PARTI adalah orang kecil dengan berita besar. Singapura terus heboh dengan namanyi: Parti Liyani. Dibebaskannya pembantu asal Indonesia (Baca DI’s Way: Parti Liyani) itu menjadi berita besar di sana. Juga menjadi viral di medsos yang gila-gilaan.
Besarnya pemberitaan di media mainstream sampai membuat Singapura seolah seperti negara demokrasi saja. Apalagi komentar-komentar di medsos. Yang menggugat perilaku orang besar terhadap orang kecil. Bagaimana bisa orang begitu kaya melaporkan pembantu yang dianggap mencuri benda-benda bekas yang sebenarnya sudah dibuang: termasuk jam tangan palsu yang sudah berumur 10 tahun, yang dibeli di pinggir jalan di Shanghai.
Hari-hari ini Mbak Parti bak pahlawan di sana. Atau bak sarana penyaluran kesumpekan rakyat Singapura. Ia telah menjadi pahlawan bagi orang kecil yang berani melawan orang besar.
Nama LSM penolong Mbak Parti, HOME, juga sangat dipahlawankan. Sudah begitu banyak buruh migran yang dibantu HOME tapi belum pernah ada yang sedramatis kasus mbak Parti ini.
Demikian juga pengacara Anil Balchandani. Publik Singapura memuji Anil setinggi langit –karena gratisnya dan karena keseriusannya mengurus perkara orang kecil ini. Juga karena Anil sendiri pengacara yang unik: gelar awalnya insinyur, pengalaman kerjanya di permesinan tapi kemudian mendalami hukum.
Waktu Mbak Parti dibebaskan oleh pengadilan tinggi itu sebenarnya masih ada satu perkara lagi yang belum selesai. Mbak Parti baru bebas dari empat tuduhan. Ternyata masih ada satu perkara lagi yang harus dihadapi. Yakni pelanggaran di bandara itu. Menyangkut barang bawaan.
Itu terjadi tanggal 2 Desember 2016. Yakni saat mbak Parti kembali ke Singapura. Di bandara Changi, Mbak Parti ditemukan mbawa barang-barang bermerek.
Bawaan itu mungkin tidak masalah kalau Mbak Parti tidak dalam perkara. Hari itu, saat tiba kembali di Bandara Changi, Mbak Parti ditahan polisi. Itu karena ada laporan ke polisi bahwa Mbak Parti melakukan pencurian di rumah juragannyi.
Mbak Parti sembilan tahun menjadi pembantu rumah tangga di rumah Liew Mun Leong. Ia adalah chairman of the board of directors Changi Airport Group. Ia juga mantan CEO KappelLand. Pernah terpilih sebagai CEO terbaik Singapura tahun 2006.
Waktu dipecat mendadak Oktober 2016 itu, Mbak Parti langsung pulang ke Indonesia. Dua bulan di rumah. Nganggur. Dia balik lagi ke Singapura. Dia ingin bekerja lagi di Singapura. Mbak Parti tenang-tenang saja. Tidak merasa ada kesalahan apa pun yang pernah dia perbuat selama sembilan tahun di Singapura.
Ternyata itu tadi. Saat pemeriksaan paspor di imigrasi, Mbak Parti dibawa ke polisi di bandara Changi. (Jadi, mbak Parti tidak ditangkap di Indonesia seperti di DI’s Way: Parti Liyani). Hal itu memang tidak mungkin. Indonesia-Singapura tidak mempunyai perjanjian ekstradisi. Hari itu juga tulisan saya sebenarnya sudah disunting. Tapi banyak pembaca sempat mendapatkan tulisan yang belum diperbaiki.
Di kantor polisi bandara itu mbak Parti diperiksa. Termasuk bagasinyi. Ditemukanlah di bagasi itu barang-barang yang dianggap ada hubungannya dengan laporan pencurian itu.
Misalnya ditemukan koper Longchamp, jam tangan Gerald Genta, jam tangan Helix, dua iPhone, tas Prada, dan sepasang kacamata Gucci.
Mbak Parti pun ditahan.
Keesokan harinya polisi ke rumah Pak Liew Mun Leong. Disertai juru foto kepolisian untuk memotret barang-barang bukti lainnya. Barang bukti tersebut tidak dibawa langsung ke kantor polisi.
Dua hari Mbak Parti diinterogasi di kepolisian. Pertanyaan-pertanyaan diajukan dalam bahasa Inggris, dibantu polisi yang bisa berbahasa Melayu. Mbak Parti tidak ditawari penerjemah bahasa Indonesia.
Dua kejanggalan itu termasuk yang dipersoalkan pengacara Anil di pengadilan. Yakni mengapa barang bukti itu hanya difoto. Dan baru dibawa ke kantor polisi satu tahun empat bulan kemudian, April 2018.
Demikian juga mengapa tidak disediakan penerjemah bahasa Indonesia. Padahal Mbak Parti tidak sepenuhnya mengerti semua istilah dalam bahasa Melayu.
Pengacara Anil juga sudah mempersoalkan terjadinya kolusi antar saksi dari keluarga bos Bandara Changi itu. Tapi hakim tingkat distrik mengabaikan itu. Alasannya: Mbak Parti itu sudah sembilan tahun bekerja di rumah itu. Hubungan mereka begitu baik. Tidak mungkin mereka berkolusi hanya untuk mencelakakan Mbak Parti.
Anil juga mempersoalkan mengapa pencurian terus menerus, selama bertahun-tahun, itu tidak dilaporkan saat itu juga. Pak Liew mengatakan waktu itu masih memberikan toleransi.
Hakim Tinggi Chan Seng Onn membatalkan hukuman total 2 tahun 2 bulan di pengadilan distrik itu. Lalu membebaskan Mbak Parti 4 September barusan.
Pembebasan itu tidak hanya heboh di media. Menteri ketenagakerjaan, jaksa agung, serta menteri hukum ikut berkomentar. Intinya: pemerintah akan menaruh perhatian serius pada kasus Mbak Parti. Hukum dan keadilan akan ditegakkan. Demi kepercayaan publik ke Singapura –termasuk kepercayaan internasional.
Pemerintah akan meninjau seluruh proses penanganan perkara ini. Semua pihak diminta menunggu hasil pemeriksaan itu.
Drama kepahlawanan Mbak Parti ini berlanjut. Empat hari kemudian pengadilan juga membebaskan Mbak Parti dari perkara kelima: membawa barang-barang yang dianggap melanggar tadi. Hakim memutuskan barang-barang itu harus segera dikembalikan ke Mbak Parti. Salah satunya ternyata didapat sebagai door prize sebuah acara.
Sepanjang seminggu terakhir Mbak Parti, Anil, HOME, pak Liew jadi pemberitaan yang seru. Yang terakhir itu menjadi bulan-bulanan medsos.
Kelihatannya Mbak Parti belum bisa segera pulang. Menurut Anil, Mbak Parti akan menuntut ganti rugi kepada Pak Liew. Yakni untuk hilangnya kesempatan mencari pendapatan selama empat tahun. Nilainya sekitar 80.000 dolar Singapura. Atau sekitar Rp 1 miliar.
Itu sebagai bagian dari penegakan hukum. Sedang untuk masa depan Mbak Parti sendiri orang-orang Singapura sudah urunan. Lewat HOME. Dalam satu hari saja sudah terkumpul sekitar Rp 300 juta.
Belum jelas apa yang akan menimpa pak Liew. Pelanggarannya begitu nyata –meski kalau di Indonesia itu biasa saja. Kementerian ketenagakerjaan sudah memberikan peringatan: tidak seharusnya keluarga Pak Liew menugasi Mbak Parti membersihkan rumah dan kantor Karl Liew –anak mereka. Itu melanggar kontrak.
Proses penanganan oleh polisi dan jaksa juga akan ditinjau lagi. Untuk perbaikan lembaga itu. Kita diminta menunggu. Di Singapura demokrasi memang masih pura-pura. Tapi penegakan hukumnya dikenal sangat sungguh-sungguh.(dis)