KATA ”virus China” tidak bisa lagi diucapkan oleh Presiden Donald Trump. Siapa pun orang Amerika yang menggunakan istilah itu dianggap melanggar resolusi Kongres Amerika.
Sejak kapan?
Sejak kongres mengesahkan resolusi ”Kecaman Terhadap Anti-Asia” minggu lalu. Memang resolusi itu bukan undang-undang tapi itu juga produk parlemen.
Resolusi itu dipromotori oleh satu orang anggota kongres saja: Grace Meng (Meng Zhao Wen, åææ). Dia adalah anggota DPR dari dapil 6 New York. Yang wilayahnya mencakup tempat kelahirannya: Queen.
Grace Meng, 44 tahun, adalah keturunan Asia pertama yang jadi anggota DPR dari New York. Suaminyi keturunan Korea. Dia punya dua orang anak.
Meng adalah seorang pengacara. Ia sarjana hukum lulusan University of Michigan dengan S-2 di bidang hukum dari salah satu universitas swasta di New York.
Meng mengajukan resolusi itu setelah melihat banyak keturunan Asia menjadi korban kekerasan. Terutama suku Tionghoa. Termasuk kekerasan fisik. Lebih terutama lagi sejak ada wabah pandemi Covid-19.
Seringnya Trump menggunakan istilah “virus China” telah memancing kebencian terhadap keturunan Asia. Terutama karena pengucapan itu disertai maksud untuk memojokkan Tiongkok. Juga karena pengucapan itu disertai istilah lain seperti kungflu.
Ternyata pemungutan suara atas resolusi itu sangat sukses bagi Meng. Hasilnya: 243 mendukung, 164 menentang. Semua anggota DPR dari Demokrat mendukung. Pun 14 anggota DPR dari Republik. Yang 164 penentang itu semuanya dari partainya Trump.
“Mengapa kongres harus menyidangkan resolusi seperti ini,” ujar seorang anggota DPR dari Republik. “Buang buang waktu saja,” tambahnya. “Tidak satu pun dapurnya orang Amerika memerlukan resolusi seperti ini,” katanya lagi.
Bagi Meng itu penting. Sebagai wakil rakyat Meng dituntut pemilihnya untuk memperjuangkan keselamatan dan keamanan masyarakat. Terutama keturunan Asia. Mereka mengadu kepada Meng selalu dilecehkan dan jadi sasaran kekerasan. Terutama selama pandemi Covid-19.
Meng terpilih pada 2012. Lalu terpilih lagi dalam Pemilu 2016. Sebelum itu dia sudah dua periode menjadi anggota DPRD New York. Ayahnyi, juga pernah menjadi anggota DPRD New York. Sang ayah tidak terpilih lagi karena tersangkut perkara suap.
Periode pertama menjadi anggota DPR, Meng juga membuat sejarah: ia mengusulkan dilakukannya perubahan UU Internasional Kebebasan Beragama. Yang ingin dia ubah hanyalah pasal tertentu saja. Yakni pasal yang terkait dengan ”penodaan terhadap kuburan.”
Rupanya Meng juga mendapat aspirasi dari pemilihnyi. Khususnya mengenai banyaknya kuburan yang dicorat-coret. Atau kuburan yang dengan mudah digusur oleh proyek perumahan komersial.
Tapi Meng beralasan lebih dari itu. Banyak penodaan atas kuburan yang menggunakan motivasi kebencian terhadap agama yang dianut mayat di dalamnya.
Pokoknya, Meng telah berbuat. Sebagai wakil rakyat Meng sungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi rakyat yang dia wakili –biarpun diejek-ejek sebagai anggota DPR yang hanya punya usul kelas kaleng-kaleng.
“Itu hanya ulah Demokrat saja yang sangat benci Trump,” ujar anggota DPR dari Partai Republik.
Memang tidak banyak Tionghoa di Amerika. Dalam prosentasi. Hanya kurang dari 2 persen. Atau sekitar 3,8 juta orang. Yang punya hak pilih hanya sekitar 2 juta orang. Tapi kan lumayan juga.
Apalagi posisi Trump terus merosot. Capres lawannya, Joe Biden, sudah unggul 9 persen. Di semua hasil survey Pilpres yang margin error tertingginya 4 persen. Tinggal dua negara bagian yang imbang: Florida dan North Carolina sedang negara bagian yang sangat Republik seperti Arizona sudah begitu jauh meninggalkan Trump.
Usaha Meng dalam mengegolkan resolusi Kecaman Anti-Asia memang tidak sebesar kelas undang-undang. Tapi Meng dianggap mampu menutup mulut bocor Trump. (Dahlan Iskan)