HARIANHALMAHERA.COM— Dewan Provinsi (Deprov) akhirnya angkat suara terkait pinjaman sekolah ke pihak ketiga untuk biayai ujian. Wakil Ketua Deprov Ishak Naser menilai, ini akibat ketidakbecusan pengelola dana bantuan operasional sekolah (BOS).
“Keterlambatan pencairan yang terjadi setiap tahun harusnya diantisipasi pemda dengan anggaran pos belanja ujian. Apalagi pengelola BOS sendiri sudah tidak becus menjalankan tugas,” tegas Ishak.
Dia mengaku, persoalan ini sudah sering disampaikan Deprov namun tidak diseriusi Pemda. Dia pun menganggap gubernur dan sekprov sengaja membiarkan masalah ini terjadi tanpa ada upaya untuk memperbaiki.
“Seharusnya dievaluasi secara ketat. Mereka yang diberikan tanggungjawab mengelola BOS harus betul-betul orang yang memiliki tanggungjawab moral. Juga memiliki kompetensi yang cukup sehingga tidak menimbulkan masalah setiap tahun,” terangnya.
Bahkan, lanjut dia, surat Mendikbud tentang pemberitahuan status penyaluran DAK non fisik, termasuk BOS, sudah diingatkan kepada pengelola BOS untuk segera menyampaikan laporan penyaluran triwulan I sampai IV.
“Sekarang sekolah menghadapi ujian tidak memiliki dana operasional. Tadinya diharapkan melalui BOS, namun karena pelaporan triwulan III IV belum disampaikan, sehingga anggaran BOS belum dikucurkan,” kesalnya.
Ishak memahami pinjaman uang ke pihak ketiga yang dilakukan sejumlah para kepala sekolah (kasek) dalam rangka pelaksanaan UN. Sebab, disaat dana BOS belum cair, sementara kebutuhan oprasional dalam menghadapi ujian cukup besar.
“Coba bayangkan kepala sekolah kalau bapinjam dengan upaya jaminan, kira-kira apa daya mereka menjamin sesuatu. Kita tara tau kemampuannya seperti apa,” ujarnya.
Politisi Partai Nasdem mengakui, dari hasil kunjungan komisi IV ke sekolah- sekolah yang melaksanakan UNBK terutama SMK, dimana kepala sekolah mengambil kebijakan untuk melakukan pinjaman dan hal itu terjadi secara masif.
“Ini harus menjadi pelajaran penting bagi TAPD sehingga kedepan hal seperti ini harus diperhitungkan secara cermat, sehingga ada penganggaran yang pasti dengan jumlah yang mencukupi,” katanya.
Ia menilai, berulangnya kasus serupa akibat lemahnya koordinasi antara TAPD dan SKPD. Kendati Diknas sendiri setiap tahun terus mengusulkan anggaran operasional sekolah. Namun, ketika masuk di penyusunan RAPBD, terkadang dikurangi dulu bahkan sampai terakhir hilang dari anggaran.
“Pertanyaannya apakah mereka tidak paham kalau UN adalah salah satu standar dari paksanaan pendidikan secara nasional yang diatur dalam peraturan pemerintah. Kalau ujian tidak diperhatikan berarti standar nasional tidak diperhatikan dan pemprov dianggap tidak melaksanakan PP yang mengatur 8 standar nasional pendidikan,” cecarnya.
Ia pun mengusulkan Gubernur Abdul Gani Kasuba (AGK) segera mengeluarkan regulasi berupa peraturan gubernur (Pergub) untuk anggaran operasional mendahului APBD-Perubahan.
“Sebab dalam waktu dekat, yakni 4 April mendatang akan dilakukan UN
untuk siswa SMA. Dengan begitu, sekolah pun tidak kesulitan dari sisi anggaran,” usulnya.
Bagi Ishak, itu adalah solusi yang bisa dilakukan karena masalah ini termasuk kondisi emergency dan mendesak sehingga anggarannya bisa dilakukan melalui mendahuli APBDP.
“Kalau menunggu APBDP, sudah terlambat. Maka bisa diambil langkah oleh gubernur dibuat Pergub dan laporkan ke Dewan. Atau lebih elok lagi dibahas dulu bersama dewan, barulah gubernur mengeluarkan Pergub,” terangnya, seraya mengaku dana kas memungkinkan jika dilakukan pengeluaran mendahului APBDP.(eva/pur)