HARIANHALMAHERA.COM– pemerintah provinsi Maluku Utara dibawa kendali gubernur KH. Abdul Gani Kasuba dan wakil gubernur M. Al Yasin Ali akan berakhir pada Desember 2023 nanti. Namun di sisa waktu 6 bulan ini masalah pemerintahan AGK-Ya masih terus bermunculan. Sebelumnya terendus isu jual beli jabatan dalam pengangkatan ratusan pejabat dilingkungan Pemprov Malut hingga berujung pembatalan SK pelantikan, kini mencuat utang pemprov ke pihak ketiga tahun 2022 sebesar Rp 131 miliar lebih (Rp131.548.009.790,18) yang dikabarkan tidak berdasarkan surat perintah membayar (SPM).
Utang pemprov tersebut pun disoroti Fraksi Golkar di DPRD Malut. Tak tanggung-tanggung sorotan itu tertuang dalam pandangan umum Fraksi Golkar terhadap laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2022 yang disampaikan pada rapat paripurna masa persidangan ketiga tahun 2023 tentang LPJ APBD tahun 2022 yang dilaksanakan Rabu (12/7).
Ketua Fraksi Golkar, Farida Djama, mengungkapkan, pihaknya soroti utang pemprov tersebut, karena penggunaannya terindikasi bermasalah, dimana utang daerah sebesar Rp 131.548.009.790,18 yang terdiri dari utang belanja sebesar Rp 86.222.260.040,92 dan utang jangka pendek lainnya sebesar Rp 45.325.749.749,26 ini ternyata dicatat tidak berdasarkan SPM.
“Dugaannya bermasalah, karena tidak ada laporan perkembangan fisik pekerjaan dan realisasi keuangan pada 10 SKPD,”katanya.
Utang sebesar ini lanjut Srikandi partai Golkar ini, ternyata akibat dari pinjaman ke PT SMI sebesar Rp 171 milar
“Mengingat sudah terlanjur utang maka apa langkah strategis pemerintah provinsi Maluku Utara untuk menyikapi dan melunasi utang tersebut dimasa akhir jabatan gubernur ?. Fraksi Golkar akan terus melaksanakan fungsi kontrol pelaksanaan APBD,”tandasnya.(Ifa)