Oleh: Tania Ayu Sudrajat
Mahasiswa Kehutanan, Universitas Halmahera
BURUNG paruh bengkok adalah jenis burung famili Psittacidae yang terdiri dari 337 jenis dan tersebar di kawasan tropis di seluruh dunia. Burung paruh bengkok memiliki ciri khas yaitu paruh yang bengkok, paruh bagian atasnya lebih besar dari pada yang bawah.
Memiliki struktur kaki 2 jari di depan dan dua jari dibelakang, menggunakan jari kaki untuk memegang makanan, tergolong burung pemanjat, memiliki lidah yang tumpul, dan tergolong burung yang pintar, merupakan pemakan buah buahan, biji-bijian, pucuk daun, nektar bunga, bahkan serangga.
Di Maluku Utara terdapat 8 jenis burung paruh bengkok, 3 di antaranya adalah jenis endemis yaitu, Nuri Raja Ambon (Alisterus amboinensis), Nuri Pipi Merah (Geoffroyus geoffroyi), Nuri Bayan (Eclectus roratus), Kakatua Putih (Cacatua alba), Serindit Maluku (Loriculus amabilis), Kasturi Ternate (Lorius garrulus), Nuri Kalung Ungu (Eos squamata), dan Betet Kelapa Paruh Besar (Tanygnathus megalorynchos).
Burung paruh bengkok yang terdapat di Maluku Utara semuanya telah dilindungi oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tubuhan Dan Satwa Yang Dilindungi tertuang dalam pasal 21 ayat (2) UU 5/1990. Apabila menangkap, memelihara, atau bahkan membunuh, akan dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (pasal 40 ayat 2 UU 5/1990).
Dewasa ini sudah banyak masyarakat yang memelihara burung paruh bengkok terutama jenis Nuri Bayan (Eclectus roratus), Kasturi Ternate (Lorius garrulus), dan Kakatua putih (Cacatua alba). Menurut penelitian yang dilakukan Irfan Rosyadi dkk pada 2015, sebanyak 13,6 persen rumah tangga memelihara burung.
Jenis yang paling banyak di pelihara adalah Kasturi Ternate (Lorius garrulus) 68,2 persen, Kakatua Putih (Cacatua alba) 10,1 persen, Nuri Kalung Ungu (Eos squamata) 16 persen, dan Nuri Bayan (Eclectus roratus) 7,3 persen. Sebanyak 75% masyarakat memelihara burung paruh bengkok karena bisa menirukan suara.
Mereka dipelihara dengan merantai kakinya atau mencabut bulu sayap burung untuk mencegahnya terbang. Kebanyakan di maluku utara burung paruh bengkok di gunakan sebagai oleh-oleh kepada kerabat, sebagai kenang-kenangan atau untuk mempererat hubungan bisnis.
Masyarakat yang sudah terlanjur memelihara burung paruh bengkok harus bisa memenuhi 5 prinsip kesejahteraan hewan, yakni: Pertama, freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus). Artinya masyarakat harus memperhatikan makan dan minumnnya mulai dari waktu pemberian makan dan jenis makanannya. Burung paruh bengkok membutuhkan 50 persen buah dan 50 persen biji-bijian, seperti burung Nuri Bayan. Ada juga yang membutuhkan 50 persen buah 50 persen nectar, seperti burung Perkici.
Kedua, freedom from discomfort (bebas dari rasa tidak nyaman). Artinya masyarakat harus memperhatikan tempat tinggal burung tersebut mulai dari ukuran kandang dan kebersihan kandang tersebut. Ukuran kandangnya harus di desain senyaman mungkin, agar burung merasa nyaman.
Ketiga, freedom from pain, injury and diseases (bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit). Artinya masyarakat harus memperhatikan kesehatan burung tersebut. Dengan cara rutin melakukan pemeriksaan kesehatan agar burung tersebut bebas dari penyakit.
Keempat, freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan stress). Artinya masyarakat tidak boleh terlalu memaksakan sesuatu yang berlebihan terhadap burung tersebut seperti terlalu memaksakan untuk bisa berbicara atau menuruti apa yang kita inginkan.
Kelima, freedom to express natural behavior (bebas untuk mengekspresikan tingkah laku ilmiah). Artinya masyarakat harus bisa mempertahankan sifat alamiah burung seperti terbang.
Kenyataannya perilaku masyarakat yang sudah terlanjur memelihara burung paruh bengkok tidak sesuai dengan 5 prinsip di atas. Kurangnya pengetahuan dalam memelihara burung paruh bengkok menyebabkan kebanyakan burung yang dipelihara mati dalam kurun waktu 0-1 tahun. Padahal di alam jenis burung paruh bengkok jenis Katuri Ternate bisa hidup hingga 20 tahun untuk Kakatua putih bisa hidup hingga 40 tahun.
Rendahnya kesadaran masyarakat bahwa perilaku memelihara burung merupakan salah satu penyebab kepunahan pada spesies tersebut, yang mana banyak berpendapat kalau hanya sedikit yang mereka pelihara sehingga tidak berpengharuh di habitatnya.
Akan tetapi pada kenyataanya jumlah burung paruh bengkok pada habitat aslinya terus mengalami penurunan dan secara tidak sadar perilaku masyarakat yang suka memelihara burung paruh bengkok ini menjadikan tingkat perburuan terhadap burung ini semakin tinggi. Sebagaimana data dari Burung Indonesia sebanyak 787 burung paruh bengkok yang disita pada tahun 2018 ternyata akan diselundupkan ke luar Maluku Utara.
Untuk menjaga kelestarian burung paruh bengok penulis menyarankan kepada pemerintah agar lebih mempertegas upaya melindungi jenis spesies endemis maluku utara khususnya jenis burung paruh bengkok agar tidak ada lagi perburuan untuk di perjual belikan atau di pelihara oleh masyarakat.
Bagi masyarakat yang sudah terlanjur memelihara dan tidak bisa memenuhi 5 prinsip kesejahteraan satwa disarankan untuk menyerahkannya kepada BKSDA dan pihak terkait lainnya. Tidak diperkenankan melepas liarkan burung secara langsung karena sebelum dilepasliarkan, burung harus melewati masa rehabilitasi untuk memastikan burung tersebut tidak membawa penyakit dan memiliki kebiasaan alamiah yang masih bagus.(*)