Catatan Dahlan Iskan

Perang Intel

×

Perang Intel

Sebarkan artikel ini
Oleh : Dahlan Iskan

 

 

INI seperti kisah spionase saja. Dan memang ini adalah operasi intelijen: bagaimana Amerika mengawasi Tiongkok, pun sampai ke bawah laut.

Dan ini adalah bukti kematangan demokrasi di Amerika: bagaimana sebuah operasi intelijen dibuka kepada wartawan. Padahal ini adalah operasi intelijen yang gagal total.

Kalau pun tidak dibuka ke media, kegagalan operasi ini akan bocor juga dengan sendirinya. Itu karena CIA, badan intelijen Amerika, akhirnya mengundang keluarga intelijen yang hilang itu. Untuk diberitahu mengapa sampai sekarang anak dan suami mereka tidak pulang.

Ada empat orang yang hilang itu: Stephen Stanek, Michael Perich, Jamie McCormick, dan Daniel Meeks.


Stephen Stanek dan Michael Perich.

Keluarga mereka pun selama ini tidak tahu apa pekerjaan empat orang tersebut. Tahu mereka, lokasi tempat kerja mereka di pinggir pantai. Di dekat kota kecil Panama di Florida. Letak kota ini di pinggir pantai Teluk Meksiko.

Kegiatan mereka sehari-hari tidak ubahnya seperti penyelam. Banyak perahu di lokasi itu. Kadang mereka mengatakan lagi melakukan jual beli perahu.

Sebenarnya itu adalah persiapan untuk tugas rahasia mereka: menyelidiki kegiatan angkatan laut Tiongkok di Laut China Selatan.

Mereka dibekali sebuah kapal yang panjangnya 40 meter. Perahu ini cukup besar untuk di Teluk Meksiko, tapi tidak ada artinya kalau diterjunkan ke Samudera Pacific. Perahu itu dilengkapi perahu kecil untuk tugas yang lebih rahasia.

Tugas mereka dimulai dari sebuah pelabuhan di Malaysia. Dari situlah kapal diluncurkan. Tujuan kapal itu ke Jepang. Dokumen-dokumen kapal pun disiapkan dengan rapi: bahwa itu adalah kapal komersial. Yakni yang akan mengambil barang dari pelabuhan Jepang.

Tentu banyak juga peralatan penyelam, tapi semua alat selam itu yang biasa dipakai para penyelam profesional. Tidak ada tanda-tanda operasi militer yang bisa terlacak.

Rute dari Malaysia ke Jepang memang harus melalui Laut China Selatan. Yakni wilayah yang oleh Tiongkok lagi dibangun kekuatan militer. Termasuk membangun pulau buatan. Pulau buatan itu cukup besar. Bisa dibangun bandara militer di situ.

Amerika selalu gelisah dengan gerak-gerik Tiongkok di Laut China Selatan. Amerika ingin tahu banyak apa yang dilakukan Tiongkok di situ.

Tugas empat orang tersebut adalah memasang “alat” intelijen di sebuah batu karang di dasar laut. Alat itu akan merekam seluruh aktivitas Tiongkok di kawasan itu.

Setelah pemasangan beres, empat orang tersebut akan meneruskan perjalanan ke Jepang –negara sekutu Amerika paling utama di Asia Timur.

Setelah beberapa bulan di Jepang, empat orang tersebut akan kembali ke Laut China Selatan. Mereka akan mengambil alat yang dipasang di bawah laut itu. Untuk dilihat hasil rekamannya.

Tugas itu tidak pernah selesai. Bahkan tidak pernah ada kabar lanjutan. Pun tidak diketahui di mana kapal 40 meter tersebut.

Adakah mereka dipergoki tentara Tiongkok? Kemudian dilenyapkan tanpa bekas?

Atau karena ada musibah alam? Misalnya badai laut? Yang memang sering mengganas di wilayah itu?

Amerika sudah minta Jepang untuk mencari jejak empat orang tersebut: tidak menemukannya. Pun serpihan baju atau sekadar pelampung tidak ada.

Tiongkok membantah telah menangkap mereka. Bahkan Tiongkok menunjukkan bukti lain: Tiongkok menemukan peralatan intelijen Amerika di bawah laut. Termasuk drone bawah laut. Tapi tidak ada hubungannya dengan yang dipasang empat orang tersebut.

Amerika minta agar Tiongkok mengembalikan peralatan itu. Dan Tiongkok mengembalikannya –mungkin setelah dibongkar semua isinya. Kalau pun Tiongkok menangkap empat orang itu, mereka mengatakan, pasti juga akan mengembalikan ke Amerika.

Setelah lebih 10 tahun tidak ada kabar dari empat orang tersebut, CIA-pun mengundang keluarga mereka. Sekaligus untuk menyaksikan penempelan bintang jasa mereka di salah satu dinding di markas besar CIA.

Media di Amerika pun ramai-ramai memberitakan kisah kegagalan itu –yang menjadi sumber penulisan Disway hari ini.

Kini aktivitas militer di Laut China Selatan justru berkembang menjadi lebih provokatif. Kapal-kapal perang Amerika ada di situ. Demikian juga pesawat-pesawat tempur dan intelijennya.

Tiongkok tidak takut sama sekali. Tiongkok juga mengerahkan kapal dan pesawat tempur ke kawasan itu.

Kita pun bisa membayangkan betapa riuhnya kegiatan intelijen di bawah lautnya. Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Indonesia hanya bisa jadi penonton –yang mungkin akan kena serpihan kacanya.(dis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *