HARIANHALMAHERA.COM – Bupati Halmahera Barat (Halbar), Danny Missy, diminta mengevaluasi kinerja Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPM-PD), dibawa kepemimpinan Asnath Sowo.
Ini menindaklanjuti adanya berbagai persoalan di tingkat desa, khsususnya pengelolaan dana desa (DD), yang setiap saat kerap bermasalah.
Buktinya, pada Kamis (11/6) kemarin, Komisi I DPRD Halbar bahkan harus turun tangan memediasi persoalan yang terjadi di enam desa, akibat buntut dari tidak transparansinya pengelolaan DD.
Sekretaris Komisi I DPRD Halbar, Joko Ahadi, usai menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama perangkat Desa Biamaahi dan Ake Jailolo Kecamatan Jailolo Selatan, menegaskan gelombang aksi unjukrasa hingga pemalangan kantor desa yang hampir terjadi di setiap desa, disebabkan penguatan kapasitas aparatur desa yang kurang maksimal.
Olehnya itu, menurut Joko, harus ditindaklajuti melalui penyiapan regulasi terkait tranparansi penggunaan DD. Bukan sebatas menampilkan lewat papan informasi yang diketahui masyarakat. “Paling tidak harus dicarikan solusinya seperti apa,” katanya.
Pelaksanaan bimbingan teknis (Bimtek) bagi aparatur desa misalnya, menurut dia, jangan hanya serimonial belaka. “Harus ada formula yang disiapkan,” tandasnya.
“Sebab hampir setiap hari selalu saja ada persoalan menyangkut tranparansi dana desa yang diadukan ke DPRD. Terus DPM-PD hingga tenaga pendamping ini kerjanya apa,” sesalnya.
Penguatan kapasitas aparatur desa, menurut dia, harus dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM). “Khusus perangkat desa minimal berijazah SMA, dengan melihat faktor usia. Jangan lagi merekrut amunisi tua,” tuturnya.
“Ini juga menjadi catatan kami di Komisi I, agar kinerja DPM-PD ini lebih efektif. Tentu harus ada evaluasi,” ucap Joko menambahkan.
Terpisah, Sekretaris DPM-PD Halbar, Ramli Naser, mengaku realisasi DD yang setiap saat memantik masalah, menjadi catatan penting bagi DPM-PD. “Kami akan menyiapkan beberapa langkah,” katanya.
Seperti, lanjut dia, meningkatkan kualitas SDM melalui sosialiasi bergilir di setiap desa atau head to head. Kemudian, melakukan evaluasi di tingkat kecamatan.“Ini bertujuan menyelesaikan berbagai problem yang terjadi di tingkat desa,” katanya.
DPM-PD, kata dia, dalam penguatan kapasitas aparatur desa melalui skema head to head, juga bakal menyampaikan proses penanganan setiap persoalan yang terjadi di tingkat desa secara berjenjang.
“Ini agar bisa diketahui masyarakat, sehingga tidak ada lagi tumpang tindih dalam menyelesaikan masalah. Misalnya, ketika tuntas di DPM-D, masalah kemudian kembali muncul di DPRD atau Inspektorat,” tuturnya.
Ramli mengakui, dari 175 desa penerima DD, hampir 50 persen bermasalah. Ini akibat tidak adanya transparansi pengelolaan DD. Olehnya itu, keberadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di setiap desa sangat penting.
“Tentu dalam melakukan pengawasan dan membangun kerja sama yang lebih efektif bersama pemerintah desa, sehingga tidak lagi saling menyalahkan,” tuturnya.(tr-4/Kho)