HARIANHALMAHERA.COM–Empat lembaga adat di wilayah lingkar tambang PT Nusa Halmahera Minerals (NHM); Pagu, Boeng, Towiliko, dan Modole, menyatakan setuju dibukanya Tambang Rakyat Gosowong (TRG). Pernyataan kompak tersebut diutarakan masing-masing perwakilan lembaga adat saat pertemuan dengan sejumlah legislator, di ruang rapat kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Jumat (8/10).
Pertemuan tersebut dihadiri Ketua DPRD Halut Janlis G. Kitong, Wakil Ketua I DPRD Asrul Hi Suaibun, Wakil Ketua II DPRD Inggrid Paparang, dan perwakilan anggota komisi DPRD. Kemudian, perwakilan Sangaji Boeng Dominggu Isak Bitjara, perwakilan Sangaji Towiliko Faren, perwakilan Sangaji Modole Santo Hayati, dan perwakilan sangaji Pagu Ngetek. Pertemuan itu juga diikuti pengurus lembaga adat empat suku dengan jumlah yang hadir sebanyak 40 orang.
“Pertemuan ini dilaksanakan guna mendengar penyampaian dari perwakilan empat suku terkait dengan rencana PT NHM membuka Tambang Rakyat Gosowong (TRG). Kalau bisa semua keterwakilan menyampaikan pendapat secara bergiliran, sehingga rapat bisa berjalan dengan baik, dan kita dapat mencari solusi ketika ada masalah,” kata JK, sapaan Janlis Kitong, membuka pertemuan.
Perwakilan Sangaji Boeng Dominggu Isak Bitjara mengawali berbicara. Dia menyebut, sebelum pertemuan ini, dia dan perwakilan lembaga adat lainnya sudah bertemu dengan Pemkab Halut pada akhir Agustus lalu. “Dalam rapat ini kami dari empat adat hanya meminta, ketika tambang rakyat dibuka harus diatur dengan baik, sehingga tidak terjadi konflik di wilayah lingkar tambang. Kami harap proses penambangan dapat diatur dengan baik dan bijaksana, sehingga manfaat dari tambang dapat dirasakan oleh masyarakat lingkar tambang,” ujarnya.
Terkait dengan aspek keamanan, lanjut Isak, mereka (lembaga adat) berharap peran dari wakil rakyat dan pemerintah dapat diikut sertakan agar proses berjalannya tambang rakyat dapat berjalan dengan baik. “Kami tahu bahwa ada itikad baik dari Direktur PT Indotan Halmahera Bangkit H Robert Nitiyudo Wajcho, sehingga kami meminta DPRD Halut agar dapat mengontrol jalannya tambang rakyat, sehingga bermanfaat bagi masyarakat lingkar tambang,” ungkapnya.
“Kami harap ketika berjalannya kegiatan penambangan, adanya poin-poin atau hal-hal teknis pada pertambangan. Mulai dari izin, wadah pertambangan, pendamping, sampai fungsi kontrol. Dengan demikian kami minta pandangan dari wakil rakyat yang memiliki fungsi kontrol terhadap kegiatan tambang rakyat di PT Indotan,” sambung Ngetek, perwakilan sangaji Pagu.
Senada dikatakan perwakilan sangaji Towiliko Faren. Menurutnya kegiatan yang dilakukan PT NHM dengan membuka tambang rakyat, diharapkan terkait dengan mekanisme dan sistem pelaksanaan di wilayah masyarakat lingkar tambang menjadi perhatian, sehingga perlu adanya keseriusan dari wakil rakyat agar ada dampak positif untuk masyarakat.
“Dengan adanya rapat ini, kita bicarakan regulasi. Siapa yang bertanggung jawab untuk menghindari dampak negatif. Karena itu kami minta perhatian penuh dengan kajian khusus, sehingga dibuat satu SOP (standar operasional prosedur) bagi para penambang,” tekannya.
Demikian juga perwakilan sangaji Modole Santo Hayati. Dia mengatakan pada prinsipnya kehadiran tambang rakyat ini merupakan sebuah kesempatan dan berkat bagi masyarakat lingkar tambang, khususnya masyarakat Halut. Dengan tambang rakyat ini bisa membantu ekonomi masyarakat, apalagi tambang rakyat ini di kontrol lansung oleh PT NHM.
“Kami juga belum mendapatkan konsep yang jelas. Kami harap agar ada agenda khusus melibatkan pihak NHM dalam rapat lanjutan membicarakan hal-hal teknis, sehingga konsep tambang rakyat dapat kita ketahui jelas oleh semuanya,” pintanya.
Menanggapi penuturan perwakilan lembaga adat, beberapa legislator ikut memberikan tanggapan. Apalagi ada harapan agar DPRD bisa berperan dalam pengawasan.
Ketua Komisi III Syahril Hi Rauf, menyampaikan tambang rakyat ini harus lihat dari sisi legal formal. Bahwa tambang rakyat berada di atas konsesi PT Indotan Halmahera Bangkit. Artinya pemilik konsesi memberikan ruang kepada masyarakat untuk menambang. Karena itu ini merupakan hak mutlak dari PT Indotan, sehingga legal formal jangan lagi ditafsirkan.
“Terkiat SOP merupakan masukan bagi kami untuk dilaksanakan kajian bersama, baik SOP tenaga kerja dari sisi keselamatan kerja maupun SOP lain hak-hak dari penambangan. Konsep penambang yang diharapkan ini dalam upaya untuk dicari jalan keluar oleh Pemkab dan DPRD dalam mengakomodir berjalan tambang rakyat,” tuturnya.
Untuk hak-hak penambang, Syahril menilai perlu diatur apakah ada Badan Usaha baru atau diatur secara langsung PT Indotan serta hak-hak yang didapati oleh masyarakat. “Itu belum dibicarakan. Empat lembaga adat sudah banyak menyampaikan aspirasi, maka DPRD akan menindak lanjuti dengan mengagendakan membuat rapat bersama dengan PT NHM,” imbuhnya.
Legislator lain, Irwan Djam memberikan apresiasi bahwa di daerah ini ada nilai-nilai kearifan dan budaya dari Halut. Dia mengapresiasi lembaga adat merespon segala kegiatan usaha pertambangan sehubungan dengan perlindungan hak wilayah adat.
Hanya saja Irwan menyebut seperti apa keterlibatan lembaga adat pada tambang rakyat, memang belum bisa dijelaskan karena masih ada tahapan yang akan dilaksanakan. “Pembicaraan ini bukan sebagai forum pengambilan keputusan, tapi masih akan ditindak lanjuti. Pemerintah belum final, belum secara konferensi diformalkan secara teratur. Kami justru sangat setuju harus ada keterlibatan lembaga adat dalam kegiatan tambang rakyat tersebut sesuai dengan UU Agraria,” ujarnya.
Irwan menambahkan, yang harus diatur terkait soal keberadaan karyawan tambang rakyat bukan hanya untuk masyarakat dari luar karena dari segi kemampuan dasar belum mempunyai keahlian khusus. “Sehingga ikhtiar kami bahwa harus melibatkan masyarakat Halut dalam kegiatan tambang rakyat. Forum ini menjadi intisari kita semua dalam mengambil keputusan terkait fungsi dan kedudukan lembaga adat pada tambang rakyat tersebut,” pungkasnya.(cw/fir)