SAYA tidak bisa lagi merahasiakan ini: siapa Si Cantik Disway itu. Yang jadi sumber utama serial tulisan saya soal sumbangan keluarga Akidi Tio Rp 2 triliun itu.
Pembaca Disway ternyata terus mencoba menebak siapa Si Cantik dengan lima ‘i’ itu. Saya hitung satu per satu: lebih 10 orang yang tebakannya benar.
Si Cantik adalah seorang dokter. Spesialis kandungan. Dia bertugas di rumah sakit swasta di Palembang –pensiun muda dari pegawai negeri.
Berarti saya tidak bohong: Si Cantik itu orangnya benar-benar ada. Bukan tokoh fiksi atau imajinasi.
Namanyi: Siti Mirza Nuria. Biasa dipanggil ”dokter Nur”. Gelarnyi, sebagai orang Minang, adalah ”Datin” –Datuk untuk wanita.
Tinggal satu lagi yang harus saya buktikan bahwa yang satu ini juga nyata adanya: apakah dokter Nur benar-benar cantik –dengan lima ‘i’. Kita bisa berdebat habis soal ini. Sampai pun selama PPKM sudah diakhiri kelak.
Baiknya saya sertakan saja foto Si Cantik. Agar perdebatan cantik atau tidaknya jangan berkepanjangan. Lihatlah foto Si Cantik setelah alenia ini:
Memang ada pembaca yang memperbandingkan: mana Yang lebih cantik, Si Cantik atau Dr dr Karina (Disway 2 Agustus 2021). Ada yang bilang Karina yang lebih pantas mendapat lima ‘i’. Tapi sebaiknya jangan diperbandingkan begitu. Eranya berbeda.
Dokter Nur dilahirkan tahun 1953 –dua tahu setelah kelahiran saya. Sedang Dr Karina tahun ini baru berumur 47 tahun.
Yang jelas dr Nur adalah wanita tercantik se-Indonesia. Di tahun 1977 lalu. Dia terpilih sebagai Putri Indonesia di tahun itu. Dia orang Palembang pertama dan satu-satunya yang sampai ikut kontes Miss World di London dan Miss Universe di Santo Domingo.
Berarti benar: dia pernah jadi orang paling terkenal di Indonesia. Waktu terpilih itu Si Cantik sudah kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Di Unsri juga Si Cantik bertemu Emyr Rasyid. Kakak angkatan. Dia di tahun pertama. Emyr di tahun ketiga. Ibu Si Cantik adalah teman main tenis ibunda Emyr –seorang dokter spesialis kandungan.
“Emyr jadi incaran banyak cewek. Saya juga punya banyak fans dan teman pria,” ujar Si Cantik mengenang.
Tahun 1977 dia jadi Putri Indonesia. Tahun 1978 menikah dengan Emyr. “Hadiah keliling dunia saya hangus,” katanyi.
Emyr kemudian menjadi dokter umum. Tidak mengambil spesialis. Pernah jadi dokter PLN. Lalu lebih banyak dagang –termasuk membuka resto Padang di Palembang. Ia memang berdarah Minang. Ia meninggal tahun lalu –karena sakit jantung.
Sang suami juga menjadi orang terkenal. Emyr adalah vokalis di Country Road. Yakni grup musik spesialis lagu-lagu country bersama Tantowi Yahya –kini Duta Besar Indonesia di Selandia Baru dan negara-negara Pasifik Selatan. Seminggu sekali grup itu tampil di TVRI –terkenal sekali.
Emyr menjabat presiden di grup musik itu.
Waktu kecil, nasib si Cantik sangat baik: rumah orang tuanyi dekat kompleks perumahan Pertamina. Banyak orang asing di situ. Dia sudah biasa bicara bahasa asing sejak kecil.
Rahasia siapa Si Cantik mulai terkuak gara-gara Senin pagi lalu: Dr Nur ikut ke Bank Mandiri. Bersama polisi dan Heryanti, putri bungsu Akidi Tio.
Senin itu, polisi ingin membuktikan apakah Heryanti punya uang Rp 2 triliun di Bank Mandiri. Polisi ke Bank Mandiri dengan membawa bilyet giro. Itulah bilyet yang diserahkan Heryanti tanggal 29 Juli 2021. Angka yang tertera di bilyet giro itu Rp 2.000.000.000.000.
Bisa saja polisi datang sendiri ke bank. Tanpa Heryanti. Toh sudah memegang bilyet giro. Saya tidak tahu mengapa Heryanti diajak serta. Mungkin sekalian untuk memudahkan pemeriksaan polisi kelak. Berarti sebenarnya polisi sudah menduga bilyet giro itu kosong –tidak ada dananya.
Benar saja, begitu polisi ingin mengambil uang sebanyak yang tertera di bilyet itu tidak berhasil. Jawaban bank: dana Heryanti tidak cukup. Hanya bank yang tahu Heryanti punya uang berapa di rekeningnyi: konon hanya Rp 30 juta.
Di sini Heryanti langsung bisa dijerat dengan aturan cek kosong.
Tapi mungkin saja Heryanti menyerahkan bilyet giro itu karena dipaksa. Giro itu bukan diserahkan saat upacara penyerahan sumbangan 26 Juli 2021. Itu baru diserahkan tanggal 29 Juli –tiga hari kemudian, setelah mulai heboh-heboh.
“Mengapa kok Anda ikut ke Bank Mandiri?” tanya saya pada Si Cantik.
“Siapa tahu uang saya juga bisa cair,” jawab dr Nur lantas tersenyum manis.
“Anda datang ke bank sendirian, diajak polisi, atau diajak Heryanti?” tanya saya lagi.
“Diajak Heryanti,” jawabnya.
Pagi itu Si Cantik ditelepon Heryanti. Untuk diajak ke bank. Uang Si Cantik akan cair hari itu.
Si Cantik naik mobil sendiri ke bank. Heryanti bersama polisi.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kejiwaan Heryanti saat berangkat ke bank itu.
Dia tahu polisi akan mencairkan bilyet giro Rp 2 triliun. Dia tahu tidak ada uang di bank itu. Kok dia mau berangkat ke bank. Kok tidak langsung saja bilang: Pak Polisi, tidak usah ke bank, dananya tidak ada.
Atau sebenarnya dia sudah bilang begitu tapi polisi tetap mengajak dia ke bank. Dengan tujuan memudahkan pemeriksaan kelak.
Bahkan kenapa Heryanti mau menyerahkan bilyet giro itu –kalau dia sendiri tahu bilyet giro itu kosong. Mengapa pula dia mau membubuhkan tanggal pencairan giro bilyet itu, 2 Agustus 2021. Mengapa saat polisi minta bilyet giro itu, Heryanti tidak langsung mengatakan: “maaf Pak Polisi, uang dari Singapura ternyata belum jadi masuk ke rekening saya”.
Ataukah sebenarnya hari itu Heryanti benar-benar yakin menerima kabar dari Singapura bahwa uang papanyi cair hari itu?
“Dia yakin sekali. Dia tenang sekali,” ujar Si Cantik. “Kalau saya yang mengeluarkan cek (biro gilyet, Red) seperti itu saya sudah mati berdiri,” tambahnya.
Waktu menunggu di bank dr Nur tidak sempat berbincang dengan Heryanti. Heryanti terus berbincang dengan pejabat Polda. “Wajahnyi biasa sekali. Tidak kelihatan grogi,” kata Si Cantik.
Dokter Nur pernah menanyakan soal ketenangan itu. Jawab Heryanti: “kalau dana itu tidak ada ya Bu… mana saya bisa kuat tersiksa lama begini. Saya bisa kuat karena dana itu ada”.
Saya pun mempersoalkan bagaimana mungkin bisa mengurus uang di Singapura di masa pandemi seperti ini? Bukankah Heryanti tidak bisa masuk ke Singapura?
Ternyata, Heryanti punya cara sendiri. Selama pandemi ini, Heryanti ke Batam. Terakhir dua bulan lalu. Heryanti mengurus uang Rp 16 triliun ”milik” ayahnyi dari Batam.
Singapura memang terlihat dari Batam. Jaraknya begitu dekat. Lalu lintas lautnya begitu lancar.
Heryanti menunggu di Batam. Pengacara Singapura yang datang ke Batam. Pengacara itu menyerahkan dan menerima dokumen yang diperlukan. Di Batam pula Heryanti menandatangani berkas-berkas yang diperlukan.
“Sekarang ini berapa tingkat kepercayaan Anda pada Heryanti?” tanya saya sambil mengingatkan skala 1 sampai 100. Minggu lalu tingkat kepercayaan itu 70. Naik dari 50 seminggu lalu dan 30 tiga bulan sebelumnya.
“Sekarang di tingkat 20,” jawab Si Cantik.
Drama sumbangan Rp 2 triliun untuk Kapolda Sumsel ini belum berakhir. Tapi biarlah serial 2 T hari ini menjadi yang terakhir.
Sudah begitu banyak yang ingin tahu kelanjutan perjuangan dr Karina. Begitu banyak yang memerlukan pemikiran Karina. (dis)