HARIANHALMAHERA.COM–Setelah menang dalam sidang praperadilan, penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Weda langsung melakukan penahanan terhadap dua dari tiga tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan asrama pesantren Desa Wedana Kecamatan Weda, Halmahera Tengah (Halteng).
Kedua tersangka yang ditahan itu masing-masing SB alias Budi dan AH alias Hendra. Sedangkan satu tersangka yang belum ditahan yakni TW alias Tamrin, mantan Kepala Bagian (Kabag) Ekonomi dan Pembangunan Setda Halteng. Tahrmin belum ditahan lantaran mangkir dari panggilan jaksa.
Kepala Seksie Pidana Khusus (Kasie Pidsus) Kejari Weda, Eka Jacob Hayer mengatakan, penahanan Setya dan Hendra dilakukan di waktu yang berbeda usai keduanya menjalani pemeriksaan.
Budi sendiri ditahan Senin (24/5) sedangkan Hendra esok harinya yakni Selasa (25/5) “Kedua tersangka ditahan selama 20 hari. Penahanan ini agar pemeriksaan lebih mudah dan cepat,” terang Eka
Terkait mangkirnya Thamrin atas panggilan Jaksa, dia sendiri mengaku belum tahu pasti sebab belum ada pemberitahuan dari yang bersangkutan. Namun, dia memastikan penyidik akan kembali melayangkan panggilan kedua.
Kasus dugaan korupsi pembangunan asrama Pesantren di Bagian Ekonomi dan Pembangunan Setda Halteng ini menurut Eka, bermula saat tersangka Budi selaku pelaksana proyek meminjam perusahaan milik tersangka Hendra yakni CV Alfha Carien untuk melaksanakan proyek dengan anggaran sebesar
Rp 1,4 Miliar ini.
Namun, saat proses pencairan, uang yang seharusnya masuk dalam rekening CV Alfha Carien nyatanya oleh tersangka dimasukan ke rekening PT. Gunung Mas Group. Sudah begitu, pekerjaan fisiknya pun tidak sesuai RAB. “Karena itu kami menetapkan Budi sebagai tersangka,” ujarnya.
Kejari juga turut menetapkan Hendra sebagai tersangka dan menahannya karena melanggar Peppres yang menegaskan larangan mengalihkan pekerjaan ke pihak lain. “Tersangka Alfa ditahan sebagai pemilik perusahaan CV Alfha Carein,” sambung Eka.
Sedangkan Tamrin sendiri dalam kasus ini, selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) turut terlibat karena menandatangani pencairan anggaran 100 persen sementara secara fisik proyek tersebut belum selesai 100 persen dikerjakan. “Dia tidak perintahakan pegawainya untuk mengecek kondisi bangunannya dulu. Tetapi sudah langsung tandatangan pencairan 100 persen,” tandasnya seraya mengatakan akibat dari perbuatan ketiganya negara mengalami kerugian sebesar Rp 200 juta sekian.
Eka juga menambahkan, penahanan ketiga tersangka tidak lantas membuat proses penyidikan berhenti. “Kami juga akan memeriksa bagian keuangan Daerah, sebab mereka yang membuat SP2D dalam pencairan. Karena keselahan bagian keuangan mencairkan dana tersebut, meskipun tanda tangan scan. Padahal kalau pencairan seperti ini tidak bisa dilakukan tanda tangan sken,” terangnya. (tr1/pur)