HARIANHALMAHERA.COM–Jangan anggap enteng masalah satu ini. Ya, sampah. Mumpung Halut masih belum seperti kota-kota besar lainnya yang sudah memiliki kompleksitas persoalan, kiranya sampah harus menjadi perhatian serius. Sadar atau tidak, sampah bisa mempengaruhi tumbuh kembang suatu daerah.
Lumrah bahwa sampah bisa merusak lingkungan. Sampah bisa mencemari tanah, air dan udara yang secara tidak langsung menjadi penopang kehidupan. Ketika ketiga penopang itu goyah, maka dampaknya bisa dilihat dari timbulnya berbagai macam penyakit.
Lebih luas lagi, sampah yang merusak estetika daerah, memberikan kesan buruk bagi wisatawan yang akan datang berkunjung. Tidak hanya itu, investor pun tidak akan lagi tertarik, bahkan yang sudah ada bisa pindah. Ketika daerah tidak lagi memiliki pendapatan, ekonomi bisa hancur. Bisa dibayangkan.
Sampah, sebagaimana pernah diberitakan, menjadi persoalan utama Halut saat ini. Dan ini menjadi pekerjaan prioritas yang harus diminimalisir pemerintah. Dari beberapa catatan koran ini, sampai saat ini tempat pembuangan akhir saja belum tuntas. Bak-bak penampungan sampah sementara masih di luar standar.
Ditambah lagi masih kurangnya kesadaran dari masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. Lihat saja setiap sudut di pusat Kota Tobelo, sampah sudah menumpuk dan menimbulkan bau tak sedap. Baliho dilarang membuang sampah, papan larangan, dan berbagai tindakan agar tidak membuang sampah sembarangan, tidak diindahkan.
Kondisi ini bukan menyalahkan pemerintah di satu sisi, atau masyarakat di sisi lain. Semuanya salah. Pemerintah tidak mengupayakan hadirnya tempat pembuangan sampah sementara yang sesuai standar (tertutup dan terbagi). Jumlahnya pun sangat kurang. Wajar jika warga yang tidak mendapatkan tempat sampah, membuang seenaknya.
Parahnya lagi, pemerintah (eksekutif dan legislatif), sejak daerah ini terbentuk sampai saat ini, tidak pernah memikirkan adanya peraturan daerah (perda) mengenai persampahan. Yang ada hanya perda iuran sampah nomor 6 tahun 2019. Itupun kurang jelas.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pun mengaku sangat kewalahan karena belum ada penerbitan perda. DLH saat ini hanya sebatas melakukan sosialisasi kepada masyarakat, tetapi masih saja masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya. “Ini tentunya menyulitkan petugas pengangkut sampah,” kata Kepala DLH Halut Samud Taha saat dikonfirmasi media ini.
Kewalahan itu turut terlihat dari surat yang dikeluarkan Pemkab Halut yang ditandatangani Pj Sekda EJ Papilaya atas nama Pj Bupati Halut Syaifuddin Djuba. Surat yang dikeluarkan dengan nomor: 660.2/363 ternyata hanya sebatas pengumuman tentang tanggung jawab bersama untuk mewujudkan kawasan perkotaan Tobelo yang bersih dan terang.
Ada lima poin dalam surat tersebut. Tiga di antaranya mengajak seluruh masyarakat tidak membuang sampah sembarangan; sampah harus dimasukkan dalam tenpat sampah atau keranjang sampah, disertai larangan menggunakan kantong plastik yang mudah sobek atau bocor; dilarang membuang sampah pada pagi, siang, dan sore, sampah dibuang malam hari atau subuh.
Dua poin lainnya, masing-masing mengimbau terkait hewan ternak harus dikandangkan atau diikat pada tempatnya dan tidak dibiarkan berkeliaran di kawasan perkotaan Tobelo; terakhir terkait imbauan kepada masyarakat untuk berpartisipasi memasang lampu di depan pertokoan dan rumah penduduk guna mewujudkan kawasan lingkungan yang terang dan indah.
“Jadi pengangkutan sampah dilakukan setiap hari pada pukul 03.00-06.00 WIT (pagi). Kami minta masyarakat bisa bekerja sama dengan pemerintah agar pusat kota dan lingkungan terlihat bersih,” jelasnya.
Lanjut Samud, sering masyarakat membuang sampah di tengah aspal dan sempat diberikan teguran agar sampah jangan lagi dibuang sembarangan karena pemerintah sudah menyiapkan tepat sampah. Kalau masyarakat keberatan membunag sampah di tempat sampah, bisa diletakkan di depan rumah agar petugas kebersihan bisa mengangkutnya.
“Setiap hari petugas kebersihan mengangkut sampah di seputaran kota Tobelo berkisar 36 ton sampah. Ini bukan jumlah yang sedikit, sehingga kami berharap masyarakat harus memiliki kesadaran terkait dengan sampah,” ungkapnya.
Terpisah, akademisi Universitas Hein Namotemo (Unhena) Gunawan Hi Abas angkat bicara terkait yang menjadi problem di Halut. Menurutnya, sampah sudah menjadi masalah nasional bahkan masalah universal. Pengelolaan sampah memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya manusia. Belum adanya regulasi Perda tentang pengelolaan sampah, bagi Gunawan ini menjadi kelemahan dinas terkait untuk menerapkan aturannya dengan baik.
“Karena kalau ada Perda, maka pengelolaan sampah akan terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan public. Harusnya Pemkab Halut dan DPRD bisa memprioritaskan membuat perda sampah,” ungkapnya.
Gunawan pun memberikan contoh beberapa daerah yang makin kesulitan menangani sampah. Menurutnya, itu harus menjadi pelajaran. Karena selama ini, lanjutnya, sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan.
“Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, sampah masih bisa diolah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industry,” pungkasnya.(cw/fir)