Catatan Dahlan Iskan

Wakaf Produktif

×

Wakaf Produktif

Sebarkan artikel ini
Oleh : Dahlan Iskan

 

 

WAKAF uang. Inilah yang sedang digalakkan sekarang. Dan hebohnya bukan main.

Pemikiran tentang wakaf ternyata sudah sedemikian majunya.

Dulu wakaf itu hanya berbentuk tanah. Kalau bentuknya uang dikhawatirkan habis terpakai. Tapi pemikiran modern rupanya sudah diterima di kalangan agama: wakaf uang.

Fleksibel sekali. Jumlahnya maupun pengaturannya.

Tapi, karena bentuknya uang, hebohnya bukan main. Apalagi wakaf uang ini digalakkan di saat negara lagi kesulitan uang. Dan yang menggalakkan seorang presiden negara itu. Beserta menteri keuangannya.

Maka kecurigaan pun langsung heboh di medsos: negara akan menggunakan uang wakaf. Hujatan pun berseliweran.

Di tengah yang heboh-heboh itu ada yang tenang-tenang saja. Pak Nuh.

”Hebohkan saja terus. Agar wakaf semakin jadi perhatian.”

Yang mengatakan itu Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh DEA. Jabatan beliau: ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI). Kini beliau juga menjadi ketua Dewan Pers. Yang dulu kita semua kenal sebagai menteri Komunikasi dan Informatika lalu menjadi menteri Pendidikan Nasional.

”Saya menjabat ketua BWI sejak tahun 2017. Lalu saya baru menerima SK Presiden untuk jabatan periode kedua, 2021-2024,” ujar Pak Nuh.

Pak Nuh ternyata tenang saja mengikuti heboh soal wakaf belakangan ini –yang dicurigai bakal dipakai oleh pemerintah untuk membiayai defisit anggaran.

”Itu bisa kita ambil hikmahnya, bahwa kepercayaan masyarakat lagi rendah,” ujar Pak Nuh. ”Sisi baiknya semua orang kini mulai bicara wakaf,” tambahnya.

Wakaf, dalam Islam, memang dibedakan dengan zakat/sedekah.

Wakaf ditangani badan wakaf. BWI.

Zakat (termasuk infaq dan sedekah) ditangani badan amil zakat, infaq, dan sedekah. ZIZ.

”Wakaf itu, dalam dunia modern ibarat capex, capital expenditure, modal usaha,” ujar Pak Nuh. “Zakat, infaq, sedekah itu opex, operational expenditure, biaya operasi,” kata Pak Nuh.

Wakaf tidak boleh dihabiskan untuk biaya. Bahkan tidak boleh dipakai untuk operasional. Yang boleh langsung dipakai itu yang ZIZ.

Bahkan, kata pak Nuh, pengurus BWI pun tidak boleh mengambil sedikit pun aset wakaf untuk biaya mengurus wakaf itu sendiri. Sedang pengurus ZIZ boleh menggunakan uang ZIZ untuk mengurus ZIZ. Nilai yang bisa digunakan sampai 10 persennya.

Lalu di mana uang wakaf itu sekarang disimpan?

”Sebagian besar di Sukuk,” ujar Pak Nuh.

Yang dalam bentuk uang, nilainya sekitar Rp 800 miliar. Sedang yang dalam bentuk tanah ribuan hektare.

Apakah ada uang wakaf yang dibelikan SUN (surat utang negara)?

”Tidak ada. Kan harus syariah,” ujar Pak Nuh.

Apakah kelak boleh dimasukkan ke dalam SWF (sovereign wealth fund) yang kini sedang dibentuk pemerintah?

”Belum dibicarakan. Harus dikaji dulu,” katanya.

BWI sendiri punya proyek uji coba. Yakni membangun rumah sakit mata di Serang. BWI membentuk perusahaan bersama Dompet Dhuafa (DD). Sahamnya 51 persen DD, 49 persen BWI.

”Tahun 2017 dan 2018 masih rugi. Tapi tahun 2019 sudah laba Rp 2 miliar. Dan tahun 2020 laba Rp 5 miliar,” ujar Pak Nuh.

Tahun ini RS mata Serang itu akan dilengkapi dengan pusat retina dan kornea. Untuk pembiayaannya pak Nuh mencari akal. Lahirlah istilah ”wakaf sementara”.

Pak Nuh pun mencari orang yang mau mewakafkan sementara uangnya. Selama 5 tahun. Nilainya Rp 50 miliar. Dapat. Uang itu harus dijaga agar lima tahun lagi bisa dikembalikan secara utuh.

Maka Pak Nuh memasukkan uang wakaf sementara tadi ke Sukuk (asuransi syariah). Lalu mencari pinjaman ke bank Syariah untuk membangun pusat retina dan kornea tadi.

Cicilan bulanan ke bank tersebut dibayar dari hasil bulanan pembelian Sukuk.

Hemmm.

Wakaf sudah begitu berkembang. Sekarang ini Pak Nuh melihat ada tanah wakaf, sudah lama, di Cirebon. Tiga hektare. Dekat Hotel Aston. Tengah kota.

Di situlah juga akan dibangun RS mata seperti di Serang. Dengan pola yang sama. Akhirnya nanti akan dibangun banyak RS mata di banyak daerah. Memanfaatkan tanah wakaf yang sudah lama ada. ”Di pusat kota Padang ada juga tanah wakaf 3 hektare. Bisa dibuat lebih produktif,” ujar Pak Nuh.

Bahkan di Tanah Abang, Jakarta Pusat, juga ada tanah wakaf 3 hektare. ”Kami lagi mengurus ke gubernur DKI Jakarta. Agar status tanah sosial di situ bisa diubah ke tanah komersial. Nilainya triliun rupiah,” ujar Pak Nuh.

Pak Nuh melihat potensi wakaf uang ini luar biasa. ”Sekarang orang sudah bisa wakaf hanya dengan uang Rp 10.000,” ujarnya. Dan pahalanya akan abadi mengalir terus sampai yang berwakaf itu di akhirat kelak.

Bahkan Pak Nuh cenderung menggalakkan wakaf kecil-kecil seperti itu asal jumlah orangnya banyak sekali.

BWI sendiri harus mencari sumber dana untuk biaya operasional. Yang, menurut UU Wakaf tahun 2004, hanya boleh dari sebagian laba usaha. Nilainya pun tidak boleh lebih dari 10 persen dari laba.

Memproduktifkan wakaf ternyata menemukan jalannya.(dis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *