HARIANHALMAHERA.COM–Belum adanya kodefikasi desa yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait pembentukan empat desa di wilayah enam desa oleh Pemkab Halamahera Barat (Halbar) sebagaimana yang diatur dalam Permendagri 60 tahun 2019, membuat pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember di enam desa, masih juga menuai gejolak.
Padahal teknis pelaksanaan Pilkada di enam desa pasca terbitnya Permendagri 60, sebelumnya sudah disepakati bersama dalam pertemuan antara Pemda beserta lembaga penyelenggara Pilkada di kedua daerah tersebut awal Juli lalu.
Namun, pertemuan yang difasilitasi Pemprov Malut itu, ternyata masih ditolak perangkat desa baik kapala desa (Kades) dan (Badan Permusyawaratan Desa (BPD) se-Kao Teluk, Halut.
Lewat pernyataan sikap yang ditujukan ke Pemkab, KPUD dan Bawaslu Halut, KPU dan Bawaslu Malut, Pemprov dan Polda Malut hingga KPU dan Bwaslu WI dan Kemendagri, para Kades dan BPD di enam desa masing-masing, Pasir Putih, Tetewang, Akelamo Kao, Ganmsungi dan Dum-dum menolak pembentukan Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah enam desa oleh KPUD Halbar.
Dalam pernyataan sikap tertanggal 28 September itu, mereka menyatakan kesepakatan dalam pertemuan Juli lalu itu mengacu pada Permendagri 60/2019 itu, diminta dikaji kembali.
Alasannya, kesepakatan tersebut berdampak pada warga enam desa. Hal ini muncul ketika ada informasi yang meresahkan warga terkait penempatan TPS oleh KPUD Halbar di sejumlah desa di Kao Teluk. Sementara penempatan TPS di wilayah Kao Teluk dibatasi dan tidak bisa ditempatkan di wilayah administrasi Halut yakni TPS 07 Desa Bobaneigo dan TPS 03 Desa Tetewang.
“Tentunya nota kesepakatan yang telah diputuskan merupakan sebuah masalah baru bagi kami warga enam desa karena secara tidak langsung Pemprov dan kedua Pemda serta penyelanggara Pemilu telah menyalahi PP 42/1999 dan UU nomor 1/2013 dan Permendagri 137 tahun 2017 tentang kode dan data wilayah administrasi,” tulis para kades dalam pernyataan sikap
Karenanya, mereka meminta KPU dan Bawaslu agar melaksanakan tahapan dan sampai pada pelaksanaan Pilkada mengacu pada PKPU tidak berdasarkan pada nota keesepakatan. “Jika KPU dan Bawaslu bersikeras melaksanakan berdasarkan Nota kesepakatan dengan sandaran Permendagri Nomor 60 tahun 2019, maka penyelenggara harus bertanggungjawab terhadap hal-hal yang terjadi di enam desa nanti,” tegasnya
Karena itu, guna mencegah hal tersebut terjadi, ada dua poin yang ditegaskan perangkat desa se kao Teluk ini dalam pernyataan sikapanya. Yakni pertama, menolak kehadiran TPS dari wulayah Pelayanan Halbar di enam desa dengan alasan papun termasuk berdasarkan nora kesepakatan dan Permendagri 60/2019.
Kedua, pihak penyelenggara Pilkada di Halut diminta wajib menempatkan TPS 07 Desa Bobaneigo dan TPS 03 Desa Tetewang yang sebagaimana sebelumnya kedua TPS tersebut selalu melaksanakan dan menyalurkan suara warga enam desa di setiap hajatan Pemilu.
“Jika pernyataan ini tidak diindahkan, maka kami akan menyatakan sikap menarik seluruh penyelenggara Pilkada di enam desa untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” tegasnya.
Munculnya surat pernyataan forum perangkat desa se Kao Teluk itu pun langsung direspon Pemkab dan penyelenggara Pilkada di Halbar.
Pjs Bupati Halbar, Rizal Ismail, mengatakan pembentukan TPS oleh KPU Halbar pada Pilkada kali ini menindaklanjuti hasil koordinasi antara Pemkab Halbar, Halut, dan Pemprov Malut beberapa waktu lalu.
“Jadi nanti yang masuk Halbar buat TPS di Halbar. Wilayah Halut buat TPS di Halut,” tutur Rizal usai pertemuan bersama unsur Forkompimda serta jajaran KPU dan Bawaslu, Senin (19/10).
Kesepakatan itulah yang dipegang oleh KPU dan Bawaslu. Bahkan semua tahapan sudah dilaksanakan. “Tapi forum kades dan BPD di Kao Teluk tidak mau melaksanakan kesepakatan itu. Padahal masing-masing sudah bersepakat bahwa pilkada kali ini, semua punya kepentingan yang sama. Baik warga Halbar maupun Halut. Mereka harus memenuhi hak politiknya,” ucapnya.
Menurut Rizal, penetapan TPS di enam desa oleh KPU Halbar menindaklanjuti Permendagri Nomor 60 Tahun 2019. Kendati Pemkab Halut sempat mengajukan banding, namun itu ditolak Mahkamah Agung (MA).
Terkait adanya penolakan pembentukan TPS oleh forum kades dan BPD Kao Teluk ini, Rizal mengaku akan menyurat ke Gubernur untuk memfasilitasi kembali persoalan ini. Sebab, ada sebagian warga yang ber KTP Halbar yang tinggal di enam desa.
Sebaliknya, ada warga ber KTP Halut yang tinggal di desa yang masuk wulayah Halbar. “Jadi teknisnya nanti akan dibicarakan. Ini untuk menghindari gesekan dari pihak yang mencoba memperkeruh suasana,” ujarnya.
Sementara Koordinator Devisi PHL Bawaslu Halbar, Agnosius Datang, menilai penolakan forum kades dan BPD Kao Teluk itu adalah hal yang lucu. “Karena pembentukan TPS juga belum dilakukan,” katanya.
Terlpas dari itu, dia mengakui, rencana pembentukan TPS di wilayah enam desa oleh KPU Halbar terdapat dua TPS di antaranya Desa Tetewang TPS 7 dan TPS 1. Ini mengacu pada Permendagri Nomor 60 Tahun 2019 yang mengatur soal tapal batas wilayah.
Bawaslu, kata dia, pada prinsipnya tetap mengacu pada Permendagri terkait batas wilayah. Jika dalam putusan tersebut terdapat wilayah yang masuk Halbar, maka ditempatkan TPS di wilayah tersebut.
“Jadi saya tegaskan, Pilkada ini hajatan nasional. Jika ada kelompok yang mencoba halangi pelaksanaan pemungutan suara, akan dikenakan pasal 178 D Undang-Undang Nomor 10. Ini perintah Undang-Undang,” tegasnya.
Dalam waktu dekat, lanjut dia, Bawaslu bersama KPU akan mensosialisasikan pembentukan TPS di enam desa yang masuk wilayah Halbar. Sebab, ada penempatan TPS oleh KPUD Halut di pada dua dusun, yakni Maraeli di Bangkit Rahmat dan Dusun Bangkok di Desa Dodinga yang notabene wilayah Halbar.
Terkait hal ini, dia meminta Pemda Halbar berkoordinasi dengan Pemda Halut terkait skema penempatan dua TPS di Dum–Dum. Termasuk di Halut juga bisa ditempatkan di dusun Desa Mareli maupun Dusun Bangkok. “Ini supaya mendekatkan TPS ke pemilih dan menghindari golput. Kalau itu disepakati malah lebih bagus,” sambungnya.
Bawaslu, kata dia, tetap menunggu hasil pertemuan antara kedua daerah yang akan difasilitasi oleh Pemprov Malut. “Kami siap menunggu. Kami menyesuaikan. Intinya Bawaslu siap melaksanakan tugas pengawasan di manapun TPS ditempatkan, dan penempatan TPS itu kewenangan KPU,” ucapnya.
Sementara, Ketua KPU Halbar, Mifathudin Yusup, menegaskan pembentukan TPS di enam desa oleh KPU pada prinsipnya tetap mengacu pada Permendagri Nomor 60 Tahun 2019.
Dia menjelaskan, pembentukan TPS yang direncanakan KPU terdapat di tiga desa, salah satunya Desa Tetewang. Asumsinya dilihat pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Pemilihan Gubernur kemarin, tidak menuai gejolak.
“Intinya surat itu berasal dari pemdes dalam hal ini kepala desa fersi Halut, mereka tujukan penyelenggara pemilu di Halut. Kami KPU Halbar hanya merespon. Tidak ditujukan ke kami,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam pertemuan kedua belah pihak bersama Pemprov di Kantor Gubernur Perwakilan Ternate, 11 Juli lalu, yang dipimpin Sekpov Samsuddin A Kadir ada empat poin yang disepakati semua pihak.
Pertama, dimana penggunaan hak pilih di pada Pilkada oleh warga enam desa baik yang dari Halut maupun yang berdomisili di cakupan wilayah Halbar, harus sesuai dengan identitas yang dimiliki dalam hal ini mengacu pada KTP.
Poin kedua, merujuk Permendagri Nomor 60/2019, disepakati tidak menempatkan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di wilayah administrasi pemerintahan yang berbeda.
Sementara pada poin ketiga, KPU Halbar maupun KPU Halut tidak akan melakukan pendataan pemilih di wilayah administrasi yang berbeda, tetapi hanya mendata di wilayah administrasinya masing-masing.
Poin ke empat dalam rangka memelihara dan menjamin situasi dan kondisi keamanan serta ketertiban masyarakat berjalan aman dan kondusif di wilayah perbatasan selama penyelenggaraan Pilkada, pengamanan secara rutin akan dilakukan Polda Malut, Polres Halbar dan Halut dengan didukung aparat dari TNI.
Sekprov dalam pertemuan itu menyampaikan, untuk batas wilayah adalah satu hal yang berbeda, tidak bisa diikutcampurkan dengan komposisi penduduk.
Dimana saat ini ada penduduk Halbar yang masuk dalam cakupan wilayah Halut, begitu pula sebaliknya. “Untuk itu bagi masyarakat yang berada di Halbar namun memiliki KTP Halut dan ingin mencoblos di Halut itu tidak menjadi masalah. Hal yang sama berlaku juga bagi warga Halut yang ber-KTP Halbar,” katanya
Disisi lain, penyelenggara harus menghormati warga wilayah masing-masing. Dia mencontohkan KPU Halut hanya dapat melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih hanya berada di Halut. Namun jika penduduk yang berada di Habar tapi ingin melakukan pencoblosan di Halut, maka yang bersangkutan harus mendatangi petugas TPS yang berada di Halut.
“Ini untuk menjaga penyelenggara yang berada di Halut agar tidak dapat masuk ke wilayah Habar. Ini juga menghormati wilayah teritori masing-masing,” katanya
Sementara untuk empat Desa di wilayah enam desa yang telah dibuat Perda oleh Pemkab Halbar, namun belum ada kodefidkasi dari Kemendagri, akan ditampung sebagai penduduk Desa Dodinga dan Desa Bangkit Rahmat.
Untuk itu, Disdukcapil Halbar akan membuat keterangan bagi penduduk Halbar yang sebelumnya memegang KTP Kecamatan Jailolo Timur (Jaltim) itu dibagi kedalam kedua Desa tersebut. “Sehingga KPU bisa membentuk TPS di enam Desa namun di wilayah teritori. Yakni untuk KPU Halbar tetap di Halbar sebaiknya juga demikian bagi KPU Halut,”pungkasnya
Ketua KPUD Halbar, Miftahudin Yusup menjelaskan untuk memfasilitas warga enam desa dalam menyalurkan hak suaranya, pihaknya melakukan penambahan 10 TPS yang ditempatkan di Desa Bangkit Rahmat serta Desa Dodinga. Ini mengingat keempat desa yang telah dibentuk Pemkab Halbar sampai saat ini belum mengantongi kodefikasi desa oleh Kemendagri.(tr-4/lfa/kho/pur)