HARIANHALMAHERA.COM–Masalah tapal batal Kabupaten Halmahera Barat dan Halmahera Utara tak kunjung tuntas. Meski pemerintah sudah merumuskan sejumlah regulasi hingga skema pembagian batas, namun ujungnya masih saja polemic di lapangan yang selalu mengorbankan masyarakat di 6 Desa.
Tapal batas antar Kabupaten di enam Desa tersebut seolah menjadi ladang bisnis kepentingan para elit pejabat dan tokoh politik, yaitu dari sisi ekomoni serta menarik dukungan. Sebab, gejolaknya selalu terjadi di momentum tertentu terutama sering terjadi pada saat pesta pemilihan umum seperti pemilihan Bupati dan Gubernur Malut dan juga berujung pada perjalanan dinas ke luar daerah.
Terbaru, selasa (25/1), giliran Forum Masyarakat Enam Desa (FMED) Kecamatan Kao turun ke jalan melakukan aksi presur masalah tapal batas tersebut. Namun unjuk rasa tersebut bukan blockade ruas jalan lagi tetapi berlangsung damai di depan kantor Camat Kao Teluk.
Dalam aksi tersebut mereka pun menyampaikan tiga poin tuntutan yaitu mendesak Pemkab Halut harus menetapkan status Desa persiapan di 6 Desa, Pemda Halut melakukan pemekaran Kecamatan di wilayah 6 Desa dan kembalikan nomenklatur Desa Akelamo Kao yang berada di Desa Cibok.
“Aksi yang kami lakukan pada hari ini (selasa kemarin,red) adalah aksi damai. Kami harapkan dengan permasalahan yang terjadi di wilayah kami dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah hingga selesai,”kata Rizal Bambang, coordinator aksi.
Orator aksi lain Muamar Ternate, menambahkan, aksi yang dilakukan tersebut ekspresi kegelisahan masyarakat soal status 6 Desa yang tak kunjung dituntaskan pemerintah daerah. Masalah yang terjadi di 6 Desa ini lanjutnya, telah menunjukan bahwa pemda tidak bisa mengambil langkah kongkrit tetapi hanya mempermaikan masyarsakat.
“Kami juga minta dihargai dengan apa yang kami lakukan demi kepentingan masyarakat. Kami meminta pihak pemda selesaikan masalah ini, namun apabila tidak ada solusi yang diberikan pemda terkait masalah ini dalam jangka waktu satu minggu kedepan maka kami akan memboikot jalan keluar dan masuk,”tandasnya.
Aksi tersebut sempat mendapat respon dari pemkab Halut yang mana telah mengutus beberapa pejabat untuk turun ke lokasi, seperti Kadis Satpol PP, Sekertaris Balitbang dan Kepala DPMD Halut, Wenas Rompis.
Wenas sendiri dihadapan masa aksi, menuturkan bahwa aspirasi masyarakat Kao Teluk tersebut sebenarnya sudah ada pembicaraan dalam rapat bersama Bupati Halut yang melahirkan beberapa kesepakatan sebagai solusi, salah satunya pemekaran Kecamatan.
“Jadi dalam pertemuan bersama Bupati telah disepakati untuk pemekaran beberapa kecamatan, seperti di Kao Teluk, Kao Barat, Galela dan Loloda. Bahkan Bupati Halut pun sudah perintahkan pada kami sebagai dinas teknis untuk turun menyampaikan apa yang menjadi niat pemda dalam memekarkan beberapa wilayah di Halut, jadi pemekaran Kecamatan harus penuhi syarat administrasi minimal satu Kecamatan ada 10 Desa,”terangnya.
Menurutnya, tujuan pemekaran Desa dan Kecamatan tersebut tentuk pertimbangannya memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintahan sehingga aktivitas berjalan lancar. Pemda sendiri lanjutnya, merancang pemekaran Kecamatan Kao Teluk menjadi dua, dimana untuk ibu kota Kao Teluk terpusat di Desa Dum-Duma, sehingga Desa yang masuk ada 5 Desa defenitif dan 5 Desa persiapan yang terdiri dari Desa Baromadeha, Tiowor dimekarkan jadi dua, Solimongo, Dum-Dum dimekarkan jadi dua, Desa Kobok, Desa Kuntum Mekar dimekarkan jadi dua dan Desa Makaeling juga dimekarkan menjadi dua.
“Sementara pemekaran Kecamatan baru, Teluk Kao ibu kotanya di Desa Bobaneigo dengan dua Desa defenitif dan sisanya Desa persiapan alias Desa pemekaran,”ungkapnya.
Terkait dengan rapat teknis lanjut Wenas, diagendakan dalam waktu dekat agar semua pihak berada dalam satu pertemuan bersama untuk membicarakan secara detail sehingga dokumen atas pemekaran Desa dapat disiapkan.”secepatnya dijadwalkan sehingga rencana pemekaran ini pada anggaran perubahan dalam pembiayaan aktivitas pemerintahan Desa,”jelasnya.(tr-05/cw)