ternyata dimenangkan oleh Kristen Welker.

Dia adalah moderator debat di kota Nashville, Tennessee, itu. Nashville adalah “ibu kota” musik country. Kota itu dipenuhi bar dan live show terkait dengan lagu country. Toko-toko pakaian cowboy mendominasi pusat kotanya. Saya beberapa kali ke Nashville –termasuk saat menjadi peserta kongres senjata api.

Mengikuti jalannya debat kemarin ingatan saya melayang penuh ke Nashville. Tapi bukan karena itu kalau saya sampai sulit mencari celah kekurangan moderator debat ini.

Lihatlah pakaiannyi, tata rambutnyi, make up-nyi, ekspresi wajahnyi, intonasi suaranyi, caranyi memotong pembicaraan, ketegasan sikapnyi, keluwesan pengendalian waktunyi, keberaniannyi melakukan klarifikasi, semua ideal.

Dia tegas tapi tidak kaku. Dia hitam tapi agak putih. Dan simaklah ucapan-ucapan bahasa Inggrisnya. Mirip pengucapan bahasa Inggris orang kulit putih. Kesan saya, gaya bicara Welker mirip dengan Presiden Obama. Presiden Donald Trump tentu menyesal. Mengapa ia, dua hari lalu, menilai calon moderator debat itu bermasalah.

Atau justru Trump kini bisa menyombongkan diri: kehebatan moderator itu berkat warning yang sudah ia sampaikan sebelumnya –Trump itu tipe orang yang kalah atau menang bisa nyirik.

Kristen Welker, 44 tahun, adalah wartawan televisi NBC yang biasa bertugas meliput di Gedung Putih. Dia sering hadir saat Gedung Putih mengadakan briefing kepada wartawan.

Ayahnyi ternyata memang seorang kulit putih yang bekerja di permesinan. Ibunyi seorang kulit hitam yang bekerja sebagai agen real estate.

Welker lahir di Pennsylvania dan sekolah sampai SMA di Germantown.

Kepandaiannyi membuatnyi diterima kuliah di Harvard University yang prestisius itu. Dia mengambil mata kuliah sejarah. Dia lulus dengan pujian.

Ketika Trump mengatakan bahwa vaksin sudah siap dalam hitungan minggu, Welker pun melakukan klarifikasi: apakah benar begitu cepat.

Akhirnya Trump mengatakan vaksin itu akan siap di awal 2021. Berarti waktu sembilan minggu itu dianggap Trump masih masuk hitungan minggu. Pun kalau vaksin itu baru ada di bukan Maret –juga masih bisa dihitung 16 minggu.

Penampilan Trump sendiri jauh lebih bagus dari debat pertama. Ia terlihat lebih terkendali. Kali ini hanya dua kali ia kena mute di mikrofonnya –pertanda ia berbicara melampaui jatah waktunya.

Capres Demokrat, Joe Biden, tidak pernah terkena mute. Penampilan Biden juga lebih bagus dari debat pertama. Mungkin ancaman mute memang efektif sebagai pengendali pembicaraan.

Meski begitu moderator ternyata tidak “sok kuasa” atas mute itu. Welker masih memberikan fleksibilitas. Bahkan masih memberikan kesempatan pada para Capres untuk saling menanggapi. Itu membuat debat ini tidak jatuh ke suasana kaku.

Isi debatnya sendiri tidak banyak yang baru. Masih soal itu-itu juga. Hanya ketambahan isu terkini: ditemukannya email-email Hunter Biden yang mencatut nama Biden –saat itu wapres– dalam memperoleh bisnis di Ukraina.

Yang mendapatkan email-email itu adalah Rudy Giuliani, pengacara Trump. Mantan wali kota New York itu mendapatkannya dari laptop pribadi Hunter Biden. Yakni ketika laptop itu diperbaiki di tempat servis komputer.

Giuliani sebenarnya memberikan dokumen itu kepada semua media di Amerika. Tapi hanya harian kecil New York Post yang memberitakannya. Berita itu pun gundul: tidak pakai nama siapa wartawan yang menuliskannya.

Si wartawan tidak mau namanya tercantum di situ. Si wartawan tidak mau reputasi namanya tercoreng.

Mengapa?

Email-email itu belum tentu benar. Belum diteliti apakah benar-benar email Hunter Biden. Atau itu permainan intelijen, termasuk intelijen Rusia.

Di debat kemarin Trump terus mengungkap soal email-email tersebut. Pun ia sampai pada kesimpulan bahwa Biden itu politikus korup. Berkali-kali tuduhan itu ditudingkan ke Biden.

Tentu wartawan memerlukan waktu panjang untuk menelusuri kebenaran isu itu. Tidak mungkin bisa berhasil sebelum hari pemungutan suara tanggal 3 November. Pun biro penyelidik negara seperti FBI. Tentu juga perlu waktu. Yang juga tidak mungkin terungkap sebelum Pemilu.

Tapi FBI pasti akan turun tangan. FBI akan bisa mengambil kesimpulan apakah Hunter benar-benar melakukan itu. Atau ini hanya isu murahan yang sengaja diledakkan di hari-hari akhir menjelang Pemilu.

Berarti pengaruh isu ini pada hasil Pemilu sangat kecil. Apalagi sebelum debat terakhir ini sebagian besar pemilih sudah melakukan pencoblosan. Di Amerika memang dianjurkan agar rakyat mencoblos jauh-jauh hari sebelum tanggal 3 November. Itu untuk  memudahkan pos mengirimkannya tepat waktu. Maka tanggal 3 November itu lebih tepat dikatakan sebagai hari penghitungan suara daripada hari pencoblosan suara.

Begitu debat selesai, istri Trump naik panggung dengan masker hitam. Trump sendiri tetap tidak bermasker –mungkin karena ia merasa sudah imun setelah sembuh dari Covid-19.

Istri Biden juga naik panggung dengan masker. Mencolok. Maskernyi bermotif bunga cerah seperti baju yang dikenakannyi. Saat istrinya naik panggung Biden kembali mengenakan masker –seperti saat ia naik panggung di awal acara.

Dua pasang itu pun meninggalkan panggung. Biden tampak melambai ke arah Trump tapi yang dilambai sudah lebih dulu membalikkan badan.(dis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *