HARIANHALMAHERA.COM–Pelaksanaan Pilkades serentak di Halteng yang hingga kini masih memicu polemik, membuat desakan kepada Bupati Edi Langkara (Elang) untuk menghentikan sementara jalannya pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak di Halteng akhirnya datang dari parlemen.
Desakan ini diisuarakan langsung Fraksi PDIP Dewan Halteng. Seketaris fraksi Nuryadin Ahmad mengingatkan kepada panitia Pilkades tingkat Kabupaten untuk segera memberikan pertimbangan kepada Bupati agar segera mengeluarkan SK penundaan coblosan Pilkades, selum polemik ini berakhir.
“Kalau tetap di laksanakan pada tanggal 12 Juli dengan menggunakan SK Panitia kabupaten yang bermasalah ini, maka hasil pilkades itu dianggap tidak sah dan segala biaya yang timbul akibat dari kebijakan ini, dianggap penyelewengan kewenangan yang bisa dianggap korupsi dan Panitia harus bertanggung jawab,” tegas anggota dewan Dapil II ini.
FPDIP kata dia dari awal telah melihat pembentukan penitia Pilkades tingkat kabupaten sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Dalam Permendagri 112 Tahun 2019 mengatur bahwa Panitia Pikades Tingkat Kabupaten harus melibatkan Forkopimda, tapi faktanya Kompos,” katanya.
Keputusan panitia kabupaten menggugurkan 21 calon kades (Cakades) adalah bentuk pidana, karena dengan sengaja menghilangkan hak orang untuk dipilih yang dilindungi oleh UUD.
“Saya sarankan kepada Bupati agar menggunakan diskresinya untuk menganulir Keputusan Panitia Kabupaten. Karena dalam Permendagri 112 juga menegaskan bahwa seluruh hasil Pilkades harus dilaporkan secara berjenjang kepada Gubernur dan Kemendagri,” katanya
Fraksi PDIP kata dia akan menggunakan mekanisme tersebut untuk membuat laporan tertulis kepada Gubernur dan Kemendagri. Apalagi, Kepala DPMD RIvani Abd Radjak yang dua kali diundang dewan untuk dimintai penjelasan tidak pernah hadir tanpa alasan. “Bagi saya, ini situasi yang tidak lazim dalam sebuah Pemerintahan,” tegasnya
Nuryadin juga mempertanyakan pernyataan Rivani A Rajak yang menyebut, parade masuk dalam Penilaian Kehormatan oleh Pimpinan Daerah terhadap Cakades.
Sebab, di dalam ketentuan mulai dari UU Nomor 6/2014 Tentang Desa maupun PP 43/2014 tentang Pelaksana Tekhnis UU Nomor 6, Permendagri 112 yang dirubah ke Permendagri 72 Tahun 2020, hingga Perda Nomor 3/2019, tidak ada sama sekali pasal yang mengatur ada penilaian khusus, untuk menentukan seseorang akan gugur dalam tahapan test atau skrining yang dilaksanakan oleh Panitia Kabupaten.
“Pernyataan Kadis PMD menurut saya adalah bentuk apologi dan Pembohongan Publik, karena itu dia harus meminta maaf,” pinta Nuryadin
Sikap Rivani yang terkesan melempar tanggung jawab Kepada Sekda selaku ketua panitia kabupaten, adalah bentuk pembangkangan antara atasan dan bawahan. “Dan ini sebuah kecelakaan dalam sistem birokrasi, karena itu kadis PMD sudah sewajarnya mendapat sanksi,” tegasnya.
Dijelaskan, hubungan Bupati dan Kades, merupakan hubungan dalam sistem pemerintahan bukan bawahan dan atasan. “Jadi penilaian performance dan attitude oleh pimpinan daerah yang disampaikan Kepala DPMD adalah pernyataan yang sengaja menceburkan Bupati dalam lumpur, karena hadapkan Bupati dengan rakyatnya sendiri,” tegasnya.
Sementara itu, Rivani sendiri yang dimintai penjelasan justeru meluapkan amarahnya kepada awak media lantaran merasa tersudut dengan pemberitaan terkait Polimik Pilkades. “Apa yang mau dikonfirmasi ngoni (Kalian) sudah tulis berita, bahwa saya diminta untuk dicopot dari jabatan saya,” singkatnya (tr1/pur)