HARIANHALMAHERA.COM— Pernyataan tegas disampaikan orator massa aksi Aliansi Masyarakat Pemuda Kecamatan Kao Teluk. Mereka menantang Bupati Halut I Frans Manery untuk menyelesaikan persoalan enam desa.
“JIka pemerintah Halut tidak berani atau tidak mampu menyelesaikan persoalan ini (enam desa, red), maka kami Kecamatan Kao Teluk berjanji akan memboikot Pilkada 2020,” tegas sang orator.
Baca Juga: Menyoal Permendagri 60, Masyarakat Kao Teluk Blokir Jalan Sofifi-Tobelo
Diketahui, Bupati Halut Ir Frans Manery didampingi sejumlah pejabat Halut, turut hadir dalam aksi massa mempertanyakan Permendagri nomor 6 tahun 2019 itu.
Bupati yang diberikan kesempatan bicara, mengawalinya dengan memberikan apresiasi kepada mahasiswa, pemuda, dan masyarakat di Kecamatan Kao Teluk. Alasannya, aksi ini sudah membuat pemerintah dan dirinya bersemangat.
“Saya berikan apresiasi karena sudah membakar semangat saya. Kalau memang ada yang sengaja memainkan dan mengadu domba kita, mari kita lawan mereka,” tegas Frans mengawali orasinya.
Sama seperti masyarakat, Frans sepakat jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut sangat lemah. Karena tidak bisa menyelesaikan persoalan enam desa.
“Saya mau bilang, selama ini pemerintah provinsi sangat lemah, terutama gubernur. Ini saya mau jujur,” kata Frans.
Dalam orasinya Frans menjelaskan, wilayah enam desa sudah diatur melalui undang undang (UU) dan segala peraturan pemerintah, termasuk permendagri yang sudah berlapis. Berlaku sejak 1999 tentang penataan wilayah desa, kemudian UU nomor 1 2003 tentang pemekaran wilayah, dan diatur juga peraturan pemerintah tentang nomenklatur dan desa.
“Jadi enam desa yang ada sah menurut UU berada di wilayah Kabupaten Halut,” tegas Frans.
Dia pun menyebut, ketiga pemerintahan sudah tiga kali membuat pernyataan bersama. Karena Pemprov Malut tidak mampu, akhirnya diserahkan ke pemeirntah pusat.
“Dengan catatan apapun yang dihasilkan itu diterima. Nah, kalua pusat yang selesaikan, pasti akan kembali ke UU,” beber Frans.
Politisi Partai Golkar itu juga heran dan mengaku lucu dengan polemik Permendagri 60/2019. Menurutnya, peremndagri itu tidak an sich mengatur tentang enam desa. Tapi, permendagri itu mengatur batas wilayah antara Kabupaten Halut dan Halbar.
“Kemudian kenapa desa yang di otak-atik? Desa dipisah-pisah bikin konflik di masyarakat. Karena itu, mari kita bergandengan tangan. Jangan mau diadu domba. Saya tegaskan hari ini, tidak ada desa yang keluar dari Kabupaten Halut,” kata Frans.
Soal ancaman boikot pilkada jika persoalan enam desa tidak selesai, Frans mengaku sepakat. Karena menurutnya, enam desa selalu dijadikan komditas politik di setiap momentum.
“Saya sepakat jika ini tidak selesai, jangan ada pemilihan itu di daerah ini,” tegasnya.
Frans juga mengajak perwakilan mahasiswa, pemuda, dan perwakilan desa untuk bersama-sama menghadap Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Bahkan, dia langsung memerintahkan aparatnya untuk segera berangkat ke Jakarta dan membuat agenda pertemuan dengan Mendagri.(fir)