69,4 Persen Rumah Tangga Kesulitan Keuangan Akibat Pandemi
HARIANHALMAHERA.COM – Pandemi Covid-19 berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat. Tidak sedikit rumah tangga yang mengalami kesulitan keuangan hingga harus menguras tabungan atau menjual aset.
Survei dampak pandemi Covid-19 yang digelar Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI merekam kondisi tersebut. Survei dilakukan pada 10−31 Juli dan direspons oleh 2.258 rumah tangga. Namun, yang memenuhi syarat untuk dianalisis 1.548 sampel
Dari sebaran jenis rumah tangganya, 79,7 persen adalah rumah tangga pekerja. Mereka sehari-hari mendapatkan penghasilan dari menjadi pekerja. Kemudian, 20,3 persen adalah rumah tangga usaha. Mereka adalah keluarga yang seharihari menjalankan usaha sendiri.
Dari hasil survei, ada 87,3 persen rumah tangga usaha yang mengalami kesulitan keuangan. Dari kelompok rumah tangga pekerja, ada 64,8 persen. Umumnya, rumah tangga yang mengalami kesulitan keuangan itu mengandalkan uang tabungan. Disusul meminjam kerabat, menjual aset, atau menggadaikan aset.
Untuk jenis pengeluaran, rumah tangga pekerja paling banyak mengalami kesulitan membayai kebutuhan non pakaian seperti produk kebersihan dan sejenisnya. Mereka juga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan cicilan seperti KPR, makanan, serta tagihan listrik, uang sekolah, dan sejenisnya.
Survei P2E LIPI juga memotret kucuran bantuan sosial (bansos). Hasilnya, hanya 19,4 persen rumah tangga yang disurvei mengaku pernah mendapatkan bansos. Jenis bansos yang paling banyak diterima adalah bantuan sembako dari pemerintah. Disusul bantuan sembako dari masyarakat lingkungan sekitar dan bantuan uang tunai dari pemerintah. Sisanya, 80,6 persen, belum tersentuh bansos.
Kepala P2E LIPI Agus Eko Nugroho mengatakan, bansos tidak secara langsung memengaruhi ekspektasi masa depan rumah tangga. Selain itu, rumah tangga yang disurvei memiliki ekspektasi rendah untuk dapat bekerja normal dalam enam bulan ke depan.
Agus mengatakan, survei itu menghasilkan sejumlah rekomendasi. ’’Ada enam rekomendasi untuk pemerintah,’’ katanya kemarin (20/8). Di antaranya, pemerintah memfasilitasi rumah tangga yang memiliki pendapatan tetap dan stabil untuk memiliki keinginan konsumsi. Misalnya, dengan cara dukungan cicilan nol persen untuk belanja. Rekomendasi kedua adalah memperhatikan skema keuangan negara yang lebih fleksibel.
Kemudian, pemerintah harus bisa mendorong aktivitas masyarakat, namun tetap memperhatikan protokol kesehatan. Pemerintah juga harus bisa menghindari bias informasi yang mengakibatkan pesimisme untuk melakukan aktivitas ekonomi. Rekomendasi kelima adalah memperkuat solidaritas sosial bersama masyarakat serta yang terakhir perlu adanya upaya variasi dan fleksibilitas peningkatan pendapatan rumah tangga usaha.(jpc/pur)