Maluku Utara

Isteri Pasien Covid yang Kabur Akui Sudah Dapat Bantuan

×

Isteri Pasien Covid yang Kabur Akui Sudah Dapat Bantuan

Sebarkan artikel ini
UPDATE: Juru bicara gugus tugas penanganan Covid-19 Provinsi Maluku Utara, dr. Alwia Assagaf, saat memberikan keterangan pers.(foto: ist/Harian Halmahera)

HARIANHALMAHERA.COM – Pihak gugus tugas (gustu) Covid-19 Malut menilai alasan ekonomi keluarga yang diytarakan sejumlah pasien hingga memilih kabur dari hotel Grand Sahid tempat mereka di karantina, ternyata tidak sepenuhnya benar.

Sebab, dari hasil penelusuran pihak gustu kepada keluarga pasien, hampir sebagian besar kebutuhan ekonomi keluarga mereka sudah ditangani pemda. Sampai-sampai, menurut jubir Covid-19 Malut dr Alwia Assagaf, pihaknya sempat dihubungu istri salah satu pasien dari Halut yang meminta agar suaminya jangan dulu dipulangkan.

“Ada pasien yang kabur itu ada yang istrinya menelpon menangis minta jangan di pulangkan karantina di Halut seperti ini kondisinya. Kami panggil kepala dinas tadi sudah datang kami tanya betul kondisi disana seperti itu, kata kepala dinas iya betul, disini (grand sahid, red) lebih enak ” katanya.

Bahkan Alwia sempat menanyakan ke istri si pasien terkait pemberian bantuan sembako. “Katanya sembaku sudah diberikan dua hari lalu dan uang Rp.1 juta.,” katanya.

Si istri pasien juga lanjut Alwia mengatakan sudah menyampaikan adanya bantuan sembako dan uang itu kepada suaminya. Namun, si pasien justeru marah-marah. “Sehingga keputusan kita, mereka ini kembalikan ke gugus tugas Kabupaten/kota,” tegasnya

Baca juga: Pilih Kabur dari Tempat Karantina karena Tak Ada Bantuan untuk Keluarga di Rumah

Dari segi psikologi menurut Alwia, reaksi para pasien itu muncul dikarenakan mereka mengalami tekanan karena sudah lama tidak bertemu dengan sanak keluarga. “Ada pula yang memikirkan keluarganya di rumah makan apa karena mereka (pasien) rata-rata adalah kepala keluarga.” katanya

Pihak gugus sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menenangkan dan memberikan pemahaman kepada para pasien.  Namun, mereka tetap saja berulah. “Baik itu psikolog, lewat staf pelayanan medik, lewat kordinator keperawatan ada pula dari jamaah tabligh. Dari manajemen sudah ada pendekatan.” akunya.

Bahkan, para tenaga medis dan psikolog yang ditempatkan di lokasi karantina, selalu mendapat kiriman pesan whatsapp oleh pasien, bahkan ada yang bernada ancaman. “Dorang diancam, kalau sampai mereka (pasien, red) tidak keluar maka kalian akan begini – begini,” katanya.

Mereka yang berulah ini rata-rata pasien yang sama. “Kemarin mereka sudah ancam hari ini mereka mau pulang sudah sekitar satu Minggu ini mereka mengancam saya selalu menyampaikan mudah- mudahan hasilnya ada besok” ucapnya.

Terkait hasil medis yang dipertanyakan pasien lantaran sampai saat ini tidak pernah diterima, Alwia mengaku memang tidak berikan karena pihaknya bertubi – tubi berhadapan dengan pasien postifi Covid. “Kami berurusan sampai 60 pasien, entah yang mana yang mau dikerjakan duluan yang mana yang nanti begitu banyak hal yang harus diurus sehingga hal ini memang  hanya disampaikan ke pasien bahwa positif seperti ini, negatif begini,” terangnya.

Soal lamanya hasil pemeriksaan yang keluar, Alwia menjelaskan pengiriman spesimen ke BTKL Manado memang butuh waktu dan perlu kehati-hatian  . “Kalau dikirim tanggal 6, tanggal 8 baru sampai di BTKL  harus disesuikan dulu sepesimen dengan nama kompilasinya  ke rumah sakit pengirim dan pengerjaannya biasanya tiga hari,” katanya.(lfa/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *