HalutMaluku UtaraOpini

Ikan Bukan Sekadar Tangkap: Hilirisasi untuk Mengangkat Ekonomi Halmahera Utara

×

Ikan Bukan Sekadar Tangkap: Hilirisasi untuk Mengangkat Ekonomi Halmahera Utara

Sebarkan artikel ini

Oleh: Sitkun Deni

(Dosen Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara)

Bayangkan sebuah wilayah yang lautnya membentang bak permadani biru tak berujung, dihuni oleh jutaan ikan yang menari di bawah ombak, dan dihembus angin asin yang membawa kisah dari masa lalu hingga masa depan. Inilah Halmahera Utara—permata maritim Indonesia timur yang memegang peran besar dalam rantai pangan laut global, tetapi belum sepenuhnya memetik hasil dari kekayaan yang dimilikinya. Laut ini memberi rezeki berlimpah: tuna sirip kuning yang lincah, cakalang berprotein esesnsial, kakap merah yang menggoda, hingga kerapu yang bernilai tinggi di pasar Asia.

Menurut data Badan Pusat Statistik Halmahera Utara (2025), produksi perikanan tangkap pada 2022 mencapai 33.215 ton, meningkat 3,7% dari tahun sebelumnya. Namun lebih dari 80% hasil itu dijual mentah ke luar daerah. Nilai tambah menguap, peluang kerja hilang, dan nelayan tetap terjebak dalam lingkaran ekonomi yang rapuh. Padahal, potensi perikanan laut daerah ini sangat besar: 1,53 juta ton ikan pelagis dan 600 ribu ton ikan demersal setiap tahun. Di pelabuhan Tobelo, harga tuna segar hanya Rp42.000–45.000/kg, sementara di Tokyo fillet beku dari ikan yang sama dijual hingga Rp205.000/kg. Selisih ini menunjukkan peluang ekonomi yang selama ini terabaikan.

Hilirisasi adalah jawabannya. Ini bukan hanya tentang membangun pabrik pengolahan, tetapi membentuk ekosistem industri: pelatihan tenaga kerja lokal, pembangunan cold storage modern untuk menjaga mutu ikan, modernisasi pelabuhan, penyediaan listrik stabil, serta pembukaan akses pembiayaan bagi UMKM. Bayangkan Tobelo menjadi pusat pengasapan ikan premium yang menjadi incaran restoran ternama di Jakarta, pabrik surimi yang memasok Osaka, dan pengalengan ikan yang produknya hadir di rak supermarket Seoul.

Posisi strategis Halmahera Utara di jalur perdagangan Pasifik Barat adalah modal logistik yang berharga. Namun jalannya penuh tantangan: infrastruktur pelabuhan yang belum optimal, rantai dingin yang terbatas, pasokan listrik yang tidak konsisten, serta sertifikasi mutu internasional yang belum terjangkau semua pelaku usaha. Di sisi lain, perubahan iklim mengubah pola migrasi ikan, memaksa nelayan menyesuaikan strategi penangkapan, dan menuntut industri lebih adaptif.

Perubahan mulai tampak. Pemerintah daerah menggandeng investor membangun cold storage berkapasitas ratusan ton dan merencanakan pabrik pengalengan. Balai Diklat Perikanan Ambon melatih ratusan pelaku usaha agar mampu memproduksi olahan ikan sesuai standar ekspor. Kementerian Keuangan menyediakan insentif fiskal dan pembiayaan mikro khusus sektor hilir. Program ini memicu optimisme, tetapi butuh kesinambungan dan pengawasan agar tidak berhenti di proyek percontohan.

Hilirisasi perikanan akan membawa dampak ganda: meningkatkan harga jual ikan di tingkat nelayan, menciptakan ribuan lapangan kerja, memperkuat UMKM lokal, dan mengokohkan posisi Indonesia di pasar perikanan global. Kuncinya adalah kolaborasi: pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, akademisi sebagai penghasil inovasi, pengusaha sebagai motor penggerak industri, dan nelayan sebagai ujung tombak.

Bayangkan lima tahun ke depan: kapal-kapal nelayan merapat di pelabuhan modern, ikan segar masuk ke cold storage canggih, sebagian diolah menjadi fillet beku, surimi, ikan asap, dan kaleng siap ekspor. Anak-anak muda Halmahera Utara bekerja di pabrik dengan keterampilan baru, UMKM berkembang memproduksi makanan laut olahan, dan pendapatan daerah meningkat. Itulah masa depan yang bisa diraih jika hilirisasi dijalankan dengan keseriusan.

Hilirisasi di Halmahera Utara bukan sekadar strategi ekonomi, melainkan visi masa depan: mengubah pola “tangkap-jual” menjadi “tangkap-olah-jual” yang berkelanjutan. Ini adalah janji untuk menjaga laut tetap produktif, memberi nilai tambah bagi setiap tetes keringat nelayan, dan memastikan bahwa generasi mendatang masih dapat menikmati kekayaan yang sama, bahkan lebih.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *