HalutPeristiwa

Derita Warga Gamhoku Atas Stigma Negatif Corona, Salah Siapa?

×

Derita Warga Gamhoku Atas Stigma Negatif Corona, Salah Siapa?

Sebarkan artikel ini
MACET: Kemacetan panjang terjadi di ruas jalan Desa Gamhoku akibat aksi palang jalan warga yang tidak terima mendapat perlakuan diskriminatif akibat seorang warganya positif covid.(foto: sandro/Harian Halmahera)

HARIANHALMAHERA.COM–Penanganan pandemi corona (covid-19) di Kabupaten Halmahera Utara (Halut), perlu di evaluasi lagi. Persoalan Desa Gamhoku yang mendapat stigma negatif membuktikan edukasi atas penyakit ini tidak dilakukan serius oleh pemerintah.

Diketahui, sejak terungkapnya salah satu pasien yang tercatat sebagai warga Desa Gamhoku, warga mulai mendapatkan perlakuan berbeda. Utamanya para sopir angkutan umum dan bentor.

“Kasihan warga kami, tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Menggunakan jasa transportasi umum saja ditolak,” kata Yesaya Kanal, Kepala Desa Gamhoku, Senin (27/4).

Tidak hanya itu, warga yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan ikan, makin sulit. Tidak ada lagi pembeli yang mau membeli. Bahkan, pergi ke desa tetangga saja tidak diperbolehkan.

“Karena itulah warga menggelar aksi Pemalangan jalan. Warga ingin jangan ada lagi stigma negatif yang berlebihan,” pintanya, ketika dihubungi via WhatsApp.

Dia berharap, ada perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Utara. Agar tidak ada lagi stigma-stigma negatif terhadap warganya ataupun warga lainnya yang kebetulan dekat dengan sumber virus.

“Saya berharap pemerintah dapat memberikan edukasi kepada publik terkait persolan ini, agar kami tidak di diskriminasi seperti ini,” harap Yesaya.

Terpisah, Christian Muloko selaku Ketua KNPI Halut, yang juga warga Desa Pale, pemekaran dari Desa Gamhoku, Kecamatan Tobelo Selatan, menilai, kepanikan masyarakat menghadapi Corona tidak perlu berlebihan.

Apalagi masyarakat Desa Gamhoku sesuai pantauannya telah melakukan karantina sebagaimana protap Covid-19.
“Masyarakat telah mengikuti isolasi di SD Inpres Gamhoku, dengan kesadaran dan kerelaan hati sesuai anjuran pencegahan, walau tidak ada kontak secara intens dengan pasien,” terang Christian ketika dihubungi.

Dia pun sepakat dengan Yesaya, pemerintah daerah harus melakukan edukasi yang baik tentang pencegahan, penularan, dan pengobatan Covit-19 kepada masyarakat.
“Ini penting karena peristiwa Desa Gamhoku menjadi bukti masyarakat belum mendapatkan edukasi yang baik tentang pencegahan, penularan dan pengobatan Covid-19,” tegas Christian.

Dia juga menambahkan, penyemprotan dan mengatur jarak duduk di angkutan umum, adalah solusi agar tidak membangun stigma-stigma negatif. Termasuk penggunaan masker.

“Semoga tidak ada kejadian yang serupa lagi. Karena itu, untuk meminimalkan stigma negatif, maka harus dimaksimalkan physical distancing, seperti mengatur jarak duduk di angkutan umum, dan menggunakan masker di ruang publik,” tutup Christian.(san/fir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *