AKHIRNYA Presiden Jokowi bicara. Soal vaksin itu –Vaksin Nusantara. Inilah untuk pertama kali Presiden Jokowi mengucapkan kata Vaksin Nusantara di depan publik. Resmi pula: lewat video yang kelihatannya sengaja dibuat di Istana. Dan diedarkan secara resmi oleh Sekretariat Negara.
Terasa sekali dukungan Presiden Jokowi ke Vaksin Nusantara –disingkat Vak-Nus. Memang dukungan itu sekaligus juga ke Vaksin Merah Putih. Bahkan Vaksin Merah Putih diucapkan lebih dulu sebelum Vak-Nus.
Hanya saja kita semua tahu bahwa Vaksin Merah Putih punya rencana lebih panjang. Baru pertengahan tahun depan ditarget uji coba fase 1. Sedang Vak-Nus sudah menyelesaikan uji coba fase 1. Sudah hampir dua bulan lalu.
Kini Vak-Nus sedang menunggu izin uji coba fase 2. Yang –seandai sudah ada lampu hijau dari BPOM– ditargetkan terlaksana Minggu lalu.
Target awalnya Vak-Nus sudah menyelesaikan uji coba fase 3 bulan depan. Berarti harus mundur.
Video Presiden Jokowi itu kelihatan sekali dibuat secara cermat. Meski mendukung Vak-Nus isi video itu sama sekali tidak memojokkan BPOM. Bahkan sangat terasa mendukung pula sikap BPOM. Yang harus hati-hati dan teliti. Agar vaksin yang dihasilkan di dalam negeri tetap aman.
Begitulah politik santun. Tidak boleh memojokkan salah satu pihak. Untuk mengurangi barisan penentangan.
“Setelah Bapak Presiden memberikan dukungan kami semangat lagi,” ujar seorang anggota tim Vak-Nus. “Tim kami sempat lemes. Terutama ketika BPOM mengeluarkan surat yang beredar luas di Medsos itu,” ujarnya.
Di samping penegasan presiden itu, tim Vak-Nus juga seperti mendapat infus dari DPR. Khususnya dari Komisi IX. Maka Tim Vak-Nus kini merencanakan dua hal: membuka hasil uji coba fase 1 ke publik dan siap-siap menjalankan uji coba fase 2 tanggal 17 Maret depan. Itu sesuai dengan permintaan DPR yang diputuskan dalam rapat Komisi IX Rabu lalu (Baca Disway: Vaksin Itu).
“Sekarang sudah jelas bahwa Bapak Presiden Jokowi memberikan dukungan ke Vak-Nus,” ujar Prof. Dr. C. A. Nidom, pakar vaksin yang menemukan vaksin flu burung di masa lalu itu.
Prof Nidom, guru besar Unair itu, setuju dengan kesimpulan saya di Disway bulan lalu. Bahwa ini hanya soal definisi. “BPOM punya definisi sendiri apa itu vaksin,” ujar Prof Nidom.
“Apakah definisi itu diambil dari definisi WHO?” tanya saya.
“WHO tidak menetapkan apa-apa soal definisi vaksin,” jawabnya. “Hanya saja selama ini semua vaksin yang ditemukan tidak ada yang berbasis sel dendritik,” ujarnya.
Sebenarnya ini memang terobosan bagi negara miskin seperti Indonesia. Juga kesempatan langka. Jarang ada momentum negara miskin bisa menyalip negara maju di tikungan seperti ini.
Sering definisi membuat kita terbelenggu.
Tapi saya juga setuju kehati-hatian jangan sampai dikorbankan. Uji coba fase 1 adalah tempatnya. Yang fokus pada efek samping. Tim Vak-Nus sendiri menyebut hasil uji coba fase 1 di Semarang itu sukses. Artinya tidak ada efek samping tertentu –yang dikategorikan bisa membuat izin uji coba fase 2 ditolak. Misalnya: ada yang sakit keras, atau sampai tidak bisa berjalan, atau sakit yang sampai diopname.
Bahwa Vak-Nus itu efektif melahirkan imunitas atau tidak itulah yang akan dikerjakan di fase 2. Begitulah memang prosedur penelitian.
Saya pun kembali membaca copy surat BPOM yang beredar luas di medsos itu. Soal efek samping tidak disinggung sama sekali. Kesan saya, BPOM sendiri sudah tidak mempersoalkan lagi soal efek samping.
Yang dipersoalkan justru efektivitas Vak-Nus –yang penilaian ini harusnya dilihat dari hasil uji coba fase 2 nanti.
Baiknya tim Vak-Nus segera membuat surat klarifikasi ke BPOM. Kan hanya itu yang diminta. BPOM sama sekali tidak menutup pintu uji coba fase 2. Tidak ada di surat BPOM itu yang berisi menolak permintaan izin uji coba fase 2.
Toh tim Vak-Nus merasa bisa mengklarifikasi semua hal yang dipersoalkan BPOM. Yang telak adalah soal: relawan yang tidak menunjukkan berhasil memiliki imunitas itu. Juga soal munculnya imunitas di tiga relawan. Yang disebutkan, sebelum uji coba pun relawan tersebut sudah memiliki imunitas.
“Sama sekali bukan seperti itu. Kami sudah melakukan klarifikasi,” ujar tim Vak-Nus.
Bahkan tim Vak-Nus akan melangkah lebih jauh. “Kami setuju kalau hasil uji coba fase 1 dibuka saja untuk umum,” tambahnya. “Sedang kami persiapkan,” katanya.
Nama Vaksin Nusantara sendiri ternyata muncul belakangan. Awalnya Dokter-jenderal Terawan, yang memelopori terobosan ini, memberinya nama Vak-Nas –Vaksin Nasional.
Vak-Nas menjadi Vak-Nus setelah Terawan dan tim menemui Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Agil Siroj.
“Vaksin Nusantara saja,” ujar Said Agil. “Agar ada NU-nya,” tambahnya.
“NUS kan mengandung huruf S,” sela Terawan, yang –mengutip istilah Said Agil– warga NU cabang Katolik.
“S-nya itu Semesta. NU Semesta Nusantara,” jawab Said Agil.
Jadilah nama itu.
Lalu diadakan acara doa bersama. Yang diaminkan oleh yang hadir di pertemuan kecil itu.
Kiai Said Agil sendiri menyiapkan diri untuk ikut uji coba fase 2. Juga menyiapkan warga NU di Jateng. Berapa ribu pun yang diperlukan.
Dikira izinnya lancar.
“Nanti kalau izinnya keluar akan kita adakan doa bersama lintas agama,” ujar tim Vak-Nus.
Saya pun sampai tiga kali memutar video pendek dukungan Presiden Jokowi itu. Saya lihat: baru setengah jam diluncurkan sudah lebih 6.000 orang yang memutarnya.
Entah sudah menjadi berapa ribu pagi ini. (dis)