HARIANHALMAHERA.COM — PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), mengurungkan niat untuk mengambil alih 26 persen saham PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) milik perusahaan tambang asal Australia, Newcrest Mining Limited.
Menurut Direktur Utama (Dirut) Antam, Arie Prabowo Ariotedjo, sampai saat ini, perseroan belum menerima tawaran resmi dari pihak Newcrest. Antam sebenarnya mendapatkan hak penawaran terlebih dulu atas saham yang akan dijual. Adapun jadwal jatuh tempo wajib divestasi 26 persen saham NHM adalah tahun 2020.
Meski demikian, Arie mengaku, lahan tambang tersebut tidak begitu menarik untuk mereka akuisisi. Alasannya, cadangan di tambang itu kurang dari 300.000 ounce atau hanya bertahan selama dua tahun. “Menjadi kurang menarik untuk diakuisisi karena adanya contingent liabilities yang harus diperhitungkan,” ujarnya seperti dikutip Kontan, Minggu (29/9).
Arie juga menjelaskan, kendala itu termasuk adanya kewajiban bagi Antam selama 30 tahun setelah tutup tambang untuk tetap bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan yang terdampak dari pertambangan tersebut.
Sebelumnya, salah satu perusahaan tambang plat merah itu menyebutkan telah melakukan kajian kelayakan divestasi NHM yang dilakukan bersama Kantor Jasa Penilai Publik ( KJPP ).
Di sisi lain, antam masih fokus melanjutkan proyek hilirisasi dan saat ini sedang menggarap beberapa proyek hilirisasi.
Arie menyebut, untuk proyek blast furnace nickel pig iron (NPI) di Halmahera Timur, manajemen Antam sudah meneken perjanjian engineering, procurement and construction (EPC). “Kami sudah tanda tangan EPC kontraktor setelah mendapatkan commitment financial support dari Bank Mandiri. Kami berharap pada Oktober ini bisa groundbreaking,” katanya.
Berdasarkan data seperti dikutip, proyek NPI blast furnace memiliki total kapasitas produksi mencapai 320.000 ton NPI (TNPI) atau 30.000 ton nikel (TNi) yang terdiri dari delapan line.
Antam juga melanjutkan proyek smelter grade alumina refinery (SGAR), di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar). “Untuk SGAR alumina juga sudah hampir final dengan EPC dan diharapkan Oktober ini sudah ground breaking ,” papar Arie.
Kelak, konstruksi proyek SGAR tahap pertama bakal memiliki kapasitas produksi sebanyak satu juta ton per tahun serta dibangun di atas lahan seluas 288 hektare.
Adapun untuk proyek nikel di Pulau Gag, Papua, Antam baru saja meneken term sheet pada pekan lalu. “Kami segera melakukan prefeasibility study (FS) . Kami sedang menunjuk konsultan untuk FS menggunakan teknologi China yang lebih kompetitif dengan harapan biaya tak lebih dari USD 200 juta,” tutur Arie.
Antam juga tengah membicarakan pembangunan fasilitas pengolahan industri hilir meliputi nickel sulfate (NiSO4). Proyek ini masih tahap head of agreement.
Rencananya, fasilitas produksi tersebut akan berlokasi di Halmahera Timur atau Sulawesi Tenggara. Pada proyek ini, Antam membutuhkan dana USD 6 miliar. (ktc/pur)