Untuk kali pertama setelah 22 tahun, tidak ada satu pun di antara Arsenal dan Tottenham Hotspur yang berkiprah di Liga Champions. Spurs finis keenam, sedangkan Arsenal hanya menempati peringkat kedelapan di Premier League musim ini.
HARIANHALMAHERA.COM – Sudah tiga musim terakhir, pendukung Spurs punya olok olok untuk Gooners atau sebutan bagi fans Arsenal. Bunyinya adalah ’’datanglah ke stadion kami jika ingin menonton Liga Champions.”
Hal itu tak ubahnya balasan karena Gooners dalam periode-periode sebelumnya menyindir fans Spurs dengan istilah St Totteringham’s Day. Yakni, ketika The Gunners –sebutan Arsenal– mampu finis lebih baik daripada Spurs di Premier League.
Namun, musim depan (2020– 2021) olok-olok tersebut tak lagi berlaku. Meski Spurs finis lebih baik, kedua tim sama-sama hanya menjadi penonton di Liga Champions. Spurs harus puas mengikuti Liga Europa. Itu pun melalui kualifikasi putaran kedua.
Sebaliknya, Arsenal malah tidak akan bermain di Eropa kecuali mampu memenangi final Piala FA kontra Chelsea pada 1 Agustus mendatang sehingga berhak atas slot fase grup Liga Europa.
Turbulensi pelatih menjadi alasan Arsenal dan Spurs gagal finis di zona Liga Champions musim ini. Keduanya sama-sama melakukan pergantian pelatih saat kompetisi berjalan. Arsenal memecat Unai Emery, lalu digantikan karteker Freddie Ljungberg, sebelum menemukan kecocokan bersama Mikel Arteta sejak 20 Desember 2019. Sementara itu, Spurs mencopot Mauricio Pochettino, kemudian menempatkan Jose Mourinho sebagai substitusi pada 20 November 2019.
’’Kami akan lebih baik musim depan dan mendapatkannya lagi (tiket Liga Champions),’’ ucap Mourinho seperti dilansir Sky Sports. ’’Jika dia (Arteta) hadir sejak awal musim, kami mungkin finis lebih baik daripada sekarang,’’ sahut bek Arsenal Hector Bellerin seperti dilansir Football London.
Kehilangan euforia Liga Champions merupakan pukulan besar bagi Arsenal dan Spurs. Bukan cuma masalah gengsi klub, melainkan juga finansial. Tampil di Liga Champions memberikan pemasukan yang signifikan.
Terlebih Spurs. The Lilywhites –julukan Tottenham Hotspur– baru saja meresmikan stadion pada 3 April tahun lalu. Pembangunan stadion berkapasitas 62.303 orang tersebut membutuhkan GBP 1 miliar (Rp 18,81 triliun).
Evening Standard juga menulis, Arsenal maupun Spurs mengalami dampak finansial yang besar sejak pandemi Covid-19 menghentikan kompetisi Maret lalu. Diperkirakan, pandemi mereduksi GBP 200 juta (Rp 3,76 triliun) dari pemasukan mereka. ’’Jadi, seperti kerugian ganda,’’ tulis Evening Standard.
Alhasil, tidak heran nama-nama pemain yang menjadi incaran Arsenal maupun Spurs di bursa transfer musim panas tahun ini bisa disebut sebagai pemain ’’kelas dua’’. Daily Mail menulis, lima daftar pemain baru yang bisa didatangkan untuk Mourinho hanya Pierre Emile Hojbjerg (gelandang/Southampton FC), Kim Min-jae (bek/Beijing Sinobo Guoan), Timothy Castagne (bek/ Atalanta BC), Callum Wilson (penyerang/AFC Bournemouth), maupun David Brooks (winger/ AFC Bournemouth).
Dari lima nama tersebut, Hojbjerg yang paling mahal dengan harga GBP 25 juta (Rp 470,47 miliar).
Arsenal? The Gunners sulit memenuhi banderol gelandang bertahan Thomas Partey (Atletico Madrid) yang mungkin menjadi satu-satunya rekrutan. Sebab, Arteta diminta Dewan Direksi Arsenal untuk memaksimalkan talenta muda seperti wingback Bukayo Saka, striker Eddie Nketiah, striker/wide attacker Gabriel Martinelli, hingga wide attacker Reiss Nelson.
’’Kalau dibandingkan dengan transfer yang dilakukan Chelsea dengan mendatangkan Timo Werner dari RB Leipzig atau Hakim Ziyech dari Ajax serta Kai Havertz (Bayer Leverkusen) yang segera beres, transfer Spurs maupun Arsenal terlihat kontradiktif,’’ tulis Daily Mail. (jpc/pur)