FootballOlahraga

Berharap One-Man Show

×

Berharap One-Man Show

Sebarkan artikel ini
KIRI KE KANAN: Luka Modric, Christian Eriksen, Robert Lewandowski, Garteh Bale.

Setelah membedah kekuatan delapan tim unggulan (Belgia, Italia, Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Spanyol, dan Portugal), kini giliran menerka tim non unggulan yang berpotensi membuat kejutan.

HARIANHALMAHERA.COM – Denmark pada 1992 dan Yunani di 2004. Itulah dua edisi European Championship (Euro) yang memunculkan kuda hitam sebagai kampiun. Apakah Euro 2020 bisa memunculkan fenomena kejutan untuk kali ketiga? Apa pun bisa terjadi dalam sepak bola.

Ada sejumlah tim bukan unggulan yang punya kapabilitas berbicara banyak di Euro 2020. Sebut saja Polandia, Kroasia, Wales, dan Denmark. Empat tim tersebut memiliki kesamaan yang sangat mungkin bakal jadi kartu truf dalam Euro yang kickoff dua hari lagi (12/6). Yakni, memiliki pemain pembeda sekaligus one man show.

Polandia dengan bomber Robert Lewandowski, gelandang Luka Modric di Kroasia, wide attacker Gareth Bale (Wales), dan gelandang Christian Eriksen di skuad Denmark. Tiga nama pertama sekaligus bertindak sebagai kapten tim.

Lewandowski dan Modric layak mendapat sorotan lebih karena peraih The Best FIFA Men’s Player (Pemain Terbaik Dunia FIFA) terakhir dari Eropa. Lewy tahun lalu, sedangkan Modric tiga tahun lalu.

Lewy harus diakui adalah striker terbaik di Eropa saat ini (peraih Sepatu Emas Eropa 2020– 2021 dengan torehan 41 gol). Bomber Bayern Muenchen itu selalu melewati 40 gol selama enam musim terakhir.

”Masalah bagi Lewy adalah bagaimana dia bisa sama tajamnya di putaran final (turnamen mayor) dengan di kualifikasi,” ucap Paulo Sousa, pelatih Polandia yang baru menjabat per 21 Januari lalu, kepada talkSPORT.

Sementara itu, Modric sukses memimpin Kroasia melaju ke final Piala Dunia 2018. Meski semakin tua (35 tahun) dan kehilangan tandem serasi karena pensiun, Ivan Rakitic, Modric masih menampilkan level permainan kompetitif bersama Real Madrid.

Tantangan itu juga dihadapi Bale dan Eriksen. Bale tetap one man show. Terlebih, materi pemain Wales tidak lebih prospektif ketimbang Euro 2016 atau saat The Dragons secara mengejutkan mampu melaju hingga semifinal.

Jika pelatih Ryan Giggs tidak tersandung kasus kekerasan fisik terhadap pasangannya dan bisa mendampingi tim, Wales mungkin lebih diperhitungkan.

Beban paling ”ringan” ada di pundak Eriksen. Dia bukan kapten tim meski perannya sentral bagi Danish Dynamite. Keberhasilan Inter Milan meraih scudetto Serie A untuk kali pertama setelah 11 tahun salah satunya diklaim karena memiliki unsung hero seperti Eriksen.

Sempat ditepikan allenatore Antonio Conte (kala itu), Eriksen malah beberapa kali mencetak gol krusial bagi Nerazzurri. Penampilan pemain 29 tahun itu selama kualifikasi juga impresif dengan mencetak 5 gol dan 4 assist dalam delapan laga.

”Jika kami mempertahankan konsistensi dan mengurangi error, kami bisa bersaing (di Euro 2020, Red),” kata Eriksen setelah Denmark mampu menahan seri 1-1 Jerman dalam uji coba di Innsbruck, Austria, pekan lalu (3/6) kepada The Athletic.(jpc/pur)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *