HARIANHALMAHERA— Mengecewakan. Itulah yang tergambar dalam benak ribuan aparatur daerah dan honorer di Kabupaten Halut saat akan menutup tahun 2020. Selama tiga bulan, tunjangan kinerja (tukin) PNS, termasuk penghasilan tetap (siltap) belum dibayarkan pemerintah.
Kekecewaan ini diawali dengan kegelisahan para abdi negara sejak awal Desember lalu. Dari beberapa orang PNS yang diwawancarai, mengaku upaya mempertanyakan hak-hak mereka sudah dilakukan sejak jauh hari. Namun, jawaban yang diterima hanya berupa janji.
“Sebenarnya sejak November sudah saya tanyakan ke bendahara. Tapi, jawabannya masih menunggu. Janji sebelum natal. Sepekan sebelum natal, saya tanyakan lagi. Jawabannya pun mirip,” kata seorang PNS yang minta namanya tidak disebutkan.
Rupanya, puncak kekecewaan PNS terjadi pada Rabu (30/12). Puluhan orang menyambangi kantor Bupati dan diterima langsung Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Yhudihardt Noya dan Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Mahmud Lasidji.
Rifando Jhini, salah seorang perwakilan massa mengatakan, mereka sengaja datang untuk meminta kejelasan hak PNS dan perangkat desa.
“Kami ingin hak mereka segera dibayarkan karena ini menyangkut kebutuhan hidup,” tegasnya.
Senada dikatakan Silfa Njong. Bahkan dia menyebut seluruh PNS, terutama yang akan merayakan Natal, sangat kesulitan karena hak selama tiga bulan belum dibayarkan.
“Saya minta DPRD bisa mengawal kebijakan pemerintah. Kalian sebagai wakil rakyat yang dipilih harus mampu berbuat untuk masyarakat,” pintanya.
Menanggapi itu, Plt Sekda Yhudihardt Noya membenarkan semua tunjangan kinerja dan hak pegawai lainnya belum bisa dibayarkan, termasuk jajaran eselon II.
“Nanti persoalan ini akan dijelaskan Kepala BPPKAD. Saya hanya miris karena kita sama-sama birokrasi yang tahu akan mekanisme dalam birokrasi itu. Harusnya tidak perlu demo dan datang secara baik-baik. Itu lebih baik, tapi biarlah, karena ini bagian dari dinamika,” terang Noya.
Terkait hak PNS yang belum dibayarkan, Madmud mengaku, kondisi keuangan daerah lagi difisit. Kondisi ini, lanjutnya, tidak hanya terjadi di Halut, tapi hampir di banyak daerah karena persoalan pandemi covid-19.
Menurutnya, alokasi anggaran sebesar Rp 1 triliun lebih, baru bisa direalisasi sekira 60 persen. Kemudian, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari target Rp 176 miliar baru terealisasi Rp 25 miliar. Belum juga penarikan pajak di masyarakat yang ditangguhkan (belum ditagih) karena pandemi.
Selain itu, pemerintah pusat juga memotong alokasi anggaran ke semua daerah untuk pandemi. Halut sendiri mengalami pemotongan sebesar Rp 106 miliar. Selain itu, dana bagi hasil, baik dari pemeirntah provinsi dan pusat, juga belum masuk.
“Meski demikian, kami akan tetap berupaya. Semoga di awal Januari ini semua sudah bisa dibayarkan,” pungkasnya.(tr-05/fir)