HARIANHALMAHERA.COM– Aksi unjuk rasa oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Halmahera Utara pada Rabu (22/2) lalu, ternyata berbuntut panjang. Pasalnya, Pemda Halut mengambil langkah hukum terhadap sejumlah oknum aktivis GMNI dengan melaporkan ke Polres Halut.
Pemda Halut pun menunjuk tim kuasa hukum yang terdiri dari Silvanus Bunga SH MH, Erasmus Kulape SH MH, Ramli Antula SH, Gilbert Tuwonaung SH, Haerudin Dodo SH MH, dan Jus M Laranga SH. Alhasil, pada Senin (27/2), tim hokum Pemda Halut secara resmi membuat laporan ke Polres Halut. Langkah hukum tersebut diambil Pemda Halut, karena dinilai sejumlah aktivis GMIN melakukan penyebaran berita bohong dan merendahkan martabat Pemda.
“Laporan terhadap oknum aktivis GMNI berinisial WM dkk dilakukan sebagai bentuk keprihatinan atas apa yang dilakukan dalam aksi yang dilakukan sejumlah warga yang mengatasnamakan GMNI Halut. kemudian menyodorkan sejumlah poin yang kebenarannya masih dipertanyakan,”kata Silvanus Bunga.
Bupati Halut, Ir. Frans Manery, lanjut Silvanus, sebagai pemerintah dan selaku orangtua para mahasiswa, sebenarnya sangat mengapresiasi dan mengikuti aksi yang dilakukan GMNI. Namun saat bupati menyampaikan tanggapan, justru ada oknum aktivis GMNI sengaja mematikan mikrofon.
“Perlu dipahami bahwa sikap pemerintah daerah mengambl tindakan hukum karena yang dilakukan berupa ujaran kebencian serta merendahkan Pemda. Laporan ini atas nama Pemda Halut secara kelembagaan,”ujarnya.
“Kami meminta kepada Polres Halut secepatnya menindaklanjuti laporan yang telah dimasukan. Karena laporan telah didaftarkan dan sudah ada tanda terima,” sambung Erasmus, anggota tim kuasa hukum lainnya.
Menurutnya, Pemda Halut tidak punya keinginan, tetapi karena mahasiswa mendahuluinya sehingga diambil langkah tegas. Laporan tersebut didasari dengan beberapa indikasi yang patut diduga oleh rekan GMNI dengan melakukan penyebaran berita bohong soal korupsi yang disampaikan dalam beberapa item.
“Bagi kami itu tidak pernah terjadi, terutama soal dana Covid-19,” ujarnya.
Dijelaskan lagi, bahwa kehadiran bupati saat aksi untuk mendengarkan aspirasi dan siap memberikan klarifikas. Membuat kecewa, mahasiswa justru hendak pergi dan tidak diberikan kesempatan.
“Oleh sebab itu patut diduga ini hanya sebuah kebohongan. Dengan sengaja menyiarkan berita bohong dan membangun kebencian saja. Apalagi sampai mematikan mikrofon saat bupati akan berbicara,” ungkap Erasmus.
Ditambahkannya, laporan sudah berdasarkan Undang Undang nomor 1 tahun 1946 pada pasal 14 junto 207 KUHP menyangkut hukum pidana.
“Kasus ini akan dikawal sampai tuntas proses hukumnya. Kami tidak main-main sehingga tidak ada kemudian hari tanpa bukti dan dasar kemudian disebarkan berita bohong yang menyesatkan,” tegasnya Ramli Antula, anggota kuasa hukum lainnya.
Diketahui, saat demo orator membeber 4 kasud dugaan kasus korupsi di Halmahera Utara, yakni:
- Penyelidikan selama satu tahun, anggaran Covid-19 hasil refocusing di Pemda Halmahera Utaradiketahui sebesar Rp 60 miliar, namun baru terealisasi sebesar Rp 33 miliar sampai akhir 2020.
- Dugaan kasus korupsi anggaran proyek pengembangan pariwisata yang
bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) APBN tahun 2019 sebesar Rp 4,7 miliar yang ditangani Dinas Pariwisata (Dispar) Halmahera Utara. - Dugaan SPPD fiktif sebesar Rp 80 miliar tahun 2020 sampai 2021.
- Dugaan kasus korupsi pembayaran gaji fiktif selama empat tahun, mulai dari tahun 2019 sampai 2022.
Selain itu, orator aksi juga menyentil terkait aturan izin mendirikan bangunan (IMB) atau PBG. Dimana hanya diberlakukan pada warga, sementara para pejabat tidak diberlakukan aturan tersebut. Dugaan-dugaan itulah yang dinilai sebagai hoaks, sehingga pemerintah mengambil langkah hokum.
Sementara Kepala Dinas Informasi, Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Halut, Rymond N Batawi, menambahkan bahwa terkait insiden pada 22 Februari lalu, ada sebuah kekecewaan dari Pemda Halut.(sal)