HARIANHALMAHERA.COM–Seperti ungkapan pribahasa, “sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Pepatah ini persis terjadi pada Bupati Halmahera Utara (Halut), Frans Manery.
Betapa tidak, hanya gegara sebuah video yang berisi sambutannya dalam acara penyerahan bantuan sosial di Desa Makarti, Kao Barat pada 7 September 2020, justru berujung pada polemik yang cukup dahsyat. Sebab pernyataannya menjadi bahan bully di kalangan masyarakat seanteru Kabupaten Halut.
Sebuah video sambutan orang nomor satu Pemkab Halut yang berdurasi kurang lebih 1 menit itu, kini menjadi trending topic di media sosial facebook, khususnya pada laman group Halut Memilih.
Dalam video itu, terdapat ucapan Bupati Halut yang dinilai oleh kalangan masyarakat terkesan mengandung unsur ujaran penghinaan atau rasisme terhadap suku Loloda.
Yang menjadi viral dalam rekaman video tersebut adalah pernyataan “Kita Me Pande Tara Bodoh Sama Deng Dorang”. Sepenggal kalimat itu ternyata pematik ‘bom’ kemarahan sebagian masyarakat hingga akhirnya berujung pada proses hukum.
Bupati dilaporkan oleh tokoh masyarakat Loloda ke Polda Malut dan Polres Halut terkait dugaan penghinaan suku Loloda. Disamping itu, terjadi gerakan aksi unjukrasa dari masyarakat Loloda.
Rabu kemarin (16/9) menjadi hari puncuk luapan amarah masyarakat, pelajar dan pemuda Loloda yang tergabung dalam gerakan Solidaritas Masyarakat Loloda (Stop Rasis Bagi Warga Loloda).
Mereka yang berjumlah sekira ratusan orang itu mendatangi Kantor Bupati Halut untuk berunjukrasa, menuntut Bupati Frans Menery bertanggung jawab atas ucapannya.
Sebagaimana yang mereka tuangkan dalam selebaran pernyataan sikap, yaitu Bupati Halut segera meminta maaf pada seluruh masyarakat Loloda. Jika tidak ada respon, maka mereka akan boikot segala aktivitas Bupati Halut di Loloda.
Selain di kantor Bupati, masa aksi juga melakukan aksi di Polres Halut untuk meminta menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang dilakukan Bupati Halut.
Rivaldo Djini, salah satu orator aksi menyampaikan, dalam video berisi pidato Bupati Halut ternyata terkesan ada ucapan yang diskirminasi dan penghinaan terhadap suku Loloda.
”Bangga dengan keberhasilan pembangunan daerah itu adalah hal yang wajar, namun penyampaian beliau terlalu menyudutkan, mendiskriminasi, bahkan menghina harga diri orang, suku atau kelompok lain dengan mengatakan ‘kita me pande tara bodoh sama deng dorang’,” ujar Rivaldo.
Perkataan yang semacam ini, menurut dia, secara tidak langsung telah melecehkan, bahkan memandang rendah kualitas pendidikan seseorang atau kelompok.
Menurut dia, ucapan Bupati Frans Manery di dalam video itu sudah masuk dalam tindakan pidana penghinaan atau ujaran kebencian. “kami minta kepolisan segera menindaklanjuti masalah ini,” tandasnya.
Kasus dugaan penghinaan oleh Bupati Halut ini, sehari sebelumnya didemo oleh Solidaritas Masyarakat Loloda, yang ternyata menjadi barang bukti pelanggaran pemilu oleh tim pemenangan bapaslon Joel – Said (JOS).
Mereka telah mengadukan Bupati ke Bawaslu Halut atas dugaan pelanggaran pemilu berupa black campaign. Kini kasus tersebut sudah dalam proses penyelidikan oleh tim sentra penegak hukum terpadu Bawaslu Halut.
Di waktu yang sama, Bupati Frans menjalani pemeriksaan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Halut. Frans diperiksa atas dua kasus yang dilaporkan terhadapnya.
Frans dilaporkan karena diduga melakukan kampanye di luar jadwal dan pelanggaran administrasi. Salah satu barang buktinya adalah video yang ramai beredar di media sosial.
Devisi Hukum Penindakan dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu Halut, Iksan Hamiru, mengatakan Bupati Frans dimintai keterangan sejak pukul 09.30 WIT hingga pukul 12.00 WIT, lalu dilanjutkan pukul 14.00 WIT.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata dia, belum ada keputusan dari Bawaslu. “Karena masih akan kembali diperiksa beberapa hari ke depan,” kata Iksan, Rabu (16/9).
Dalam pemeriksaan orang nomor satu di lingkup Pemkab Halut tersebut, Bawaslu juga menghadirkan saksi dari Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Halut F.N Sahe Tapy, dan Kepala Desa Asmiro, Kecamatan Loloda Utara. Namun Kades Asmiro tak hadir.
Iksan pun berharap agar semua pihak dapat berperan aktif mengawasi setiap tindakan-tindakan yang melanggar ketentuan, demi terciptanya pilkada yang aman dan damai. “Karena personil kami juga terbatas,” katanya.
Dia merinci, untuk tingkat kecamatan (Panwascam), hanya terdapat tiga personil. Sedangkan di desa hanya satu personil. “Jadi kami harap ada paritisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat,” harap dia. (dit/tr-5/kho)