HARIANHALMAHERA.COM–Tahun 2021 menyisakan beberapa bulan lagi. Situasi ini cukup mengkhawatirkan bagi seluruh Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kejaksaan Tinggi (Kejari) di seluruh Indonesia, termasuk Kejari Halut. Pasalnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sudah menegaskan bila ditemukan satuan kerja berkinerja kurang maksimal dalam pemberantasan korupsi, maka akan dievaluasi.
“Akan ada evaluasi kepada setiap kepala satuan kerja, baik itu Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) yang tidak mampu mengungkap tindak pidana korupsi di wilayah hukumnya,” kata Burhanudin, dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Bidang Pidana Khusus (Pidsus) yang digelar secara virtual sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (15/9), lalu.
Memperhatikan itu, Kejari Halut pun makin serius menyelesaikan perkara tindak pidana korupsi. “Ada beberapa kasus korupsi yang sedang difokuskan, di dalamnya perkara Tambatan Perahu di Dagasuli dan Panwaslu,” kata Kajari Halut Agus Wirawan Eko Saputro.
Lanjut Agus, untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan proyek tambatan perahu di Desa Dagasuli, Kecamatan Loloda Kepulauan tahun 2016 senilai Rp 1,2 miliar dan kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Panitia Pengawasan Pemilihan Umum (Panwaslu) Halut tahun 2015-2016 dengan kerugian mencapai Rp 1,3 miliar, dalam tahapan pemeriksaan saksi dan ahli. “Untuk kasus Tambatan Perahu dan Panwaslu saat ini dalam pemeriksaan saksi dan keterangan ahli,” tandasnya.
Bahkan, Agus juga menyebut masih ada beberapa kasus dugaan korupsi yang jadi perhatian Kejari Halut. Namun, sejumlah kasus itu belum bisa dipublish dengan alasan ada kemungkinan pihak-pihak tertentu akan menghilangkan barang bukti. “Ada lagi beberapa (dugaan kasus korupsi), namun belum bisa dipublikasi,” ujarnya.
Sebelumnya juga, Jaksa Agung Burhanudin menegaskan, peringatan tersebut bukan soal target yang harus dicapai. Tetapi lebih kepada optimalisasi fungsi pemberantasan korupsi. Menurut dia, salah satu indikator tingkat kepercayaan pemerintah kepada kejaksaan dalam penanganan tindak pidana korupsi, dapat diukur dengan ditambahkannya anggaran penanganan tindak pidana korupsi di setiap satuan kerja.
Untuk itu, Burhanuddin meminta kepada seluruh jajarannya menjawab kepercayaan yang telah diberikan tersebut dengan cara menyerap habis anggaran penanganan perkara tindak pidana korupsi, artinya minimal setiap satuan kerja Kejari harus mampu mengangkat dua perkara tindak pidana korupsi.
“Namun, satuan kerja kejaksaan tidak mengangkat kasus secara serampangan dan asal-asalan, serta menangani perkara hanya dikarenakan takut dievaluasi. Tanganilah perkara korupsi sebagai bentuk dedikasi saudara kepada masyarakat,” pinta Burhanuddin.(san/fir)