HARIANHALMAHERA.COM–Bak “ayam mati di lubung beras”. Pepatah klasik ini benar-benar menggambarkan bagaimana kondisi masyarakat Halmahera Tengah (Halteng) yang hidup ditengah bergelimbang perusahaan tambang.
Kehadiran industri di bumi Fogogoru itu ternyata belum memberikan dampak positif bagi warga setempat. Buktinya, selain tingginya angka kesmiskinan, banyak anak-anak di Halteng juga kurang asupan gizi.
Ini terlihat dari jumlah kasus stunting di Halteng sepanjang 2022. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, tahun ini terdapat 634 anak penderita stunting yang tersebar di 11 kecamatan. “Yang tertinggi di Puskesmas Gebe dan Tepeleo, untuk kasus stunting diwilayah Halteng,” kata Plt Kadinkes Halteng Lutfi Djafar.
Di Gebe misalnya, terdapat 163 anak menderita stunding sedankan di Tepeleo, terdapat 125 kasus. Sedangkan di Puskesmas Weda mencatat 12 kasus, Wairoro 73 kasus, Kobe 40, Lelilef 10 kasus, Sagea 6 kasus, Messa 35 kasus, Patani 89 kasus, dan Damuli 82 kasus. Hanya Puskesmas Banemo yang tidak mendapatkan adanya pasien stunting,
Lutfi, mengatakan ada beberapa program dalam melakukan pencegahan stunting yang sudah dilakukan mulai dari gerakan hidup sehat, survei Status Gizi Indonesia, pengawasan tumbuh kembang anak melalui posyandu, sosialisasi dan peningkatan sumberdaya Masyarakat, terhadap pemenuhan Asupan Gizi dan pemenuhan gizi, melalui pemantauan terhadap bayi dengan gejala atau kasus gizi buruk. “Langkah ini sudah dilakukan bagi seluruh puskesmas, termasuk pengawasan dan perbaikan kesehatan ibu hamil dan bersalin,”jelasnya. (tr1/pur)