HARIANHALMAHERA.COM – Karantina terhadap 238 warga negara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Wuhan menjadi acuan dasar untuk pelayanan kasus-kasus serupa di masa depan. Termasuk rencana pembangunan rumah sakit (RS) khusus di salah satu pulau yang dipilih.
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani menuturkan, pemerintah tidak gegabah untuk langsung memutuskan pembangunan RS khusus hanya karena kasus 2019-nCoV. Pemilihan lokasi dan penyiapan fasilitas perlu direncanakan dengan matang
Terlebih, sejauh ini pelayanan terhadap WNI yang dikarantina di Natuna berjalan dengan baik. Observasi di Natuna semata-mata bertujuan untuk mematuhi protokol kesehatan dari WHO terkait 2019-nCoV. Yakni mengobservasi siapa pun yang datang dari Wuhan, wilayah asal virus tersebut, setidaknya selama 14 hari.
Dani, sapaan karib Jaleswari Pramodhawardani, mengungkapkan, seluruh kebutuhan dasar di lokasi observasi terjamin. ”Ada 112 orang yang membantu mengawani dan memberikan layananlayanan,” katanya dalam keterangan pers di Bina Graha, Jakarta, kemarin (7/2). Mulai layanan kesehatan, psikolog, dan lainnya.
Keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan mereka selama masa observasi juga diperhatikan. Salah satunya kebutuhan makanan. ”Setiap hari mereka mendapat (senilai) Rp 100 ribu per makan. Jadi, kalau tiga kali makan itu Rp 300 ribu,” lanjutnya.
Kementerian Kesehatan juga sudah menyiapkan langkah pascaobservasi. ”Kawan-kawan yang diobservasi itu nanti akan (tetap) dipantau kesehatannya,” ucap dia. Termasuk di dalamnya memperkuat rumah-rumah sakit di daerah asal para WNI tersebut.
Dani mengatakan, rencana membangun RS di pulau tertentu baru sebatas brainstorming. Yang jelas, pemerintah tidak merancang kawasan pulau khusus isolasi.
Baca Juga: RS Kilat
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kemarin memanggil sejumlah pejabat teras kementerian dan lembaga untuk membahas tempat khusus apabila sewaktu-waktu wabah virus menular serupa korona muncul. ”Presiden minta kami mendiskusikan kemungkinan untuk menyiapkan rumah sakit khusus yang jangka panjang kalau ada peristiwa seperti korona.” katanya
Walau belum ada keputusan final, jelas Mahfud, ada opsi menjadikan pulau tertentu sebagai lokasi. Namun, ada kriteria yang harus dipenuhi. ”Harus dekat pangkalan militer agar mudah evakuasi, dekat bandar udara. Itu saja tadi kriterianya,” ungkap dia.
Mahfud membantah anggapan bahwa rencana itu muncul lantaran sempat ada penolakan dari masyarakat Natuna. Tepatnya ketika pemerintah memutuskan lokasi observasi WNI dari Wuhan di pulau tersebut.
Yang benar, ide muncul karena kekagetan pemerintah saat korona mewabah dan memaksa ratusan WNI dipulangkan. ”Kita seperti kaget membawa banyak orang ke suatu tempat,” ujarnya. Apabila sudah memiliki lokasi khusus dengan RS khusus, hal itu tidak akan terjadi. (jpc/pur)