HARIANHALMAHERA.COM–Pemilihan Suara Ulang (PSU) dan pemilihan suara Susulan (PSS) Pilkada Halmahera Utara (Halut) tinggal hitungan jam. Tepatanya, esok pagi (28/4) sebanyak 2.100 pemilih akan menyalurkan hak suaranya di enam TPS (tempat pemungutan suara)
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Maluku Utara (Malut) meyakini salah satu kecurangan yang berpotensi terjadi jelang coblos ulang dan susulan ini adalah money politic (politik uang) dalam bentuk serangan fajar.
Ketua Bawaslu Malut Muksin Amrin menjelaskan, meski sejauh ini belum ada laporan adanya money politics, namun kans serangan fajar ini berpotensi terjadi. Mengingat PSU dan PSS merupakan pertarungan terakhir kedua pasangan calon (paslon). Sehingga, kedua kubu pun diyakini akan jor-joran menggelontorkan finansial.
Apalagi jumlah pemilih yang hanya 2000-an, tentu anggaran serangan fajar tidak akan sebesar seperti jelang pencoblosan 9 Desember lalu. Seperti coblosan 9 Desember lalu, serangan fajar di PSU ini juga biasanya muncul di H-2 ini atau H-1. “Pemantauan Bawaslu rawannya disitu H-1 menjelang pemungutan suara itu,” katanya
Ancaman inilah yang menjadi fokus Bawaslu di PSU. Untuk mempersempit ruang gerak para calon dan tim sukses melakukan serangan fajar., lembga pengawas itu mengerahkan seluruh personilnya di Provinsi maupun kabupaten/Kota ke Halut. “Kami mengawasi dengan ketat dilokasi PSU berkaitan dengan potensi politik uang,” ungkapnya.
Setiap TPS, ditempatkan 5 hingga 6 pegawas yang terdiri dari Komisioner Bawaslu Malut, unsur sekretariat Bawaslu Malut, Bawaslu Halut dan di back up Konsioner bawaslu di daerah lain. “Saat ini seluruh jajaran Pengawas Pemilu sudah ada di titik – titik lokasi PSU
Selain mencegah munculnya serangan fajar, para petugas pengawas ini juga akan mengawasi kesiapan penyelenggaraan PSU mulai dari surat undangan dan logistik berupa surat suara dan formulir lainnya.
“Kekhawatiran kita jangan sampai pada saat hari H, masih terdapat kendala yang bisa jadi menghambat proses pemungutan suara, salah satunya adalah soal kesiapan TPS atau logistik di tempat pemungutan suara,”katanya.
Senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin. Dia menilai politik uang menjadi momok yang harus diwaspadai dalam PSU Pilkada 2020.
“Para calon akan habis-habisan untuk memenangkan, apalagi mereka sudah sudah memulai perjuangannya di Pilkada 2020, tidak mungkin tak akan berjuang penuh memenangkan pemungutan suara ulang,” kata Ujang di Jakarta sebagaimana yang dikutip dari cnn.indonesia.com
Oleh karena itu, menurut dia, potensi politik uang tentunya akan tinggi sebagai salah satu cara meraup suara jika dibandingkan pada gelaran pemilihan di Pilkada 9 Desember 2020 lalu.
“Ini sudah pertarungan akhir dalam konteks hasil putusan MK, artinya politik uang yang diwaspadai karena kandidat akan besar-besaran meraih simpati publik, mereka tentu tidak mau kecolongan atau kalah,” kata dia.
Apalagi, saat ini lanjut dia masih sedang dalam keadaan pandemi, dan beberapa waktu ke depan masyarakat punya pengeluaran yang besar, sehingga kesempatan transaksi politik uang di PSU semakin besar.
“Ini menjadi pekerjaan besar Bawaslu agar dapat mencegah, politik uang ini sulit diungkap, Bawaslu harus buka mata, buka telinga dan melibatkan masyarakat,” kata Ujang.
Masyarakat yang berada dalam jaringan struktur sosial perlu dilibatkan memantau dan mengawasi dugaan politik uang. Jika tidak, kata dia Bawaslu akan kesulitan menekan potensi transaksi jual beli suara di pemungutan suara ulang Pilkada 2020.(lfa/pur)
Respon (1)