HARIANHALMAHERA.COM– Rencana penambahan kuota KPR bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih belum dapat dipastikan. Pasalnya, penambahan kuota subsidi harus dilakukan dengan mekanisme APBN Perubahan. Adapun saat ini pemerintah tidak memiliki rencana untuk melakukan APBN Perubahan.
Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur
Kementerian PU-Pera Adang Sutara menjelaskan bahwa penambahan kuota secara otomatis akan menambah anggaran. Sementara, perihal tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian Keuangan.
“Jadi penambahan anggar-an mungkin baru ada tahun depan,” ujar Adang, kemarin (18/6).
Sebelumnya, muncul permintaan dari para pengembang hunian kepada pemerintah untuk
menambah kuota rumah subsidi. Dari alokasi tahun ini 168 ribu unit, sekitar 79% sudah
terealisasi. Kuota yang tersisa sekitar 30 ribu lagi diperkirakan habis pada Agustus mendatang.
Sekretaris Jenderal DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menjelaskan jumlah antrean untuk realisasi KPR subsidi di Bank BTN sudah sebanyak 50 ribu unit. Jadi
sesungguhnya sisa anggaran sudah habis.
Saat dihubungi terpisah, Direktur Konsumer Bank BTN Budi Satria sebagai Bank Pelaksana
program KPR Bersubsidi mengatakan BTN memiliki total kuota 127.104 unit terdiri dari 28.744 unit fasilitas likuiditas pembia-yaan perumahan (FLPP) dan 98.360 unit selisih suku bunga (SSB). Kuota BTN berkisar 75% dari total kuota anggaran pemerintah.
“Untuk FLPP sudah habis dan untuk SSB tersisa 30 ribuan unit. Kami perkirakan Juli akan
habis. Itu hanya kuota BTN, tapi kan masih ada di bank-bank lainnya,” jelas Budi Satria.
Saat dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan
Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali menambahkan, saat ini banyak
pengembang rumah subsidi bagi MBR di daerah seperti Medan Sumatra Utara, dan Bangka
Belitung yang sudah tidak bisa akad/ ditunda akad subsidinya. Sebab, kuota KPR subsidi
habis. Demikian pula hal yang sama terjadi di Pekan Baru Riau dan Palembang.
“Banyak pengembang melapor tidak bisa akad, karena kuota KPR subsidi dengan subsidi
bantuan uang muka (SBUM) ter-pending karena kuota habis,” ujar Daniel. Rencananya hari ini, REI akan mengumpulkan seluruh asosiasi untuk meramu beberapa alternatif solusi untuk menyehatkan kembali arus dana (cash flow) pengembang akibat keterbatasan kuota KPR Subsidi.
Bila penambahan kuota KPR subsidi tidak bisa reali-sasi tahun ini, sedangkan kredit konstruksi mereka terus berjalan, besar kemungkinan pengembang bisa kolaps dan menimbulkan kredit macet (NPL) di perbankan.
REI pun mengusulkan sejumlah alternatif untuk menggunakan anggaran di luar uang negara. Selain itu kemungkinan lainnya, tenor KPR pun bisa diperpendek, seiring kenaikan pendapatan dari end user. “End user yang mendapat fasilitas KPR bersubsidi, tingkat gajinya bisa akan jauh lebih tinggi berbeda dalam 5-10 tahun. Tenor bisa jadi 10 tahun atau diperpendek. Tujuannya supaya bisa dibagi dengan end user lainnya,” jelas Totok.
Yang pasti kendala dalam program KPR bersubsidi ini ialah ketersediaan pendanaan dari
pemerintah. CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menyampaikan, meski permintaan rumah subsidi terus naik, anggaran pemerintah di sektor perumahan terbatas hanya 3% di APBN (mio/pur).