HARIANHALMAHERA.COM–Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah memutuskan, hanya daerah zona hijau yang diizinkan untuk membuka kembali aktivitas balajar
mengajar di sekolah meski dilakukan secara bertahap.
Menanggapi itu, Direktur LSM Rorano Malut, Asghar Saleh menuturkan, di Malut sendiri, daerah yang masuk kategori zona hijau adalah Kebupaten Pulau Taliabu (Pultab).
Sebab, daerah yang dinakhodai Aliong Mus itu, nihil kasus positif. “Kalau di Malut yang bisa dilakukan sekolah seperti biasa itu Pulau Taliabu karena statusnya masih warna hijau,” singkat Asghar yang juga ketua dewan pendidikan Kota Ternate ini.
Meski sekolah di zona hijau boleh buka lagi, ada persyaratan lain yang harus dipenuhi. Antara lain mendapat persetujuan dari pemerintah daerah (pemda) atau kantor wilayah Kementerian Agama (kanwil Kemenag). Lalu, satuan pendidikan sudah terlebih dahulu memenuhi semua checklist terkait persiapan pembelajaran tatap muka dan protokol kesehatan.
Tapi, perlu digarisbawahi, pihak sekolah tidak boleh memaksa siswanya masuk kembali. Jika orang tua atau wali murid tidak mengizinkan, murid diperbolehkan belajar dari rumah (secara online). ”Jadi, keputusan akhir peserta didik masuk sekolah apa tidak ada di tangan orang tua.
Sekolah tidak bisa memaksa,” tegas Mendikbud Nadiem Kamarim. Mantan bos Gojek itu menyampaikan, pembukaan sekolah di zona hijau akan dilaksanakan
bertahap. Urutan pertama yang diperbolehkan pembelajaran tatap muka adalah SMA, SMP, dan sederajat.
Tahap kedua dilaksanakan dua bulan setelah tahap pertama. Pada tahap tersebut, jenjang SD, MI, paket A, dan SLB diperbolehkan beraktivitas kembali di sekolah. Jika
dua bulan setelah tahap kedua kondisi tetap aman, dapat dilanjutkan ke tahap III, yakni untuk tingkat PAUD formal (TK, RA, dan TKLB) serta nonformal.
Nadiem mengatakan, tahapan pembelajaran tatap muka di zona hijau itu diambil berdasar pertimbangan kemampuan peserta didik dalam menerapkan protokol kesehatan. ”PAUD paling akhir, di bulan kelima. Jenjang itu paling akhir karena dinilai paling susah dalam penerapan social distancing,” jelasnya.
Walaupun sudah bisa masuk sekolah, kapasitas siswa tetap dibatasi. Satu kelas hanya boleh diisi maksimal 50 persen dari jumlah siswa atau sekitar 18 anak. Dengan kata lain, sekolah harus melakukan shifting. Terkait pengaturan itu, Mendikbud memberikan kebebasan penuh kepada satuan pendidikan untuk menentukan polanya. ”Maksimal 50 persen selama dua bulan pertama. Setelah itu, baru boleh new normal, lebih banyak peserta yang boleh masuk sekolah,”papar alumnus Harvard University tersebut.
Selama di sekolah, kegiatan anak akan dibatasi. Semua aktivitas yang dilakukan berkerumun tidak diperbolehkan. Tak ada kegiatan olahraga, ekstrakurikuler, ataupun jajan di kantin.
Termasuk, pembukaan asrama pada sejumlah sekolah dan madrasah. Kegiatan mereka murni hanya belajar di kelas. ”Anak hanya masuk kelas, lalu pulang,” ungkapnya.
Jika ada peserta didik atau anggota keluarganya yang sakit, siswa dilarang masuk sekolah. Para guru yang memiliki komorbiditas juga disarankan tidak masuk dulu. Karena itu, kebijakan tersebut sangat dinamis. Ketika zona hijau berubah menjadi kuning, misalnya, harus dikembalikan ke masa awal. Yakni, sekolah ditutup dan pembelajaran dilakukan jarak jauh.
Proses pembelajaran di level pendidikan tinggi masih dilakukan secara daring hingga September 2020. Begitu pula untuk mata kuliah praktik. Sedapatdapatnya tetap dilakukan secara daring. Alasannya, perguruan tinggi paling memungkinkan melakukan pembelajaran daring. Namun, jika tidak dapat dilaksanakan secara daring, mata kuliah tersebut diarahkan untuk dilakukan di bagian akhir semester.
Namun, Nadiem menegaskan, aktivitas prioritas yang sulit dilakukan dari rumah diperbolehkan dikerjakan di kampus. Misalnya, kegiatan laboratorium, praktikum, dan lainnya yang berkaitan dengan kelulusan mahasiswa. Syaratnya, harus tetap menerapkan protokol kesehatan.
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto kemarin menyatakan, pihaknya menyiapkan fasilitas kesehatan di sekitar pusat-pusat pendidikan. Fasilitas kesehatan seperti puskesmas diberi tugas untuk mendampingi kegiatan promotif dan preventif. ”Yang menjadi prioritas, kesehatan para murid dapat terjaga dengan baik dan proses belajar mengajar lancar,”
ujar Terawan.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Doni Monardo menyatakan, ada beberapa hal untuk menilai kondisi suatu wilayah. Ada indikator epidemiologi, urveilans
kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan. Gugus tugas sudah memiliki 15 kriteria turunan.
Doni menyatakan, 15 kriteria itu akan dinilai pada satu wilayah. ”Jika nilainya rendah, berarti termasuk zona risiko tinggi atau zona merah,” ungkapnya.
Namun, warna atau status suatu daerah bersifat dinamis. Bisa saja yang semula berstatus hijau atau aman menjadi berisiko. Hal itu bergantung perilaku masyarakat. Jika menjalankan protokol kesehatan, bisa jadi daerah tersebut aman. Pihaknya bersama dengan Kemenkes akan melaksanakan rapid test pada siswa yang sudah melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. (jpc/pur)