MUNGKIN Anda juga penasaran: berapa banyak pembaca Disway kita ini.
Saya sulit menjawab. Saya juga tidak tahu.
Mungkin Anda juga merasa: saya tidak terlalu peduli dengan rating dan ranking. Disway juga tidak main judul untuk mengejar itu. Saya tidak mengejar itu.
Saya sering menggugat diri sendiri –ketika menulis: mengapa harus ada judul. Maka, saya buat saja judul sekenanya –seperti yang Anda sudah tahu.
Saya hanya tahu jumlah pembaca lewat angka di Disway.id. Itu pun kalau dirutnya, Gunawan Sutanto, tidak lupa memberi tahu saya.
Tentu saya juga tidak bisa memegang angka di Disway.id itu. Terlalu banyak yang membaca Disway tidak lewat Disway.id. Bukankah banyak yang membacanya lewat grup-grup WA. Atau lewat Facebook. Ada juga yang lewat perseorangan –yang sengaja mem-broadcast Disway di akun mereka.
Misalnya, ada orang bernama Warijan. Ia mem-posting ulang Disway. Tiap hari. Pembacanya bisa sampai 300.000 sehari –bila isinya lagi dianggap bagus. Warijan itu orang Mojokerto. Awalnya ia buruh pabrik. Juga istrinya.
Delapan tahun lalu Warijan minta saran saya: berani nggak berhenti sebagai buruh pabrik. Waktu itu ia masih belum 30 tahun.
”Berani,” kata saya.
Ternyata baru istrinya yang diminta berhenti. Sang istri pindah jualan sayur. Warijan membantu istrinya all-out. Bangun pukul 3 pagi. Untuk mengantar istri ke pasar.
Warijan tetap kerja di pabrik, tapi perhatiannya lebih banyak untuk bantu istri. Termasuk tidak mau lagi kerja lembur.
Dua tahun kemudian saya diberi tahu: sudah bisa beli tanah. Lalu, bisa membangun rumah. Ia foto rumah baru itu. Dikirim ke saya.
Dua tahun berikutnya, Warijan kirim foto lagi: bisa beli mobil cicilan.
”Kalau kami berdua tetap jadi buruh, tidak mungkin punya rumah. Apalagi mobil,” ujar Warijan.
Ketika terjadi pandemi, Warijan bertanya bagaimana tetap bisa jualan sayur. ”Pasti Anda akan menemukan jalan. Jangan tanya saya lagi. Anda sudah lebih pinter dari saya,” jawab saya.
Ketika PPKM berganti-ganti, istri Warijan menemukan jalan sendiri: tetap bisa jualan sayur. Caranya yang berubah. Termasuk keliling.
Cicilan mobilnya pun bisa lunas.
Ada pula nama Iif. Perempuan muda dari Indramayu. Dia juga membuat posting-an Disway. Juga tiap hari. Ribuan orang yang membaca Disway di akun Iif.
Iif awalnya juga buruh. Pun sampai Malaysia. Sudah beberapa tahun belakangan Iif dagang kecil-kecilan. Merintis usaha konfeksi. Sambil merawat ibunyi yang sakit-sakitan.
Jadi, saya tidak tahu: berapa pembaca Disway itu. Belum lagi yang lewat 42 media cetak maupun online –yang resmi mendapat tulisan dari Disway.
Tentu lebih banyak lagi yang dari kopi- mengopi.
Sebenarnya ada kerugian membaca Disway tidak dari Disway.id. Misalnya, tidak bisa mendapatkan foto-foto yang menyertai tulisan. Tidak akan tahu betapa cantiknya Si Cantik Disway di Palembang itu. Atau Si Cantik keriting yang menemukan terapi aaPRP untuk penderita Covid-19.
Lebih-lebih yang lewat kopi naskah di grup-grup WA. Kadang isinya tidak sesuai dengan yang di Disway.id. Terutama kalau beberapa menit setelah terbit, Disway melakukan perbaikan atas kesalahan yang terjadi.
Beberapa kali terjadi, 5 menit setelah Disway terbit –pukul 04.00– ada koreksi dari pembaca pertamax. Langsung kami perbaiki. Tapi, yang telanjur beredar di grup-grup WA ternyata yang belum dikoreksi.
”Pertamax” adalah istilah yang saya ketahui dari komentar pembaca. ”Pertamax” adalah ”gelar” yang diberikan kepada mereka yang pertama membaca Disway hari itu –mendahului yang lain. Kelak saya ingin tahu siapa saja mereka: Cebongkah? Kadrunkah? Atau jalur tengahkah?
Tentu saya ingin sekali tahu berapa sebenarnya pembaca Disway. Kian besar pembaca Disway, kian semangat untuk menyajikan yang lebih baik. Juga, akan muncul tanggung jawab yang lebih besar –terutama terhadap isi tulisan.
Sungguh penasaran untuk mengetahui berapa pembaca Disway sebenarnya. Serial 2 T minggu lalu, misalnya, yang lewat Disway.id saja mencapai 200.000. Tapi, berapa kalau dijumlah dengan yang di Warijan, Iif, dan yang lain-lain itu?
Maka, saya ajak Warijan untuk diskusi. Demikian juga Iif. Ganti saya yang minta saran kepada mereka. Saya juga diskusi dengan mantan Dirut harian Kompas, Mas Agung.
Banyak lagi yang saya ajak diskusi. Termasuk pemilik JPNN yang baru, Aury Jaya, yang tiap hari juga memuat Disway.
Hasilnya: kami akan mencoba cara baru. Agar sebanyak-banyaknya pembaca Disway tercatat. Baik yang lewat Disway.id maupun yang lewat lain-lain itu.
Seminggu lagi, lihatlah cara baru itu. Sedikit tambah sulit. Tapi, lebih tertata. Sambil menunggu masukan cara lain dari pembaca.
Di situ juga akan terlihat pertanda-pertanda: akan berkembang ke mana Disway.
Itu mungkin belum babak baru Disway. Tapi, pembaharuan harus selalu dilakukan.
Setidaknya harus dicoba. Mumpung masih PPKM –dengan doa semoga tidak akan ada Covid gelombang ketiga. (dis)
Komentar terbaik di artikel Godaan Oksigen pilihan Dahlan Iskan.
Sony Amanda
Review yg sangat bagus dan berimbang. Ada kritik ada harapan. Tidak mudah untuk melangkah membuat gerakan besar.
Utk komen terpilih apa ada souvenir? Kalau blom mbok dikasi. Kaos Disway atau apa gitu. Itu sebagai penghargaan atas jerih payah para penggemar Disway.
Munawir Syadzall
Orang pintar kalah sama orang bejo, orang bejo kalah sama orang nekat, orang nekat kalah sama orang gila. Biar jadi negara yang menang, perlu Presiden yang gila, asal gak gila beneran.
Sim Kuring
Kalau saya pilih jalur utama dulu diselesaikan, biar yg lainnya oleh pemerintah generasi berikutnya. Seperti tokoh film persilatan dulu, selesaikan dulu betapa menahan segala godaan, biar jurus utamanya sempurna, jurus lainnya bisa dipelajari sesuai kawan yg dihadapi dengan jurus utama.
survival=adaptasi
Tidak masalah, pelaku UMKM itu pengusaha yg handal, mereka akn menemukan jalan utk bertahan, entah diversifikasi atau pindah, tokh pemerintah juga sediakan tempat berusaha di rest area utk UMKM, memang tidak ideal karena jaraknya jauh dari pemukiman, tetapi begitulah kehidupan. Seperti dahulu begitu banyak gerobak sapi dan dokar andong, tergusur oleh kemajuan jaman karena tergantikan angkot dan mobil barang, itulah kehidupan, bukan salah strategi.
Cah Ndeso
Kenapa Abah tahu banget HK yg ditunjuk sebagai pelaksana kelarena masih berstatus BUMN privat ( belum go public)
Sehingga bisa ditunjuk langsung oleh pemerintah dan tidak menyalahi aturan ya katena Abah waktu itu yg jadi sutradaranya, begitu juga proyek LRT digodok perencanaannya pada masa beliau jadi Menteri BUMN, pemerintah sekarang tinggal melanjutkan saja.
Balada Sopir Truk
Kalau ongkos tak cukup yah lewat jalan biasa saja, dulu sebelum ada jalan tol juga begitu, mereka tidak manja dan mengeluh seperti anak mama.
Kadang ada pemilik muatan ingin barangnya terkirim cepat, tinggal ditagih saja ongkos tol ke pemilik muatan, begitu lebih baik, karena dulu tidak ada alternatif hanya berjubel dijalan biasa, sekarang bersyukur, jalan biasa agak sepi.
Kampretos
Medan punya Bika, Ambon punya nama .. Orang Medan ndak sewot kalo kue kebanggaannya disebut Bika Ambon. Hahahaha.. itulah Indonesia