HARIANHALMAHERA.COM – Truk hijau merk Hino 300 mendekat ketika pintu kontainer berkode SBNU 2190411 milik PT. Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) dibuka.
Sebanyak 15000 kilogram daging ayam ras pesanan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Aman Mandiri, yang diangkut kapal tol laut MV. Logistik Nusantara 5, tiba di Pelabuhan Trikora, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Senin (31/8). Barang baru dikeluarkan dari kontainer pada Selasa (1/9). Ini adalah pengiriman kedua.
Daging ayam yang dikirim Shipper PT. Sarana Bandar Logistik (SBL) – anak usaha PT. Pelni – itu, langsung dibawa ke Kota Ternate lewat kapal Ferry di Pelabuhan Rum Balibunga, Kota Tidore Kepulauan – rute Pelabuhan Bastiong, Kota Ternate.
Di kapal ferry, Harianhalmahera.com melihat sebuah mobil truk kuning dengan bak yang ditutup terpal orange, juga baru saja mengambil ayam potong di Dermaga Trikora, Kota Tidore Kepulauan, untuk dibawa ke Ternate.
“Memang ada dua oto (mobil) yang ambil barang (ayam potong) di sini. Dorang (mereka) langsung bawa ke Ternate,” ujar salah seorang buruh kepada Harianhalmahera.com di Pelabuhan Trikora, Tidore Kepulauan.
Mereka diduga memanfaatkan tarif subsidi lewat jasa Perumda Aman Mandiri selaku Consignee (penerima barang) dalam program tol laut.
Dari daftar tarif subsidi yang dibayar Shipper ke Pelni untuk satu unit kontainer berisi ayam potong tersebut berkisar Rp6.990.000. Nilai ini tergolong murah jika menggunakan jasa swasta yang berkisar sekira belasan juta.
Terkait hal itu, Direktorat Sarana Distribusi dan Logistik Kementerian Perdagangan, Poltak Harahap, meminta dipertanyakan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Tidore Kepulauan.
“Kalau barangnya dipesan untuk Tidore tapi dibawa ke Ternate, tanya ke Disperindag setempat, apakah ada pakta integritasnya atau tidak. Kuncinya di situ. Kalau tidak ada, berarti ilegal itu,” tandas Poltak kepada Harianhalmahera.com di Pelabuhan Tol Laut Galala, Halmahera Utara.
Penjelasan Poltak mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2018 tentang, petunjuk teknis pendataan, pemantauan dan evaluasi terhadap jenis, jumlah dan harga barang di daerah yang termasuk dalam program penyelenggara kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang dari dan ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan.
Dalam Bab II tentang Ketentuan Umum pada poin 8 dijelaskan, pakta integritas adalah dokumen pernyataan yang harus dimiliki oleh Consignee berisi identitas dan komitmen Consignee yang disahkan oleh Dinas tujuan dan berlaku selama satu tahun berjalan.
Sedangkan di poin 4, Consignee adalah pelaku gerai maritim selaku penerima muatan berangkat di daerah tujuan yang berdomisili atau memiliki kantor cabang di daerah yang dilalui oleh Program Penyelenggara Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan. Sementara, Ternate sendiri tidak masuk dalam kriteria itu.
Disperindag: Kami Tidak Tahu
Kepala Bidang Fasilitasi Sarana Distribusi Perdagangan Disperindag Kota Tidore Kepulauan, Andi Kirana, mengaku tidak tahu terkait adanya kerjasama antara Perumda Aman Mandiri dengan agen pengusaha ayam potong di Kota Ternate.
“Saya kurang tahu soal kerjasama itu. Memang di Tidore tidak ada agen atau perwakilan mereka di sini. Tapi ayam potong di Tidore diambil (beli) di Ternate untuk dijual kembali ke Tidore,” tuturnya.
Kirana menduga, kemungkinan ayam potong yang dikirim via tol laut tersebut adalah pesanan PT. Pelni. Sebab pada daftar Shipper tertera PT. SBL selaku anak usaha perusahaan pelayaran plat merah tersebut. “Silakan hubungi pak Komar (Komarudin),” tutupnya.
Namun General Manager PT. Sarana Bandar Nasional PT. Pelni Cabang Ternate, Komarudin, kepada Harianhalmahera.com membantah keterangan tersebut.
“Kami bukan sebagai pelaksana Pelni, kami hanya pelaksana bongkar muat barang di pelabuhan. Kalau terkait pemasaran Pelni, kami tidak punya skema itu. Kami hanya operator saja,” singkat Komarudin.
Namun kerjasama yang dibangun Perumda Aman Mandiri dengan agen ayam potong di Ternate membuat Kepala Disperindag Kota Tidore Kepulauan, Syaiful Latif, kaget. “Coba konfirmasi ke Perumda, kenapa mereka bisa begitu,” katanya.
Syaiful berjanji akan mengecek. Jika ada dugaan pelanggaran, maka pihak Perumda akan ditindak. “Kami akan tegur dia. Sebab saya keluarkan Consignee ke dia untuk Tidore. Bukan Ternate,” tandasnya.
Namun bagi Syaful, boleh saja ada kerjasama seperti itu. Asalkan, tidak semua barang yang diperuntukan di Tidore dibawa semua ke Ternate. “Minimal kan ada yang masuk di Tidore. Tidak boleh dibawa semua ke Ternate,” tuturnya.
Bagi dia, Perumda Aman Mandiri harus lebih selektif dalam hal ini. “Karena dia (Perumda) kan Consigneenya saya yang keluarkan, harusnya dia selektif, masa barang ini (ayam potong) bukan untuk Tidore, tapi dia terima,” tuturnya.
Namun dari daftar Shipper, kata Syaiful, pengirimnya adalah anak usaha PT. Pelni. “PT. SBL ini kan anak usahanya Pelni. Dia kirim barang pakai Consignee Perumda. Ini Pelni selaku operator tapi berbisnis juga?,” tuturnya.
Namun Kepala Biro PT. Sarana Bandar Logistik Surabaya, Wulan, membantah dugaan bisnis tersebut. “Kami tidak ada usaha atau bisnis ayam potong di Ternate. Kami ini jasa transportasi, Sarana Bandar Logistik itu jasa,” tuturnya.
Terkait ayam potong yang dikirim atas pesanan Consignee Perumda Aman Mandiri, diakui Wulan. “Memang benar, tapi kami hanya sebagai jasa pengirim saja. Kalau orderan ayamnya bukan kami. Jadi kita tidak ada usaha ayam di Ternate,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Perumda Aman Mandiri, Noval Kasman, menegaskan kerjasama para agen ayam potong di Ternate dengan Perumda hanya sebatas penggunaan jasa ekspedisi Perusahaan Bongkar Muat (PBM). “Dalam hal ini Perumda,” katanya.
Menyentil ketentuan yang tercantum dalam Permendag Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penetapan Jenis Barang yang Diangkut Dalam Program Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang Dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan pada Pasal 1 poin 4, yang menjelaskan; muatan berangkat adalah adalah jenis barang yang diangkut menuju daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan yang dilalui program penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang dari dan ke daerah tertinggal, terluar, terpencil, dan perbatasan.
Dimana, Kota Tidore Kepulauan adalah salah satu daerah yang masuk dalam kriteria tersebut sebagai penerima program tol laut, dipertanyakan Noval.
“Itu aturan dari mana?. Kalau mereka pakai PBM Perumda, kesalahannya di mana?. Apakah dalam Permendag itu ditulis hanya diperuntukan untuk orang Tidore?,” tandas Noval.
Dirut Perumda: Juknis Hanya Mengatur Persoalan Etika
Menurut Noval, tidak ada regulasi yang mengatur tentang, program tol laut hanya diperuntukkan untuk orang-orang Tidore. “Tidak ada itu. Tapi yang dimaksud di situ, tol laut masuk dalam trayeknya Tidore,” tuturnya.
Diakui Noval, bahwa dalam Permendag tidak menjelaskan secara detail. “Itu juknis (petunjuk teknis) tol laut hanya mengatur persoalan etika saja, bahwa program itu diperuntukan untuk orang-orang Tidore,” tuturnya.
“Memang, aturan itu tidak menjelaskan secara detail. Itu (juknis tol laut) cuma etika saja, bahwa itu diperuntukan untuk orang-orang Tidore,” katanya.
Misalnya, Noval berujar, kapasitas kontainer untuk Tidore sebanyak 60 unit. Jika semua hendak digunakan oleh orang dari luar Tidore, tentu tidak bisa.
Namun lantaran quotanya tidak mencukupi, maka pihak agen ayam potong mencoba membangun kerjasama dengan PBM. “Itu bisa,” tandasnya.
Bagi dia, ini sama halnya ketika orang Tidore mengirim muatan balik ke Surabaya, tapi tidak ada kantor cabang di Surabaya, maka bisa melakukan kerjasama dengan pihak ekspedisi setempat. “Itu bisa,” katanya.
Persoalan apakah harga ayam potong di Ternate dijual murah atau mahal, Noval mengaku tidak tahu. “Mereka juga punya hitung-hitungan sendiri, karena itu kan ditambah cost pengiriman dan lain-lain kan,” tuturnya.
Terkait ketidaktahuan pihak Disperindagkop bahwa ada kerjasama antara Perumda dengan agen ayam potong di Ternate, Noval bilang, kerjasama ini hanya dilakukan atas dasar kesepakatan dalam arti, pemanfaatan jasa ekspedisi.
Ditanya, apakah kerjasama itu dibuat dalam bentuk pakta integritas yang diketahui oleh Disperindagkop sebagaimana dalam Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2018, penjelasan Noval melebar.
“Mereka (agen ayam potong) kan pesan barang lewat ekspedisi. Jadi kerjasama tidak dalam arti (tertulis),” ucapnya.
Skema pembayaran, dijelaskan Noval, agen membayar kontainer ke river dan itu milik Pelni. “Mereka bayar ke Pelni. Kalau kami hanya dikenakan biaya PBM (perusahaan bongkar muat) ekspedisi sesuai tarif yang berlaku untuk trayek Tidore,” tutupnya.
Kembali dijelaskan Noval, bahwa dalam Permendag Nomor 38 tahun 2018 hanya menjelaskan tentang Angkutan Barang Dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan.
Padahal, pada Pasal 1 poin 4, menjelaskan; muatan berangkat adalah jenis barang yang diangkut dari daerah asal angkutan menuju daerah yang dituju/disinggahi oleh angkutan barang. Artinya, Tidore masuk dalam kriteria tersebut.
Sedangkan di Pasal 2 poin 1, dijelaskan; jenis barang yang diangkut dalam program pelayanan publik untuk angkutan barang dari dan ke daerah tertinggal, terpencil ,terluar, dan perbatasan, dalam huruf (a) adalah barang kebutuhan pokok dan barang penting sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan (b) barang lainnya.
Sementara, di poin 2, bahwa jenis barang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan termasuk ternak dan ikan, serta muatan balik sesuai dengan potensi daerah.
Persoalannya, pemesan ayam potong adalah agent-agent pengusaha yang berkedudukan di Kota Ternate. Mereka memanfaatkan jasa Perumda Aman Mandiri selaku Consignee dengan tarif subsidi. Sementara, ayam-ayam tersebut dijual dengan harga umum di pasaran Kota Ternate.
Namun Noval menegaskan, jika ada aturan yang melarang pengusaha di Ternate menggunakan Jasa tol laut, maka pihaknya tidak akan melayani.
“Jadi sekali lagi, saya tidak tahu soal harga jual mereka berapa. Berikutnya, bukan Perumda yang tentukan harga container yang digunakan,” tegasnya.
Noval juga mengaku tidak tahu, apakah ada regulasi soal Ternate yang tidak dimasuki angkutan tol laut, bisa memanfaatkan program tol laut. “Yang pasti, hal ini sudah saya koordinasikan dengan pihak Pelni,” tandasnya.
Pada intinya, lanjut dia, selama barang yang dikirim sesuai dengan juknis, memberi pemasukan buat daerah, serta berkontribusi terhadap pendapatan buruh di pelabuhan, Perumda akan melayani.
“Karena yang saya pahami, harga pokok penjualan tergantung pada cost produksi. Kalaupun harga jual dianggap tidak wajar, bukan kapasitas kami. Mungkin instansi terkait yang lebih berwenang,” ujarnya.
Kembali disentil soal pakta integritas yang dikeluarkan Disperindag, kata dia, Perumda hanya sebagai ekspedisi. “Kalau kerjasama terkait perdagangan ayam, tidak ada sama sekali. Tahun 2017 memang ada antara Perumda dengan Pelni Logistik. Tapi saat ini sudah tidak dilanjutkan,” jelas dia.
Karena diakui Noval, sejauh ini belum ada agent atau pengusaha di Tidore yang mendatangkan ayam pedaging menggunakan jasa tol laut.
Tahun 2017, kata dia, ketika Perumda masih bekerjasama dengan Pelni logistik, model kerjasamanya tetap sama. “Agent dari Ternate datang beli di Tidore, begitu juga pedagang ayam di Tidore datang beli di Ternate,” terangnya.
Noval pun kembali membuat pembelaan. “Kalau misalnya agent ayam tidak gunakan jasa tol laut dan gunakan swasta, misalnya. Apa kita bisa jamin harganya bisa lebih murah dari yang ada saat ini?,” tanya Noval.
Lantas bagaimana dengan Disperindag sebagai implementator dari tol laut yang tidak tahu ada kerjasama antara Perumda Aman Mandiri dengan agent ayam potong di Ternate?.
Noval bilang,“karena memang tidak ada kerjasama untuk ayam. Posisi Perumda di sini sebagai ekspedisi, juga penerima barang.”
Mendengar praktik-praktik tersebut, Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Kapten Anthoni Arief, jadi kesal.
“Kalau mau main nakal semua, ya udah tol lautnya ditutup aja, nda usah ke sana (di Tidore), ngapain. Kita cari tempat yang lain aja. Kalau masih terjadi disparitas, harga enggak turun-turun, biarin aja, wong kita sudah siapkan tol laut untuk kebaikan daerah kok,” katanya.
Kendati demikian, menurut dia, persoalan tersebut adalah kewenangan Kemendag. Bukan urusan Kemenhub. “Itu urusan di Kemendag, kepolisian. Masak kita juga harus urusin orang-orang di daerah yang enggak jelas gitu, repot dong,” tuturnya.
Menurut dia, jika Kemenhub disebut sebagai regulator, salah besar. “Gini, tol laut kami di Perhubungan fungsinya menyediakan angkutan dari pelabuhan ke pelabuhan. Tapi kalau barang itu keluar dari pelabuhan dan di angkut ke mana, itu sudah di luar dari kita,” pungkasnya. (kho)