HARIANHALMAHERA.COM–Penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), diduga tidak dilakukan secara teliti. Ini terungkap setelah diketahui terdapat lahan milik Pemprov yang turut masuk dalam izin konsensus PT IWIP
Eks lahan milik Pemprov Maluku yang masuk dalam penguasan IWIP itu luasnya mencapai 200 hektar. Temuan ini terungkap saat Pemprov Malut melakukan penelusuran keberadaan 1.905 hektar lahan pasca diserahkan Pemprov Maluku.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Malut Bambang Hermawan mengaku, 1.905 hektar tanah yang diserahkan Pemprov Maluku pada November 2020 itu berada di tiga daerah yakni Kota Ternate, Pulau Morotai dan Halmahera Tengah (Halteng) yang saat itu masih menjadi bagian dari Kota Tidore dan Halmahera Timur (Haltim).
Dari 1,905 hektar laan itu, sebagian masih bersangketa salah satunya masuk dalam izin konsensus PT IWIP. “Soal siapa yang membebaskan dan siapa yang melepaskan itulah yang nanti kita selamatkan. Kita cari tau”,bebernya.
Dia menyebutkan 200 hektar lahan ini yang dikuasai PT IWIP itu berada di area perkebunan kelapa di Desa Nuspera. “Waktu penggunaan lahan tidak kordinasi dengan Pemprov termasuk pembebasan, Ini yang nanti kita akan telusuri lebih jauh siapa yang terlibat didalam pelepasan aset Pemda itu,” terangnya.
Disaat bersamaan Kepala Biro (Karo) Hukum Faisal Rumbia mengatakan, Pemprov saat ini tengah membicarakan terkait invenstarisasi seluruh tanah Pemprov yang ada di Sofifi.
“Kalau ada yang belum disertifikasi, maka kita akan kordinasi dengan BPN untuk disertifikasi. Apalagi ini menjelang percepatan Pembangunan Provinsi Maluku Utara,” Katanya.
Jika percepatan pembangunan Ibu Kota Provinsi maka dimana kawasan yang dibangun harus bersertifikat tanahnya. Untuk di Sofifi sendiri, dia belum bisa memastikan total luas lahan milik Pemprov karena belum melakukan penetapan. “Kalau sekarang kita belum bisa pastikan tergantung dari hasil inventarisasi dan inventigasi nanti,” ucapnya.
Diakui saat ini lahan-lahan itu banyak didikaim oleh warga sebagai milik mereka. “Perlu didudukan secara hukum mana tanah yang benar milik masyarakat mana yang tanah negara itu yang dibahas. Nanti dari hasil inventarisasi pasti ketahuan,” katanya.
Tanah milik Pemprov ini banyak bersangketa seperti tanah bekas kawasan perkebunan dari jaman Belanda. “Tanah ini yang perlu dulegalisasi. Kalau memang sampai saat ini tidak ada legalitas hukum dari masyarakat itu diketahui tanah negara akan dikordinasikan dengan pertanahan untuk dilegalisasi dengan Pemda,” tukasnya.(lfa/pur).
Respon (1)