HARIANHALMAHERA.COM–Upaya meningkatkan mutu pendidikan bukan hanya dengan Ujian Nasional (UN), tetapi mesti dibarengi dengan pertukaran kepala sekolah dari daerah yang kurang maju menjadi wakil kepala sekolah di sekolah yang baik. Sedangkan wakil kepala sekolah yang baik tersebut menjadi kepala sekolah di daerah yang kurang maju. Agar terjadi transformasi pengetahuan, pengalaman dan kultur belajar.
Hal itu disampaikan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla saat orasi ilmiah dalam rapat senat terbuka penganugerahan Doktor Honoris Causa dirinya oleh Universitas Negeri Padang (UNP), Kamis (5/12). JK yakin pendidikan bermutu baik dengan guru-guru yang baik.
JK menyampaikan guru-guru yang baik dapat menciptakan sekolah yang baik, dan sekolah-sekolah yang baik menghasilkan pendidikan yang baik. “Jadi perlu inovasi dan keterampilan dalam peningkatan produktivitas dan nilai tambah,” katanya. Oleh karena itu, Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK) seperti UNP yang dulu dikenal sebagai IKIP (Institut Keguruan Ilmu Pendidikan) harus mampu menciptakan calon guru yang berkompeten.
Dulu ada PTPG di daerah terpencil, tapi tidak ada di kota lebih besar. Menurutnya, sekarang pendidikan untuk menghasilkan para guru juga semakin meningkat. “Sejalan dengan itu kesejahteraan guru juga makin meningkat dibandingkan dengan PNS lain. Di mana-mana universitas negeri keguruan seperti UNP ataupun perguruan tinggi swasta ini terus meningkat peminatnya,” katanya.
Lebih lanjut, JK menyampaikan, peningkatan minat ini seharusnya sejalan dengan kemajuan pendidikan di LPTK secara keseluruhan. Hanya dengan para guru yang bermutu tinggi dapat menjamin pendidikan yang berkualitas dan maju. Mutu lulusan perguruan tinggi juga dipengaruhi oleh mutu sekolah menengah. Tak hanya itu. Untuk menjamin mutu pendidikan, guru-guru harus hati-hati karena kepala sekolah dan guru juga dinilai oleh masyarakat. Guru sering disebut-disebut sebagai pahlawan kalau mereka bekerja melewati tanggung jawab formalnya.
“Dunia kita dewasa ini dan di masa depan sangat kompetitif dan sekaligus disruptif. Dalam perkembangan yang tidak selalu kondusif itu, banyak sekali faktor yang bisa mempengaruhi keberhasilan kemajuan pendidikan kita. Karena pendidikan itu juga sangat dinamis, perlu ada perubahan-perubahan kurikulum dan sistem sesuai kebutuhan. Namun apapun perubahannya, tetap sistem perlu cara untuk menguji dan menilai, sekaligus mendorong anak untuk belajar dengan baik,” katanya.
Disebutkannya, pendidikan nasional masih menghadapi banyak tantangan, khususnya untuk meningkatkan mutunya. Sekaligus menjamin mutu itu secara berkelanjutan. Upaya dalam peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara bersama-sama yang melibatkan pemerintah, guru, orangtua murid atau masyarakat secara keseluruhan.
“Kita perlu belajar dari negara-negara yang sudah maju dengan tetap memperhatikan kondisi riil kita. Kita perlu juga memperbaiki kultur belajar dan mendorong kerja keras serta semangat untuk maju dari generasi muda kita,” katanya.
Di sisi lain, pendidikan yang baik juga hanya bisa dijalankan di negara yang ekonominya baik dan bertumbuh. Tidak bisa berbicara banyak tentang kemajuan pendidikan jika tingkat ekonomi suatu negara rendah, atau tidak bertumbuh dengan baik. Sebaliknya, ekonomi yang maju hanya dapat dicapai dengan SDM dengan pendidikan yang baik bagi warganya. Jadi, ada lingkaran yang bertumpu pada peningkatan SDM bangsa melalui pendidikan.
“Kalau kita berbicara tentang pendidikan sebagai bagian dari infrastruktur sosial, peningkatan pendidikan mencakup dua bidang pokok. Yaitu, peningkatan jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Pada saat yang sama juga perlu peningkatan infrastruktur fisik pendidikan, antara lain mencakup piranti keras (hardware) dan piranti lunak (software). Kita perlu memiliki ruang kelas dan laboratorium yang baik, bersamaan dengan kurikulum yang juga baik, yang bisa meningkatkan mutu pendidikan,” katanya.
JK juga menjelaskan kenapa harus ada standar nasional. “Jika tidak ada standar nasional, tapi ada standar-standar yang berbeda, ini sangat berbahaya,” tukasnya. Dengan standar pendidikan yang berbeda, mutu berbeda, maka terciptalah gap atau kesenjangan mutu pendidikan dari satu daerah ke daerah lain. Sekolah-sekolah di daerah tentu dapat belajar mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan daerahnya. (jpc/pur)